Akira menoleh ke belakang, namun atap itu sudah sepenuhnya di lantai. Ia berusaha bangkit karena kakinya juga sakit terlalu keras menghantam lantai. Dengan langkah yang tertatih, Akira mendekati tumpukan atap yang ambruk itu.
"Erika???" Akira panik diselimuti rasa takut, saat belum bisa menemukan sahabatnya karena pandangannya kabur akibat debu yang mendominasi lab itu.
"Erika loe di mana?" Panggil Akira dengan suara yang hampir menangis. Air matanya lolos begitu saja. Perlahan ia mendapati sosok siluet dari balik debu yang mulai memudar.
"Erika?" Gadis berambut sebahu itu seolah melihat harapan di tengah kekhawatirannya.
"Erika loe nggak apa?" Suara seorang pemuda yang membuat langkah Akira terhenti.
Beberapa menit sebelum kejadian, Ratara yang menyadari akan terjadinya tragedi itu mulai berlari menuju Lab tua. Tepat saat ia baru tiba, atap itu sudah ambruk yang hampir menimpa Erika. Pemuda itu melanjutkan larinya lalu meraih tangan Erika dan menarik gadis itu ke arahnya.
Begitulah Erika selamat, namun keduanya terlempar ke depan pintu karena kehilangan keseimbangan. Sisi tubuh mereka menghantam lantai, namun prmuda itu sempat menahan Erika agar tidak terluka dengan membiarkan gadis itu jatuh di atas tubuhnya.
Dengan cepat para siswa berkumpul mengelilingi kedua remaja itu saat menyadari apa yang terjadi. Di sisi lain, Akira yang tertatih dengan langkah perlahan kesulitan menemui Erika yang sudah dikerumuni itu.
Erika merasa seluruh tubuhnya kesakitan, ia membuka matanya yang tadinya ditutup karena rasa takut. Ia menyadari dirinya sedang di pangkuan pemuda tampan ini. Namun hanya beberapa detik ia kembali menutup mata dan kehilangan kesadarannya.
"Erika? Erika!" Ratara mencoba sedikit mengguncang tubuh gadis itu dan menyadari Erika telah pingsan.
"Erika kenapa?" Tanya Akira yang sedang berusaha masuk dalam kerumunan itu.
Ratara dengan cepat menggendong Erika lalu berlari ke UKS. Seolah di beri perintah sisiwa yang berkerumun pun memberi jalan agar gadis itu mendapat pertolongan pertama.
Di sisi lain, tidak ada yang menyadari Akira juga terluka. Semua orang sibuk mengikuti Erika dan Ratara sehingga Akira hanya mampu menahan rasa sakit kakinya dan tertatih sendirian menuju UKS.
Di UKS, Akira baru tiba setelah 10 menit, yang biasanya akan membutuhkan waktu 5 menit jika berjalan biasa. Ia meraih gagang pintu lalu membukanya. Dokter penjaga UKS menyadari ada yang masuk lalu menoleh.
"Akira? Perut mu sakit lagi? Tapi nggak baik minum obat terus!" Ucap Indah tanpa tau apa yang terjadi, namun saat Akira melangkah Indah menyadari dan mendekati siswi yang kesakitan itu. "Loh kamu juga terluka?" Dokter itu memapah gadis yang tertatih itu.
"Dokter Indah, Erika di mana?" Tanya Akira.
"Di ranjang tengah!" Sahut Indah.
Akira langsung melangkah menuju ranjang itu di bantu Indah. Wanita berseragam jas putih itu memeriksa kaki gadis itu.
"Ini terkilir, pasti sakit banget jalan ke sini tadi ya! Kira tahan bentar! Ini bakal sakit tapi sementara!" Ucap Indah pada Akira yang duduk di kursi sisi ranjang Erika yang masih belum sadarkan diri.
Indah melancarkan aksinya dan benar Akira sangat kuat, ia menahan teriakan akibat sakit luar biasa yang timbul itu.
"Okeh ini perlahan bakalan reda sakitnya, sebaiknya kamu istirahat di ranjang sebelah sini aja dulu ya!" Jelas Indah.
"Iya makasih ya dokter Indah!" Ucap Akira lalu dokter pun kembali ke tempatnya.
"Erika... harusnya loe tuh nggak usah ikut ke Lab! Nggak perlu bantuin gua!" Akira tidak mampu menahan air matanya dan suaranya pun terdengar sendu.
"Maafin gua karna jadi teman yang buruk! Gua memang nggak ada harapan, harusnya loe biarin aja atapnya nimpa gua! Gua rasa semua bakal berakhir sempurna jika gua yang pergi ya kan?"
"Orang-orang kayak gua memang layak menghilang, peran gua nggak banyak, hidup pun sulit. Kenapa nggak biarin aja gua tadi?" Kalimat Akira bersamaan tangisnya.
"Loe mau mati? Mau gua bunuh?" Kalimat itu terdengar dari balik bibir gadis yang terbaring itu.
"Erika?" Akira sangat terkejut sekaligus lega.
"Kenapa loe mau hilang? Terus gua tinggal sendiri gitu? Loe curang banget sih!" Ucap Erika.
"Erik... maafin gua! Loe baik-baik aja kan? Di mana sakit? Ada luka?" Respon Akira yang sangat khawatir karena merasa semua terjadi akibat kecerobohan dirinya.
"Gwenchana! (Nggak apa kok) I'm okay!" Sahut Erika lalu tersenyum. "Tapi jangan ngomong yang aneh-aneh kayak tadi lagi! Atau ajal loe di tangan gua!" Sambung gadis itu lalu tersenyum.
"Loe ngeri juga ternyata!" Akira akhirnya menaikkan kedua ujung bibirnya karena merasa lega.
Di sisi lain, ada oknum lain yang mendengar pembicaraan kedua gadis itu, tentu saja dia adalah pemuda tampan, tinggi, putih, hidungnya mancung, wajahnya bak keluar dari webtoon, iyap Ratara. Pemuda ini tidur di sisi lain ranjang Erika, namun ditutupi tirai sehingga kedua gadis itu tidak menyadari ada orang ketiga di antara mereka.
Ratara yang sedari tadi hanya memasang ekspresi datar lalu sedikit menaikkan ujung bibirnya saat mendengar kalimat terakhir gadis itu.
***
Keesokan harinya, weekend yang tenang saat dirinya hanya sendirian di kamar dengan earphone di kedua telinganya dan tubuhnya yang terbaring di kasur.
"Nyaman banget! Saat gua sendirian di rum..." kalimatnya terhenti saat mendengar Miranda berteriak memanggilnya.
"AKIRA BANGUUUUN!! TOLONG BELI GULA BENTAR!" Setelah berteriak Miranda membalikkan tubuhnya hendak pergi ke kamar anaknya itu. Namun ia dikejutkan Akira yang sudah berdiri di belakangnya beberapa saat tadi.
"Ini masih jam 8 pagi loh mah! Siang masih lama, kenapa mamah masaknya sekarang biasanya juga jam 11 baru mulai belanja!" Ucap Akira yang malas bepergian.
"Tau apa kamu selain, makan tidur huh? Temannya adikmu bakal ke sini belajar kelompok, mamah harus siapin cemilan buat mereka!" Sahut wanita paruh baya itu.
"Kalo gitu suruh Ella yang beli dong mah! Kok Kira yang harus pergi?"
"Ella jemput teman-temannya, lagian kamu harus keluar rumah jangan ngurung diri di kamar, kamu harus bersosialisasi dengan lingkungan dan orang-orang sekitar. Mau jadi apa kamu di kamar terus? Udah! Nih beli gula!" Miranda memberikan uang pada anaknya.
"Oya! Kamu harus ke minimarket depan halte, soalnya warung sebelah kehabisan gula." Sambung wanita itu lalu melanjutkan kegiatannya.
Akira melirik tempat penyimpanan gula yang masih tersisa banyak.
"Jadi aku diusir supaya nggak gangguin Ella belajar sama temennya? Yaudah deh!" Batin Akira, lalu ia mengucapkan kalimat terakhirnya.
"Aki bakal lama pulangnya mamah tenang aja! Duitnya Aki pakek buat beli bakso aja, btw Aki belum sarapan, mamah bahkan nggak inget kan?"
Akira menuju kamarnya untuk mengambil topi dan kaca mata hitam tak lupa dengan earphone di kedua telinganya lalu keluar dari rumahnya. Di sisi lain, Miranda menatap anaknya sendu.
"Akira kamu harus mandiri, kamu anak pertama kami, mamah tau kamu yang paling bisa kami andalkan!" Batin Miranda.
...
Akira hanya berkeliaran tanpa tujuan dengan kakinya yang masih agak sakit. Akhirnya ia sampai di sebuah taman lalu membeli jajanan kaki lima karena kelaparan. Ia duduk di bawah pohon sambil menikmati jajanannya.
Gadis dengan topi hitam dan kacamata hitam itu tanpa sengaja melirik seseorang yang ia kenal.
"Wah tuh cewe cantik banget! Cowo di sampingnya juga nggak kalah gantengnya!" Batin Akira sembari mengunyah lalu menyeruput minumannya.
"Eh tapi... itukan.. Ratara! Eh eh tuh cewe pegangan tangan! Pacarnya kali ya?" Batin Akira yang melirik dari balik kacamata hitam itu.
Entah bagaimana ia terus tertarik pada pemuda itu, bahkan terus menatap sambil memakan jajanannya.
"Hmm.. buat iri aja sih! Gua juga pengen punya seseorang, yaudah kali ya? Gua punya pohon ini aja buah neduh dan bersandar aja udah cukup!" Ucap Akira yang mengira dirinya membatin seperti sebelumnya.
Perhatiannya sedikit teralih saat ia mengelus pohon yang ia tumpangi itu, saat ia melirik ke arah oknum tadi, mereka sudah tidak ada.
"Lah tuh orang ke mana?" Gadis itu melirik kanan kiri lalu menemukan sepasang kaki berdiri di sisi kirinya yang membuatnya mendongak memastikan siapa orang itu.
Gadis itu sontak melepas makanan dari tangannya, ia menemukan Ratara yang berdiri di sampingnya. Akira langsung menundukkan kepalanya dan menarik topinya agar lebih menutupi wajahnya.
"Duh kok dia bisa ke sini sih?"
.
.
.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Dewi
Hehe ketahuan
2023-09-17
1