CEPAT MARAH

...***...

Di sebuah Goa yang cukup tersembunyi di desa Lembung, desa yang memiliki lembung untuk menyimpan padi. Namun desa itu menjadi incaran sebuah kelompok pendekar golongan hitam yang sangat kuat. Saat itu mereka sedang bersantai-santai setelah melakukan jarahan di tempat-tempat warga desa.

"Apa yang akan kita lakukan kakang? Aku sangat bingung, kenapa kakang malah memilih tempat ini sebagai tempat bercokol?." Tadakara sangat mulai mengeluh. "Apakah tidak ada tempat lain lagi?." Keluhanya.

"Anggap saja aku sedang ingin santai sejenak." Balas Hadi Gama dengan raut wajah yang sangat datar. "Lagi pula tempat ini cukup akan untuk diuuni."

"Santai?." Suaranya meninggi secara spontan, Tadakara terlihat sangat marah, ia tidak dapat menahan amarahnya. "Aku sangat marah! Dan tidak bisa menahan diriku lagi! Agar aku tidak membunuh mereka semua, atas kemarahan yang aku rasakan saat ini!." Ungkapnya dengan penuh amarah, dan ia ingin mengatakan jika ia ingin membantai mereka semua?.

"Mereka siapa yang kau maksudkan tadakara?." Dalam hati Taraka, Tohpati, dan Gala sangat heran mendengarkan kemarahan yang Tadakara.  "Kau ini bicara yang jelas." Dalam hati mereka sangat kesal dengan sikap yang seperti itu.

"Kakang yang santai., Sedangkan aku tidak!." Lanjutnya dengan amarah yang meledak-ledak. "Aku tidak bisa bersantai-santai di sini!."

"Jangan emosi seperti itu, nanti bisa kena penyakit kejang-kejang, lumpuh, apa kau mau seperti itu? Hah?." Tohpati mencoba untuk menenangkan suasana yang hampir panas. "Kau ini sangat kekanakan sekali, kau pikir kau siapa seenaknya saja marah-marah di sini!."

"Diam kau tohpati! Aku yang repot dalam masalah ini!." Ia masih terlihat sangat marah. "Aku sangat kesal! Kenapa kita malah bercokol di tempat seperti ini?!." Sungguh, ia tidak terima sama sekali. "Apakah tidak ada tempat lain yang lebih nyaman dari pada tempat ini? Hah?!."

"Sudahlah! Anggap saja kita istirahat sejenak.! Kasihan para prajurit yang selalu kena libas kakang hadi gama." Ungkapnya dengan nada yang sangat simpati. "Sesekali kita berdiam diri di sini sambil menikmati indahnya desa yang memiliki kekayaan yang sangat berlimpah ini." Ucapnya sambil membayangkan apa yang akan ia lakukan terhadap desa Lembung. "Apakah kau tidak capek? Jalan terus?." Ia yang malah melempar balik pertanyaan. "Apakah kau masih kuat berjalan tanpa henti seperti kuda?!."

"Kau ini bicara apa?! Hah?!." Tadakara semakin emosi mendengarkan itu. "Jangan buat aku semakin marah! Berani sekali kau menyamai aku seperti kuda!."

Terjadi perdebatan diantara mereka saat itu, seakan-akan tidak mau mengalah sama sekali, darah mereka cepat sekali mendidih.

"Coba ingat-ingat lagi? Kita tidak pernah dapat bagian apapun, selain menemani kakang hadi gama jalan-jalan, sambil menghajar para bangsawan yang jahat menurut pandangannya." Ia malah curhat?. "Kakang hadi gama bahkan mampu melumpuhkan puluhan prajurit dengan tiga jurus saja? Apakah menurutmu kita ini dapat bagian untuk bertarung?." Kembali ia memberikan pertanyaan. "Aku rasa kau masih ingat dengan itu. Jadi kau tidak usah marah-marah lagi." 

"Betul juga yang kau katakan tohpati." Taraka saat itu mencoba untuk menenangkan mereka semua agar tidak adu mulut. "Jadi kau jangan berkecil hati seperti itu." Ucapnya sambil menepuk pelan pundak Tadakara yang masih marah. "Kau ini seperti anak kecil saja tadakara, dan ini bukan kali pertama kita bercokol di tempat seperti ini!."

"Ya sudah? Diam dulu toh? Jangan mengamuk, marah sana-sini, nanti kau cepat tua." Tohpati merasa menang karena ada yang membelanya. "Jika kau cepat tua, nanti kau tidak bisa berjalan lagi. Ahaha!."

"Heh! Tidak usah kau berkata seperti itu padaku tohpati!. Taraka!." Ia masih saja emosi, bahkan ia sampai mengejar Taraka dan Tohpati.

"Ahaha!."

Taraka dan Tohpati malah tertawa melihat bagaimana raut wajah Tadakara yang sedang marah, bahkan mereka sampai dikejar oleh Tadakara saking kesalnya.

"Jangan lari kalian!." Teriaknya dengan penuh emosi yang membara.

"Kau yang lari tadakara, bukan kami Ahaha!." Balas Tohpati dengan tawa mengejek.

"Kau yang mulai lari tadakara, jadi kami cuma mengikut saja, haha!." Begitu juga dengan Taraka yang mencoba menghindari serangan Tadakara.

"Berisik! Akan aku tebas mulut kalian berdua!." Tadakara semakin kesal.

Pada saat itu Tadakara malah mengejar mengejar Tohpati dan Taraka yang membuatnya semakin marah. Sedangkan yang lainnya hanya memakluminya, akan tetapi pada saat itu Hadi Gama berkata sesuatu pada Tohpati.

"Terima kasih tohpati, taraka., Kalian selalu bisa aku andalkan." Hadi Gama malah berkata seperti itu, ia sebenarnya risih dengan sikap Tadakara yang suka mengeluh.

"Sama kakang hadi gama, haha!." Balas mereka dengan tawa yang aneh.

Rasanya apa yang mereka lihat pada Tohpati, Tadakara dan Taraka rasanya tidak sesuai dengan umur mereka. Ya, anggap saja mereka sedang ingin bersenang-senang.

"Apakah tidak apa-apa membiarkan mereka seperti itu kakang?." Gala merasa miris melihat kelakuan mereka yang seperti itu.

"Biarkan saja mereka seperti itu, mungkin mereka bosan. Jika kau bosan kau juga bisa ikut dengan mereka."

"Tidak sudi aku kakang, hi! Lebih baik aku tidur saja dari pada ketularan bodoh mereka yang seperti itu." Gala merinding sendiri membayangkan jika ia tertawa aneh seperti yang dilakukan Taraka dan Tohpati.

"Tapi yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah adipati itu masih masih melanjutkan pertarungan itu? Atau dia telah melarikan diri dari sini, mencari tempat berlindung yang aman." Dalam hati Hadi Gama sedang memikirkan apa yang telah dilakukan Adipati Sanda Drajat saat ini. "Akan aku tunggu sampai besok." Dalam hatinya lagi.

...***...

Di sebuah tempat pertemuan yang sangat rahasia antara senopati dan dharmapati.

"Rasanya Gusti Prabu menaruh perhatian yang berlebihan pada Adipati gandara fusena." Ucapnya sambil mengambil buah pisang. "Meskipun masih kerabat dekat dengan gusti prabu, tapi tetap saja itu rasanya sangat tidak adil sekali." Itulah yang ia rasakan selama ini. "Padahal kita adalah prajurit yang sangat terlatih jika masalah itu kakang, tapi kenapa Gusti Prabu masih saja ragu dengan kita?." Hatinya sangat tidak terima.

"Mau bagaimana lagi? Kita tidak ada nilainya sekarang dihadapan Gusti Prabu." Itulah yang menjadi keluhannya selama ini. "Seakan-akan kita digunakan saat waktu penting saja." Lanjutnya dengan penuh kekesalan. "Dia hanya mengandalkan orang terdekatnya saja."

"Lantas apa yang akan kita lakukan kakang? Saya merasa tersinggung, dan tidak terima dengan apa yang telah dikatakan Gusti Prabu." Tentunya ia meminta pendapat dari orang yang lebih tua darinya.

Pada saat itu Senopati Sagala Kasih dan Dharmapati Ayutra Ganda sedang berunding, tentang apa yang akan mereka lakukan, agar mereka lebih terlihat bisa melakukan apa saja dihadapan Prabu Adiwangsa Dirja.

"Bagaimana kita ikuti si gandara fusena itu. Mari kita lihat, seberapa besar ilmu kanuragan yang dia miliki?. Sehingga dia diberikan kepercayaan Gusti Prabu."

"Baiklah kakang, saya setuju."

"Kalau begitu lakukan persiapan, karena kabar yang aku dengar, kita tidak boleh ketahuan masuk tanpa izin ke desa itu."

"Tentu saja kakang. Saya akan menyiapkan semuanya."

Mereka telah sepakat akan melakukan rencana itu, tentunya mereka akan menggunakan banyak cara agar dapat melakukan apa yang mereka anggap itu nantinya membuat nama mereka melambung tinggi dihadapan Prabu Adiwangsa Dirja.

Simak dengan baik bagaimana kisah selanjutnya. Next.

...****...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!