3 Desember 20××
05:33 WIB
Rian langsung bergerak keluar dari ruang OSIS. Dia menatap awan dan keadaan disekitar. Suasananya persis seperti apa yang dia lihat. Merasa bingung, Rian memegang kepalanya sambil bersandar pada pagar pembatas.
Dengan segera Naura menghampirinya. Dia membantu Rian untuk berdiri tegak dan menanyakan apa yang terjadi kepadanya.
"Aku tidak mengerti. Jujur saja, aku bingung untuk mengungkapkannya. Maaf kalau aku terdengar mengada-ngada. Aku merasa seperti Deja Vu."
"Deja Vu?" Tanya Naura.
"Iya! Aku seperti pernah melihat ini sebelumnya."
Tanpa diduga. Danang keluar dari Ruang OSIS. Dengan wajah penuh keheranan, dia menyapa Rian dan Naura lalu menanyakan apa yang terjadi pada mereka berdua.
"Lu sakit, Rian?" tanya Danang.
"Mungkin?"
Danang tertawa kecil. "Mungkin? Habis mimpi lu, ya? Ngomong-ngomong mau ke bawah gak lu?"
"Ngapain?" Tanya Rian penasaran, "Mau ke kamar mandi?"
Danang menyipitkan kedua matanya. "Ya, iyalah kocak. Gue mau mandi. Biar badan segar. Mumpung pentas seni belum dimulai."
"Kalau gitu, duluan aja. Nanti gue nyusul. Kepala gue berat banget nih," lanjut Rian.
"Si kocak. Nanti kamar mandi jadi rebutan loh sama anggota OSIS yang lain," lanjut Danang sambil mengenakan sendalnya.
Mendengar perkataan Danang membuat Rian terdiam. Perkataan yang dilontarkannya oleh Danang sama persis seperti dalam mimpinya.
Setelah Danang meninggalkan Rian dan Naura. Kedua mata Rian kembali melihat Naura. Wajahnya pucat dan matanya terlihat kaget. Entah apa yang sedang terjadi.
Namun, tiba-tiba, Naura meremas kedua pundak Rian dengan kedua tangannya. Wajahnya mendadak berubah menjadi kepanikan.
"Oke, sepertinya ini bukan mimpi!" seru Naura.
"Jangan bilang......" sela Rian.
Naura mengangguk. Dia awalnya menyangka kalau yang terjadi pada hari ini adalah mimpi. Tapi, melihat situasinya sama persis. Sangat tidak mungkin kalau kejadian pada pagi ini adalah mimpi.
"Terus apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya Rian.
"Bagaimana jika kita menyelidiki apa yang sedang terjadi pada hari ini?" saran Naura, "Aku juga ingin memastikan beberapa hal hari ini. Mau ikut?"
...***...
Rian menghembuskan napas panjang setelah acara pentas seni berhasil dibuka. Semua anggota OSIS langsung mengisi posisi dimana mereka ditempatkan. Sambil membantu penyelidikan Naura. Rian meminta adik kelasnya untuk mengisi posisinya.
Dengan langkah kaki yang cepat. Rian berjalan melewati koridor sekolah yang ramai. Keramaian ini tercipta bukan karena dari para murid di sekolah. Tapi, para pengunjung di luar sekolah juga mempengaruhi keramaian.
Sejak awal, rencana Danang untuk membuat kegiatan pentas seni secara umum demi membantu kemanusiaan. Setengah pendapatan dari pengunjung, akan disumbangkan ke beberapa pihak yang membutuhkan di dekat sekolah.
SMA Putra Bangsa mempunyai gedung berbentuk U. Lapangan serbaguna yang menjadi tempat diadakannya pentas seni tepat berada di depan gedung sekolah. Lalu lapangan untuk kegiatan olahraga dilakukan secara terpisah dibelakang gedung sekolah.
Misalnya lapangan sepak bola yang ada di belakang gedung timur. Lapangan bola basket ada di belakang gedung selatan. Lapangan bola voli dan bulu tangkis di belakang gedung barat.
Sesampainya di depan ruang kelas 1-E yang ada di lantai satu gedung timur. Rian segera bertemu dengan Naura yang sudah menunggunya.
"Waktuku tidak banyak, Rian," bisik Naura, "Aku ingin memastikan satu hal penting yang pernah kulihat sebelumnya."
"Benar juga. Selanjutnya penampilan kelasmu, ya?" Tanya Rian.
Naura mengangguk pelan. "Aku akan menjadi salah satu pemeran dalam drama teater. Apalagi keberadaanku sangat penting disana."
"Kalau begitu. Bagaimana jika kita langsung ke tempat yang kau bilang? Sudah waktunya untuk mempersingkat waktu, 'kan?"
"Benar juga," balas Naura, "Maaf. Kalau begitu, silahkan ikuti aku."
Naura segera membawa Rian ke lapangan olahraga di belakang gedung barat. Rian juga langsung mengekori Naura. Sambil berjalan, Naura menjelaskan kalau dia ingin memastikan kejadian penting.
"Akan ada perkelahian disana. Semua bermula karena perebutan lapangan dari dua kelompok," jelas Naura, "Selanjutnya ada pemukulan di kepala seseorang menggunakan botol gitu. Agak mengerikan. Jika itu terjadi lagi, aku ingin mencegahnya."
Rian mengerti situasinya. Jadi, dia mulai penasaran dengan apa yang dilihat oleh Naura. Sebab sebelumnya Rian hanya bersantai di ruang OSIS hampir seharian.
Sesampainya di lapangan. Naura mengajak Rian untuk duduk di kursi penonton yang berdekatan dengan dinding. Beberapa orang di lapangan menyadari keberadaan OSIS yang memperhatikan lapangan.
Naura membuka layar ponselnya dengan segera. Dia memperlihatkan jam digital pada Rian dan menjelaskan kalau insidennya adalah dua menit ke depan.
Rian mengangguk dan memperhatikan keadaan sekitar. Dengan kedua mata yang dibuka secara lebar-lebar. Rian melihat ke seluruh tempat. Ada yang berpacaran, bermain gim di ponsel secara bersama-sama dan ada juga bermain catur.
Tidak butuh waktu lama. Tiba-tiba empat orang laki-laki berjalan cepat ke arah lapangan. Laki-laki berbadan besar di depan langsung menunjuk seseorang yang sedang asyik berbicara.
"Oh, jadi lu!" seru laki-laki berbadan besar.
"Ah, gue mengerti. Ini masalah kemarin, ya?"
"Gak usah berlagak tengil, ya! Lu lihat ini bocah. Tulang hidungnya sampai patah begitu."
"Oke. Itu emang faktanya. Tapi, apa lu tahu kejadian sebenarnya?"
"Gak usah banyak basa-basi, ya."
Pria berbadan besar langsung menerjang laki-laki yang ada di depannya. Beberapa temannya juga langsung bergerak membantu. Lapangan langsung menjadi medan perkelahian.
Naura langsung berlari dari kursi penonton dan berniat untuk melerai mereka. Rian segera mengikuti tindakan heroik Naura. Dia juga ingin membantunya.
"Hei, udah-udah!" seru Naura.
"Ah, ngapain si OSIS disini segala!"
Secara tiba-tiba, terdengar suara benda pecah dari arah belakang Rian. Pandangan Rian perlahan pudar dan dia segera terjatuh di lapangan.
Rian menyadari ada pecahan beling dari botol di sekitar kepalanya. Melihat kejadian itu, beberapa murid langsung berlari dari lapangan karena tidak ingin terlihat
...***...
3 Desember 20××
05:33 WIB
Rian langsung terbangun di ruang OSIS. Melihat apa yang telah terjadi. Rian segera bertanya kepada Naura.
Kedua mata Naura membelalak melihat Rian yang sedang terburu-buru keluar dari Ruang OSIS. Kedua tangannya menutup mulut dan terlihat begitu syok.
"Jadi, apa yang terjadi sebelumnya?" tanya Rian.
"Kau sebelumnya entah bagaimana tewas di lapangan karena kepalamu dipukul menggunakan botol. Mereka tidak sengaja melakukannya. Lalu seluruh kegiatan di sekolah langsung diberhentikan karena insiden itu. Pokoknya kacau."
Rian menarik napas panjang. Dia paham situasinya. Lagipula dia sendiri yang masuk ke medan perang. Jadi, ketidaksengajaan itu pasti terjadi.
Dengan sekejap Rian langsung berteriak. Dia segera berjalan mondar-mandir di depan Naura. Melihat Rian yang begitu, membuat Naura penasaran.
"Apa yang terjadi?"
"Jangan bilang. Walau kita mati. Kita akan tetap kembali ke tanggal 3 Desember?" ucap Rian, "Dengan kata lain. Tidak ada jalan keluar dari yang menimpa kita?"
Mendengar penjelasan Rian. Membuat Naura berjalan beberapa langkah ke belakang. Dia terkejut dengan pemikiran Rian dan itu terdengar masuk akal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 16 Episodes
Comments