Seminggu telah berlalu semenjak dia menemukan lukisan itu, dan dalam seminggu itu pula, Shura dengan sembunyi-sembunyi terus menyusup ke dalam kamar lukisan tersebut. Setiap malam, dia melakukan itu, dan setiap siang maupun sore jika dia memiliki waktu.
"Shura-sama, Sesshoumru-sama meminta hamba untuk meyampaikan pesan supaya anda menemuinya di tempat latihan pedang." Ujar seorang pelayan sambil membungkukkan kepala memberi hormat pada Shura.
Shura tidak mengatakan apa-apa. Jika Ayahandanya ingin bertemu dengannya di tempat latihan pedang, artinya hanya satu, Ayahandanya akan melatihnya secara langsung. Latihan dengan Ayahandanya tidaklah ringan, meski dia adalah anak kandungnya dan masih kecil, beliau tidak akan segan-segan menghajarnya dalam latihan. Memar, luka dan darah pasti akan memenuhi seluruh tubuhnya saat latihan selesai.
Dengan wajahnya yang tanpa ekspresi, Shura menyandang pedangnya dan berjalan menuju tempat latihan pedang. Saat dia melangkah kakinya memasuki tempat itu, mata emasnya langsung menemukan Ayahandanya yang telah menunggunya.
Rambut perak panjang, badan yang tinggi ramping, telinga yang runcing, dua garis unggu di pipi, tanda bulan sabit di dahi dan sepasang mata berwarna keemasan. Shura tahu, itulah rupanya kelak, sama persis dengan youkai di depannya—Ayahandanya, Sesshoumaru, Inuyoukai penguasa tanah barat.
"Tarik pedangmu dan lawan aku, Shura." Perintah Sesshoumaru datar dengan wajah tanpa ekpsresi.
Shura segera menuruti perintah Ayahandanya tanpa mengeluarkan sedikit pun suara. Dia menarik keluar pedang yang ada dipinggangnya dan menatap serius lawannya, mencari kelemahan, mencari celah untuk menyerang.
Sesshoumaru tidak menarik pedang maupun bergerak sedikit pun, mata emasnya hanya menatap Shura, anak satu-satunya yang sedang mencari kelemahan dan celah untuk menyerang. Lalu, sedetik kemudian, Shura pun bergerak maju sambil menghunuskan pedang padanya.
Kecepatan gerak Shura sangat luar biasa, mata manusia pasti tidak akan dapat menangkapnya. Namun tidak bagi Sesshoumaru. Di dalam matanya, gerakan anaknya itu sangat lambat, dia bisa melihat dengan jelas celah mematikan yang dapat dimanfaatkan lawan untuk membunuhnya.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sesshoumaru kemudian mengangkat tangan untuk menyerang anaknya. Tangannya yang memiliki kuku tajam bagaikan pedang bergerak dengan luar biasa cepat mengincar dada Shura. Mata Shura terbelalak karena terkejut dengan serangan Ayahandanya yang tiba-tiba, dan fatalnya, dia tidak menemukan kesempatan untuk menahan ataupun menghindar.
Kuku tajam itu melukai Shura, mengoyak bagian dada haori yang dikenakannya serta kulitnya. Darah mengalir menuruni dadanya. Namun, dia tidak berteriak kesakitan ataupun menunjukkan ekspresi kesakitan. Dia berusaha untuk menahan rasa sakit itu dan menyerang lagi. Hanya saja, itu semua tidak ada gunanya, sebab penguasa tanah barat yang dilawannya dapat dengan mudah menggagalkan serangannya dan menghempaskan dirinya hingga terjatuh menubruk lantai batu dibawah.
Sakit. Punggungnya yang menubruk lantai batu dingin sangat sakit, dan dia berusaha keras menahan suara teriakkan kesakitan yang hampir saja keluar dari mulutnya. Shura berusaha untuk bangkit lagi, namun tangan cakar Ayahandanya dengan cepat mencengkram lehernya dan menubruk kembali punggungnya ke atas lantai batu.
"Jika aku adalah musuhmu, kau sudah mati sejak tadi, Shura." Ujar Sesshoumaru dengan dingin tanpa mengubah ekspresi wajahnya sedikit pun.
Mata emas Shura hanya bisa menatap lurus wajah Ayahandanya. Begitu kuat dan tidak kenal ampun. Dia tahu, dia tidak mungkin dapat mengalahkan beliau sekarang. Namun, suatu hari nanti, saat dia sudah besar, dia pasti dapat mengalahkannya
Sesshomaru bisa melihat dengan jelas mata Shura. Memang ada ketakutan, namun ketetapan hati dan kepercayaan bahwa suatu hari nanti anaknya ini dapat mengalahkan dirinya terlihat lebih jelas. Shura memang mirip sekali dengannya.
Sesshoumaru kemudian melepaskan tangannya. Tanpa mempedulikan luka disekujur tubuh anaknya, dia membalikkan badannya dan berjalan menjauh. "Pergilah ke tempat Akihiko, penguasa tanah selatan besok, dan jangan kembali sebelum kau menjadi lebih kuat."
Mata Shura terbelalak mendengar perintah Ayahandanya, dia ingin membuka mulut untuk menolak. Namun, dia akhirnya mengurung kembali niatnya. Melawan Ayahandanya adalah sebuah tindakan yang tidak bijak, sebab dia tidak punya hak untuk melawan perintah beliau yang merupakan seorang penguasa.
Dia akan meninggalkan istana tanah barat dan menuju istana tanah selatah besok, dan di dalam hati Shura, perasaan sedih, kecewa dan bingung bercampur aduk. Ayahandanya memerintahkan dirinya untuk pulang saat dia menjadi lebih kuat, itu artinya dia akan menemui Akihiko-sama untuk latihan. Kapan latihannya itu baru akan berakhir? Seminggu? Sebulan? Setahun? Atau lebih lama lagi? Dia tidak tahu. Yang dia tahu hanya satu, yaitu; dia tidak akan dapat melihat lukisan itu jika dia pergi ke sana. Dia tidak akan dapat melihat senyuman musim semi gadis dalam lukisan dalam beberapa hari ke depan—melihat senyum yang sangat dicintainya.
....xOxOx....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Kita_Yama
Entah kenapa masih kepikiran kalo lukisan itu adalah lukisan Rin
2023-04-30
0