"Cea besok sepulang sekolah bisakah kau menemaniku memilih baju untuk audisi ? Kau tau sendirikan aku buta fashion..." pintaku pada Mircea adikku yang sedang asik menonton anime kesukaannya
"Bisa, tapi besok aku ada latihan basket jadi akan pulang lebih sore dari biasanya." kata Mircea menyetujui permintaanku
"Tidak masalah..."
"Kau sudah punya toko yang ingin kau tuju ?" tanya Mircea yang pandangannya tak beralih dari layar TV
"Tidak ada, aku tidak begitu paham fashion jadi aku berencana pergi ke Mall karena disana banyak pilihannya." jelasku pada Mircea
"Em... Bagaimana jika kita ke boutique Finnick ? aku biasa kesana. Mereka menjual berbagai macam mode, selain itu tempatnya nyaman pelayanannya juga bagus." usul Mircea
"Good idea..." aku segera menyetujuinya
"Sekarang masih jam 7, tokonya buka sampai jam 11 malam. Bagaimana kalau kita pergi malam ini saja ?"
"Em okay lebih cepat lebih baik"
"Kita pergi jam 8 saja..." kata Mircea sambil menunjuk TV, aku mengerti dia ingin menonton terlebih dulu
"Ya... Panggil aku kalau kau sudah selesai" kataku lalu pergi ke kamarku
Aku memang tidak pernah mementingkan model pakaian. Lagipula dulu aku sangat tidak percaya diri memakai pakaian yang keren. Aku rasa pakaian yang keren hanya cocok untuk orang-orang yang berwajah tampan, jika aku yang dulu dengan wajah seperti monster jerawat memakai pakaian yang keren maka orang-orang akan menertawakanku. Karena itu aku tidak berani bahkan untuk mencobanya. Lemari pakaianku hanya berisi baju model kaos polo dan baju seragam sekolah.
Tapi sekarang sudah berbeda, aku sudah bukan monster jerawat lagi. Dulu aku begitu membenci pantulan wajahku di cermin, itu membuatku merasa terpuruk. Tapi sekarang semua sudah berakhir.
"Eir... Ayo kita pergi !" seru Mircea dari depan kamarku
"Oke ! Aku datang !" sahutku segera beranjak dari kasur
Setelah menyetir kurang lebih 30 menit kami sampai di Boutique Finnick, cukup jauh dari rumah. Meski terletak cukup jauh dari pusat kota, boutique ini cukup ramai. Dari luar bangunan boutique ini terlihat sederhana tapi di dalamnya mewah dan unik. Mereka bahkan menyediakan sofa dari merk ternama untuk customer menunggu juga memberikan welcome drink, sungguh tidak biasa untuk sebuah boutique.
"Tunggu sebentar disini..." kata Mircea sambil berjalan menuju ke meja customer service lalu memperlihatkan sebuah kartu, yang sepertinya kartu member boutique ini. Aku duduk di sofa memperhatikannya sambil meminum welcome drink dan snack yang disediakan.
"Baiklah tuan akan segera kami aturkan, mohon ditunggu..." ujar customer service wanita yang berbicara dengan Mircea
"Ada apa cea ?" tanyaku setelah Mircea kembali dan duduk di sebelahku
"Aku ingin memakai layanan khusus yang mereka sediakan" jawab Mircea
"Layanan khusus ?" tanyaku sambil berpikir kapan Mircea akan mulai membantuku memilih baju, aku tidak mengerti fashion terlebih lagi boutique ini dipenuhi orang-orang yang keren dan fashionable membuatku tidak berani bergerak
"Disini kita bisa meminta desainer mereka membuatkan baju yang cocok untuk karakter kita. Tapi kita harus membuat appointment seminggu sebelumnya." jelas Mircea
" Juga sebenarnya... Aku sudah membuat appointment untukmu 9hari yang lalu. Tapi aku lihat kau sangat sibuk." kata Mircea lagi dengan canggung, dia berbicara sambil menggaruk kepala dan memalingkan wajahnya kearah lain.
Mircea tidak memberitahuku bukan karena dia lihat aku terlalu sibuk, hanya saja dia malu mengatakannya. Aku memutuskan berpura-pura tidak tau alasannya.
"Bodoh..." ucapku sangat pelan sambil tersenyum
"Tuan Mircea, silakan..." seorang wanita cantik menghampiri kami lalu membawa kami ke ruangan lain. Disana kami bertemu seorang desainer pakaian bernama Olander, pria muda tampan, berambut kemerahan yang panjangnya sebahu. Dia punya wajah yang menyenangkan entah karena dia sering tersenyum.
"Baiklah aku sudah mendapatkan style pakaian dan aksesoris yang cocok untuk karaktermu. Kau ingin berapa pasang baju ?" tanya Olander padaku
"A.. Aku rasa tiga pasang sudah cukup" jawabku sambil mengira-ngira total harga semua baju itu di otakku
"Berikan dia tujuh pasang pakaian.." sela Mircea
Aku terbelalak mendengar ucapan Mircea
"Pilihan yang bijak, 7 itu angka keberuntungan." kata Olander sambil tersenyum
"Tolong kirimkan ke alamat biasanya" kata Mircea pada Olander
"Baiklah, lusa sore akan kalian terima. Jika ada yang kurang jangan ragu untuk menghubungiku." kata Olander ramah sambil mengantar kami keluar sampai di depan pintu ruangannya
"Baik terima kasih banyak bantuanmu" jawabku
"Tidak perlu sungkan, sudah menjadi kewajibanku" balas Olander
"Kalau begitu kami permisi dulu" kata Mircea berpamitan pada Olander, pria itu tersenyum lalu masuk kembali ke ruangannya.
"Cea apakah 7 pasang baju itu tidak terlalu banyak ?" tanyaku mengingat jumlah pakaian yang ku pesan barusan
"Itu bahkan jauh dari cukup" kata Mircea
"Aku belum tentu lulus audisi, tapi kita sudah membuang uang begitu banyak..." mendengar ucapanku Mircea berhenti dan menatapku
"Kau melakukan semua perubahan ini untuk lulus audisi ? Kalau aku tidak. Kau ikut audisi atau tidak aku akan memaksamu melakukan semua perubahan ini." kata Mircea dengan yakin terdengar ketulusan dari ucapannya
"Sudahlah ! Berhenti membicarakan hal seperti ini ! Pokoknya lulus atau tidak kau audisi kau tidak boleh memakai semua pakaian lama mu !" kata Mircea lagi dengan suara sengaja dibuat seperti sedang marah, tapi aku bisa melihat wajahnya yang memerah karena malu
Benar-benar adikku yang bodoh. Aku selama ini mengira Mircea tidak perduli padaku tapi ternyata dia hanya bingung dan malu menunjukkannya. Aku bahagia sampai ingin menangis.
"Baiklah, aku ikut apa katamu." kataku sambil berjalan mendahului dia
"Memang sudah seharusnya begitu" sahut Mircea
"Cea aku ke toilet sebentar" kataku sambil menunjuk ke sebuah gambar yang menunjukkan arah toilet
"Oh okay aku tunggu di depan" jawab Mircea
Sekembalinya dari toilet aku melihat Mircea duduk di ruangan tempat kami menunggu customer service mengaturkan pertemuan kami dengan desainer tapi dia tidak sendirian, ada seorang gadis bersamanya.
Mereka terlihat akrab, mungkin teman satu sekolah Cea.
"Cea..." sapaku ragu, aku takut mengganggu percakapan mereka yang sepertinya sedang seru
"Eir... Kenalkan ini Linnea teman sekelasku. Linnea dia kakakku yang tadi kuceritakan..." kata Mircea memperkenalkan kami berdua begitu aku menyapanya
"Eires Dwell..." kataku tersenyum mengulurkan tangan kepada gadis berambut cokelat yang duduk disamping Mircea
"Linnea Eyvind, senang berkenalan denganmu kak Eires..." kata gadis itu dengan ramah diikuti senyuman yang manis
"Aku dengar dari Mircea kak Eires mengikuti audisi Svea Entertainment, aku juga dan jadwal audisi kita jatuh dihari yang sama..." kata Linnea tanpa melepaskan jabatan tangannya, tentu aku tidak menganggap itu hal besar. Aku lebih bingung bagaimana menanggapi ucapnya barusan, aku tidak pernah ngobrol dengan perempuan jadi tidak mengerti.
"Begitu ya..." jawabku sangat singkat pada gadis itu, yang di detik berikutnya aku mengutuki diriku kenapa aku harus menjawab seperti orang yang angkuh. Kesan pertamaku pasti sungguh buruk dimatanya.
Linnea, gadis itu malah tersenyum, ekspresi wajahnya tetap ramah. Dan Linnea akhirnya melepaskan jabatan tangan kami. Aku merasa lebih rileks.
"Bagaimana dengan persiapanmu untuk audisi ?" tanya Mircea pada Linnea
"Tidak ada latihan khusus, hanya tiap hari menyanyi lagu-lagu yang aku suka dan menghindari makanan yang tidak baik untuk tenggorokanku" jawab Linnea
"Kau tidak ikut kursus vokal ? Kenapa ?" tanyaku spontan
Karena bagaimanapun juga di audisi menyanyi ada kemungkinan juri menyuruhmu menyanyikan lagu dari berbagai genre, lagipula dalam menyanyi ada tekniknya. Bagaimana bisa kau berlatih hanya dengan 'lagu-lagu yang kau sukai' ???
"Kursus vokal terlalu mewah bagiku" jawab Linnea padaku, tidak ada nada marah tidak ada raut tersinggung diwajahnya
Bodoh sekali aku. Dalam 15menit bercakap-cakap aku sudah 2x meninggalkan kesan buruk.
"Bagaimana kalau kalian latihan bersama ? Kakakku ikut kursus vokal dia bisa membagimu apa yang dia tau, kau pandai aransemen lagu mungkin kau bisa membaginya sedikit dengan kakakku" usul Mircea sambil melirikku
Sekilas dia tersenyum -aku tau arti senyumannya itu, dia sedang merencanakan sesuatu yang licik-
Tapi aku yakin usul Mircea barusan pasti akan langsung di tolak. Bagaimana mungkin dia akan mau latihan dengan laki-laki yang baru ditemuinya, juga laki-laki itu sudah punya 2 poin merah ?!
"Ide bagus !" seru gadis itu riang
Huh ?! aku sungguh terkejut dia menerima ide dadakan Mircea
"Ah... Maaf aku terlalu bersemangat, sampai-sampai lupa menanyakan pendapat kakak. Apa kak Eires mau membantuku latihan vokal ?" tanya Linnea yang tersadar aku belum mengatakan setuju pada ide Mircea -bahkan si empunya ide juga ikut menatapku dengan tatapan 'kau takkan menolak ideku kan'-
Aku melihat Linnea, gadis itu menatapku dengan penuh harap.
Benar-benar deh Mircea, entah apa yang dipikirannya
"Iya aku setuju" kataku berusaha berbicara sesantai mungkin
"Terima kasih kak..." kata Linnea sambil setengah membungkuk
"Sama-sama..." kataku seolah acuh tak acuh, dalam otakku sibuk berpikir jawaban apa yang seharusnya kuucapkan padanya
"Pfftt..." Mircea tertawa ditahan, dan aku tau apa yang dia tertawakan
"Hmm ? Apakah ada hal yang menarik ?" tanya Linnea pada Mircea yang tiba-tiba tertawa
"Tolong abaikan saja aku..." jawab Mircea masih berusaha untuk tidak tertawa
"Hmm itu hal tepat untuk dilakukan..." timpalku
"Begitukah ? Ah iya hampir lupa ! Kak Eires, mari bertukar nomor WhatsApp, aku akan menghubungimu" kata gadis itu sambil memberiku handphonenya
"Sudah..." kataku lalu mengembalikan handphonenya setelah aku mengisi nomor WhatsApp ku
"Sudah aku chat" kata gadis itu
Aku segera mengecek handphone ku, kulihat ada chat WhatsApp dengan nomor baru dengan foto profil wajahnya.
"Sudah ku save" kataku pada gadis itu
"Nanti aku hubungi kakak" katanya sambil memasukkan handphonenya kedalam tasnya
"Ya" jawabku singkat
"Kau sudah selesai belanja ?" tanya Mircea pada Linnea
"Em.uh aku sudah selesai." jawab Linnea sambil menunjukkan paper bagnya
"Kami juga sudah selesai, kita pulang ?" tanya Mircea dengan lembut pada Linnea
Apakah Mircea pada gadis itu...
"Ayo..." gadis itu setuju
Kami berjalan keluar toko bersama, sesampainya di parkiran aku hendak langsung masuk ke mobil tapi Mircea tidak membuka kuncinya
"Kau kesini naik apa ?" tanya Mircea pada Linnea
"Aku bawa sepeda motor, di parkir disebelah sana." jawab Linnea sambil menunjuk ke arah dimana sepeda motornya dia parkiran
"Baiklah hati-hati, kami ada di belakangmu jadi tak perlu khawatir..." kata Mircea penuh perhatian
"Iya, terima kasih. Kalian juga hati-hati ya..." balas Linnea sambil memiringkan kepalanya sedikit untuk melihatku yang berdiri tidak terlalu jauh di belakang Mircea
Huh ?? Aku terkejut Mircea menolehku dengan mata melotot, dia memberiku kode. Beberapa detik kemudian aku mengerti maksudnya.
"Pelan-pelan bawa motornya" kataku pada Linnea dengan tampang poker face
"Iya ka..." jawab Linnea diikuti senyumnya
Apa aku salah lihat... Gadis itu terlihat senang
Eh tunggu kenapa aku harus bilang 'pelan-pelan bawa motornya ?!' dia pasti berpikir aku sok kenal sok dekat. Pantas saja dia senyum pasti menertawakanku ! Ahh malunyaaa !
"You do it great !" kata Mircea sambil menepuk bahuku
Entah bagian mana yang kau sebut 'great' cea ???Hahhh... Sudahlah
"Apa kau mengantuk ?" tanyaku karena menyadari Mircea menyetir lebih pelan dari biasanya
"Tidak. Kau bertanya begitu karena aku menyetir lebih lambat ?" tebak Mircea dengan tepat
"Hmm..." jawabku sambil mengangguk
"Itu..." Mircea menunjuk kearah pengendara motor yang berjarak beberapa meter di depan mobil kami.
Aku terdiam beberapa saat lalu menyadari pengendara motor yang ditunjuk Mircea barusan adalah Linnea, aku mengingat warna dan model jaketnya juga perawakannya.
Aku melihat Mircea sejenak lalu kembali melihat kearah jalan
"Cea... Apakah kau..." aku terdiam tidak melanjutkan ucapanku, aku berpikir apakah tidak masalah jika aku menanyakannya
"Aku tidak naksir Linnea..." kata Mircea menjawab pertanyaan yang bahkan belum selesai kuucapkan
"Aku bahkan belum menyelesaikan ucapanku" kataku protes, Mircea hanya tertawa kecil
"Aku selalu bersikap baik pada semua perempuan." kata Mircea
"Mengiringinya untuk memastikan dia sampai di rumah dengan selamat akan kau lakukan pada semua teman perempuan mu ?" tanyaku sambil menyeringai
"Tempat ini sangat sepi rawan tindak kejahatan, juga beberapa kilometer di depan sana akan ada tempat pemakaman umum. Dia perempuan jika dibiarkan sendirian sangat kasihan dan itu bukan sikap seorang gentleman" jelas Mircea, aku tersenyum mendengarnya.
Mircea sejak SD memang banyak disukai anak perempuan bahkan ibu-ibu karena sikapnya yang sopan dan lembut. Setiap kali hari valentine dia akan membawa pulang sangat banyak cokelat.
"Linnea itu gadis yang pintar, cekatan dan cepat tanggap, aku lebih suka tipe perempuan yang terlihat lemah, sedikit ceroboh dan sedikit bodoh" jelas Mircea
"Tipe yang cukup merepotkan" kataku menanggapi Mircea, kami berdua tertawa
Tak berapa lama Linnea membunyikan klakson sepeda motornya dan melambaikan tangan, Mircea lalu membalas dengan membunyikan klaksonnya. Setelah melihat gadis itu berbelok ke sebuah gang Mircea mempercepat laju mobil kami.
"Aku lapar" celetuk Mircea
"Kita belum makan malam, aneh kalau kita tidak lapar" jawabku sambil melihat jam tanganku
Jam 23.01 pantas saja perutku terasa sangat lapar, terakhir diisi jam 12 siang tadi.
"Mampir cari makan dulu, aku sudah tidak tahan kalau harus menunggu sampai di rumah." kata Mircea
"Setuju, makan fast food saja"
Kami mampir di sebuah restoran Jepang
"Ini tempat makan yang duluan ketemu, aku sudah sangat kelaparan" kata Mircea dengan wajah di tekuk, moodnya akan jadi sangat jelek saat dia lapar
"Tidak masalah"
Setelah selesai makan kami pulang, tapi kali ini aku yang menyetir mobil. Mircea bilang setelah makan dia jadi mengantuk.
Sesampainya di rumah aku mengganti baju, membersihkan diri bersiap tidur. Setelah berdoa dan hendak merebahkan diri aku teringat Mircea, aku rasa aku perlu berterimakasih untuk semua yang dia lakukan.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk saja" sahut Mircea dari dalam
Aku membuka pintu kamarnya, kulihat Mircea sedang mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Dia punya kebiasaan harus mandi sebelum tidur.
"Jangan berdiri di depan pintu" kata Mircea
"Aku hanya sebentar." kataku sambil bersandar di salah satu sisi pintu kamar Mircea
"Em... Ada apa ?" tanyanya
"Thanks... Untuk semuanya. Kalau bukan kau yang menyuruhku untuk ikut audisi itu aku tidak akan berubah seperti hari ini. Aku masih akan jadi pecundang buruk rupa." kataku menatap lurus Mircea
Dia terdiam mendengar ucapanku, ekspresinya berubah menjadi murung. Aku tidak merasa ada yang salah dari perkataanku. Mungkinkah yang perkataanku membuat dia tidak nyaman ?
"Cea... Apa aku salah bicara ?" tanyaku memastikan
"..." Mircea tetap diam, dia mematikan hair dryer nya lalu duduk di pinggir ranjang
"...Kau tidak salah bicara dan kau juga tidak perlu berterimakasih, aku yang harusnya meminta maaf padamu" kata Mircea pelan hampir tidak terdengar
Aku tidak mengerti kenapa dia harus meminta maaf padaku
"... Sewaktu SMP kita satu sekolah, aku sengaja menjauhimu...." Mircea terdiam tak melanjutkan perkataannya
"..." sekarang giliranku yang terdiam tidak tau harus berkata apa, karena pada kenyataannya sewaktu SMP Mircea menjauhiku entah itu di sekolah, di tempat kursus dia menjauhiku. Sejak itu kami jadi jarang berbicara satu sama lain.
"...Di sekolah aku sering mendengar mereka membanding-bandingkan kau dan aku, di tempat kursus juga begitu..."
"..." aku mendengarkan perkataan Mircea dalam diam. Otakku secara otomatis memutar memori saat aku SMP.
Dimulai sejak aku kelas 1 SMP, tiba-tiba saja wajahku berjerawat semakin hari semakin banyak. Ibu membawaku ke dokter kulit tapi tidak ada hasilnya malah semakin parah. Saat aku kelas 2 SMP Mircea masuk di sekolah yang sama denganku, dia kelas 1 SMP. Awalnya kami sangat akrab, pergi dan pulang sekolah bersama, kadang jam istirahat kami mengobrol bersama. Tapi suatu hari Mircea menghindariku sampai kami lulus.
"... Cea boleh aku bertanya ? Hal ini sudah sangat lama menggangguku..."
"Tanyakanlah..." jawab Mircea
"Kenapa waktu kita SMP kau menghindariku ?" aku memberanikan diri bertanya meski aku takut mendengar jawabannya
"... Kau belum selesai mendengarkan alasanku meminta maaf padamu. Dengarkan maka kau akan mendapat jawaban dari pertanyaanmu barusan" kata Mircea padaku
"Hmm baiklah..."
"Awalnya aku masa bodo dengan ucapan mereka yang suka membandingkan kita berdua meskipun sejujurnya aku tidak suka mereka membanding-bandingkan kau dengan aku, mereka tidak tau semua kelebihanmu dan kerja kerasmu. Tapi... Aku menyadari satu hal setiap kali mereka membandingkan kita... Kau tau apa itu ?" kata Mircea bertanya padaku, dia tersenyum tapi wajahnya terlihat sedih
"... Aku tidak tau" jawabku
"Ekspresi wajahmu... Mungkin kau tidak menyadarinya, setiap kali ada yang membandingkan kita berdua ekspresi wajahmu akan berubah menjadi murung, sedih, kadang malu. Meski seringkali kau mencoba menanggapi dengan santai tapi aku tau perasaan mu sebenarnya. Jadi karena itulah aku memilih menjauhimu." kata Mircea
Benar dulu hampir setiap kami bersama akan ada orang yang berkata "Kalian bersaudara ? Kenapa yang satunya tampan dan yang lainnya tampak kacau ?" atau "Apa dia tidak tau malu menempeli adiknya yang tampan ? Apa dia tidak sadar kalau wajahnya itu menjijikkan !" Dan banyak lagi sampai-sampai aku lupa
"... Jadi kau menghindariku bukan karena merasa jijik pada wajahku ?" tanyaku pada Mircea
Sejak Mircea menghindariku nilaiku semakin turun, dari juara 2 di kelas menjadi juara 5. Yang awalnya nilaiku peringkat 3 tertinggi di satu angkatan di SMP ku menjadi peringkat 10.
"Omong kosong apa yang kau ucapkan ?! Bagaimana mungkin aku berpikir seperti itu pada saudaraku !" jawab Mircea padaku dengan nada kesal
"Juga... Kau menghindariku bukan karena malu punya kakak seperti aku ?" aku berusaha mengendalikan emosiku
"Aku selalu mengaggumi kakakku Eires Dwell, sejak aku kecil perasaan itu tidak berubah" kata Mircea dengan tegas
Aku merasakan sesuatu yang hangat dipipiku. Aku lekas-lekas menyekanya dan memalingkan wajahku. Aku merasa sangat lega setelah mendengar penjelasan dan jawaban dari Mircea.
"Maaf baru memberitahu mu sekarang..." kata Mircea lirih
Air mataku kembali datang mendengar perkataan Mircea
"... Juga maaf, setelah kita SMA aku tidak langsung membantu mu menyembuhkan jerawatmu. Aku... Bingung bagaimana memulai, karena kita sudah sangat jarang bicara satu sama lain" kata Mircea lagi
"..." aku berusaha keras menahan air mataku
"Maafkan aku kakak..." kata Mircea tulus
Dia beranjak dari duduknya lalu memelukku. Aku tidak bisa menahan air mataku lagi, aku tau Mircea juga menangis. Selama ini aku pikir Mircea tidak perduli denganku, ternyata aku salah. Aku sangat bahagia mengetahui kenyataan ini.
"Terimakasih cea..." kataku sambil melepaskan pelukan kami
"Ah sungguh sangat tidak keren..." kata Mircea sambil menyeka air matanya
Kami tertawa bersama. Malam ini aku bisa merasakan, hubungan kami kembali seperti saat kami masih kecil.
Aku kembali ke kamarku, kulihat ada pesan WhatsApp masuk. Itu dari Linnea.
"Kak... Terimakasih sudah mau berlatih bersamaku, apakah besok kita sudah bisa mulai latihan ?" kata Linnea dalam chatnya
"Boleh. Sore, jam 4" aku membalas chat Linnea
Aku rasa chatku tidak akan dibalas, ini sudah jam 2 malam pasti dia sudah tidur.
Aku melihat profil WhatsApp Linnea, aku punya teman baru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments