Pilihan Yang Berat

Herlin terdiam beberapa saat, namun tidak dengan Rere yang mencoba mencari jalan keluar. Hingga ia memiliki sebuah ide cemerlang.

"Herlin, lihat aku. Apa kau sudah mendapat solusinya? Aku sampai menunda untuk tidur hanya karena dirimu sekarang. Padahal besok pagi, aku ada rapat penting."

"Belum, Tan. Aku tidak tahu harus melakukan apa," sahut Herlin dengan perlahan.

"Ya sudah, tidak apa. Aku bisa memberikan dirimu dua solusi. Tentu saja kau harus melakukannya, namun semua itu adalah pilihan dirimu sendiri. Pertama, aku bisa berikan nomor telepon milik atasanku. Dia cukup baik, selama yang aku tahu. Maka cobalah untuk meminta bantuan dengannya, tapi aku menyarankan agar kau memberikan timpal balik untuknya. Kau tahu maksudku, kan?"

"Tidak, Tan. Memangnya apa?" Herlin benar-benar kebingungan.

"Ya ampun, Herlin. Kau bahkan bekerja di tempat yang kotor, tapi kau sama sekali tidak tahu jalan pikiranku sekarang. Temui atasanku, dan tidurlah dengannya. Itu cara yang paling efektif agar kau bisa mendapatkan uang, Herlin," pinta Rere dengan ide yang gila.

Sontak membuat Herlin terkejut. "Apa Tante Rere sudah tidak waras?! Kau ingin aku menjual diriku sendiri, begitu?"

"Jika tidak seperti itu, maka kau tidak akan bisa mendapatkan uang, Herlin. Lagi pula jangan terlalu sok suci, terlebih kita tahu bahwa dirimu bukanlah wanita baik-baik. Lagi pula, aku yakin sekali jika kau sudah tidak memiliki kesucian, kan? Meskipun bagiku itu hal yang biasa, tapi Herlin, pikirkan tentang keselamatan adikmu." Rere terus bersikeras.

"Tante, meskipun begitu, tapi aku tidak akan mungkin menjual diriku sendiri, kan? Walaupun memang aku bekerja di tempat yang kotor, tapi bukan artinya tubuhku kotor," tegas Herlin sampai membuat dia bangkit dari duduknya dengan penuh kekesalan.

"Jangan keras kepala, Herlin! Kau tidak perlu seperti ini karena aku sangat tahu bagaimana wanita seperti dirimu ini. Sekarang semua keputusan ada di tanganmu, dan aku tidak ingin membantumu lagi kalau kau tidak bisa membantu dirimu sendiri. Namun itu pilihan yang pertama, tapi yang kedua jalani hubunganmu dengan Aland. Jika cukup kaya raya untuk bisa kau minta uang setiap waktu. Maka hidupmu akan terjamin. Namun sebaiknya, lakukan dua pilihan itu karena jika tidak, sampai kapanpun kau tidak akan bisa menyelematkan hidup adikmu sendiri, dan membeli rumah untuk dirimu. Jujur saja, aku tidak akan mungkin memberikan tempat tinggaliku secara gratis setiap waktu."

Rere mendesak dengan keras, lalu ia melangkah pergi tanpa ada rasa kasihan sedikitpun. Ia merasa tugasnya telah benar, namun semuanya kembali kepada Herlin.

Membuat Herlin merasa tidak berdaya ketika ia mengingat dua pilihan gila dari tantenya sendiri.

"Bagaimana mungkin aku bisa melakukan ini? Meskipun Tante Rere benar kalau memang sebaiknya aku tidak perlu menyusahkan hidupnya terus-menerus," batin Herlin.

Membuat Herlin sampai tidak bisa tertidur, ia masih terduduk dalam kebingungan yang paling memberatkan. Terlebih rasa kantuk ikut menghilang seketika selama masalah mengisi pikirannya.

"Bagaimana ini? Aku harus pilih apa?" Herlin bertanya sembari menutup wajah dengan kedua tangan demi menahan tangisannya. Namun tiba-tiba membuatnya terkejut, sampai ia mendapat sebuah panggilan dari pihak rumah sakit.

Dengan cepat menjawab sembari mengusap air matanya. "Ya, halo."

"Apa ini dengan Nona Herlin?" tanya seorang Suster.

"Ya, dengan saya sendiri, Sus. Apa terjadi sesuatu dengan adik saya, Sus?" Herlin terlihat sangat cemas.

"Begini, Nona. Kami terpaksa memberitahukan kalau keadaan pasien bernama Leony sudah semakin kritis. Kami menyarankan agar Nona Herlin segera membuat keputusan supaya besok pagi operasi bisa segera dilakukan. Ini demi kebaikannya."

"Baik, Sus. Lakukan apapun itu untuk adikku, tolong selamatkan dia."

"Pasti, Nona. Dokter akan berusaha semaksimal mungkin, tapi kami butuh keterangan pasti dari persetujuan Nona Herlin sendiri. Tolong besok pagi-pagi sekali datang ke rumah sakit agar semuanya bisa segera dilakukan."

"Pasti, Sus. Saya akan datang ke sana besok."

"Baik, Nona Herlin. Kami tunggu kabar baiknya."

"Terima kasih, Sus."

"Sama-sama."

Menaruh ponselnya kembali tanpa ada semangat sedikitpun, Herlin merasa ia terlalu sulit menjalani hidupnya, namun ia tahu kalau menyerah tidak akan membuat nyawa adiknya kembali jika ia sudah berbuat yang salah. Demi mempertaruhkan keselamatan sang adik, Herlin segera bergegas pergi menuju ke kamar Rere.

Keputusan yang paling sulit ia ambil, namun tidak pilihan yang lain. Membuat Herlin mengetuk pintu kamar dengan sangat yakin.

"Sebentar, Herlin," sahut Rere sembari mengambil pakaiannya karena tidur seorang diri tanpa sehelai benang pun. "Bagaimana, Herlin? Kau sudah memutuskan semuanya? Jika belum, sebaiknya jangan ganggu tidurku."

"Ya, aku sudah memutuskan pilihanku, Tante."

Seketika membuat Rere tersenyum manis, ia langsung membawa Herlin untuk masuk ke dalam kamarnya. "Katakan padaku, Herlin? Kenapa tiba-tiba kau setuju dengan pilihan ini? Apa sudah terjadi sesuatu?"

"Pihak rumah sakit menghubungiku, dan mengatakan kalau Leony harus segera dioperasi secepatnya besok. Itu sebabnya, aku tidak memiliki pilihan yang lain," sahut Herlin dengan perlahan dan tidak semangat sama sekali.

Membuat Rere paham dengan kesedihan yang sedang dialami keponakannya. Meskipun begitu, ia berusaha mengusap rambut Herlin sembari berkata. "Tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja. Pilihanmu memang sudah benar."

"Tapi, Tante. Aku sebenarnya tidak ingin melakukan hal ini. Rasanya hatiku tidak ikhlas apalagi aku sudah mengorbankan mimpiku untuk menjadi seorang pengacara sukses karena ketidakberdayaan hidupku. Namun aku tahu, hidup adikku jauh lebih berharga. Setidaknya aku akan memperjuangkan kehidupannya dulu," batin Herlin.

"Hei, kenapa diam saja? Apa kau marah padaku? Tapi ketahuilah satu hal, Herlin. Kau sangat cantik, wajah dan tubuhmu ini bisa mendatangkan uang yang besar. Maka tunggu apalagi? Kejarlah uang sebanyak-banyaknya, Herlin. Berada di bawah sangatlah tidak enak, dan akan selalu direndahkan banyak orang," ucap Rere yang sedang berusaha menghasut pikiran keponakannya.

"Aku tidak marah, Tante. Hanya saja ... aku sangat takut," lirih Herlin dengan perlahan sembari ia meneteskan air matanya dengan menunduk pelan.

Membuat Rere mengangkat dagu Herlin sembari mengusap air mata. "Percayalah padaku, Herlin. Inilah duniamu, kau sudah memasukinya sejak dulu, tapi demi bisa mencapai kesuksesan, maka berjuanglah sedikit lagi. Terlebih banyak duda kaya raya yang bisa kau nikahi, tapi jangan sampai jatuh cinta dengan mereka."

"Memangnya kenapa, Tante? Kau sendiri pun belum menikah sampai sekarang." Herlin merasa kebingungan, ia terlihat polos.

"Karena rasa cintaku sudah terkubur dengan penolakan yang terlalu membuatku menderita, Herlin. Tetapi lebih baik, kau tidak perlu tahu masa laluku bersama dengan Aland dan Benny, begitupun dengan Arabella yang sudah pergi meninggalkan mereka," batin Rere.

"Kau tidak perlu tahu itu, Herlin. Namun sejalan dengan hidupmu sendiri, kau akan mengerti jika pernikahan tidaklah semudah yang kau pikirkan. Apalagi aku sudah melihat banyak pernikahan yang membuat kehancuran untuk seorang wanita. Sekarang lebih baik kita fokuskan dengan masalahmu, ya?"

"Baik, Tante. Tapi, bisakah aku minta satu syarat darimu sebelum aku membuat pilihanku sendiri?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!