Bab 5 Bertemu Bu Nuri

Suasana desa menjadi berubah setelah kematian Bu Nuri secara tiba-tiba. Menurut perkiraan tim medis dari Rumah Sakit kemarin, Bu Nuri sudah meninggal sejak tiga atau lima hari yang lalu. Terlihat dari kulitnya yang sudah membiru ditambah beberapa luka menganga akibat di gerogoti binatang melata pemakan bangkai.

"Nduk, sumpah, kemarinnya sore itu aku masih lihat Bu Nuri jemur baju lo di atas. Tapi ya gitu, memang sudah agak aneh gelagatnya." ucap Budhe Sumi saat bercerita dengan Ibu di teras rumah. Aku yang sedang baru saja tiba di rumah sepulang sekolah memilih untuk langsung masuk tanpa meladeni cerita Budhe Sumi. Selain aku takut, rasanya tak pantas jika orang yang sudah meninggal masih saja jadi bahan perbincangan.

"Berarti kalau Mbakyu lihat Bu Nuri kemarinnya sore, itu artinya Bu Nuri baru meninggal malam harinya?" Ibu memperjelas apa yang Budhe Sumi lihat.

"Ih, kamu itu bagaimana Dik Tri. Kalau baru mati malam hari, tidak mungkin saat di temukan sudah membusuk begitu. Apalagi bau bangkainya tercium sampai mana-mana." Budhe Sumi tampak kesal dengan pertanyaan Ibu.

"Iya, saya paham, Mbakyu. Tapi ya sudahlah, yang di ceritakan orangnya sudah meninggal. Tidak baik kita mengungkit-ungkit semasa hidupnya. Alangkah lebih baik jika kita mendoakannya saja." ucap Ibu berusaha meredam kejengkelan Budhe Sumi.

"Kemarin katanya juga Pakdhe Mitro pas keliling menjajakan bakso karena belum habis, masih sempat melihat Bu Nuri di depan gang. Pas di sapa, katanya gerah didalam rumah. Padahal kan rumahnya ber AC." tiba-tiba saja Mira ikut menyahut obrolan Ibu dan Budhe Sumi.

"Mira." Ibu melotot ke arah Mira. Aku tahu. Ibu tak suka jika kami anak kecil ikut campur obrolan orang dewasa.

"Nah, bener toh, Dik Tri. Berarti nggak cuma aku yang lihat Bu Nuri sebelum dia di temukan mati." Budhe Sumi dengan nada berapi-api kembali membahas Bu Nuri yang menampakkan diri sebelum di temukan meninggal di rumahnya oleh warga sekitar. Ibu menghela nafas panjang, melirik ke arah Mira dan meminta Mira untuk segera mengganti baju seragam sekolah dengan baju rumah.

"Dik Tri, apa mungkin arwah Bu Nuri akan gentayangan dan mengganggu kita, ya?"

Aku bergidik ngeri membayangkan ucapan Budhe Sumi jika saja benar adanya. Mengingat teror yang semalam ku alami, dan juga Mira yang di temui oleh Bu Nur di kamar mandi, membuat nyaliku terasa ciut mengingat itu bisa saja terjadi setiap hari mulai saat ini.

"Bu, masak apa?" aku mencoba mengalihkan pembicaraan Budhe Sumi berharap beliau berhenti membahas penampakan arwah Bu Nuri.

"Ada bacem tempe sama tumis kangkung di meja, Nduk."

Bergegas aku bangkit dan menuju dapur untuk makan siang.

Srreeesseeeettt....

Aku menghentikan aktifitas makanku. Meletakkan sendok perlahan di atas piring. Mencoba mengatur nafas dan detak jantung yang mulai berpacu cepat.

"Bu." ku panggil Ibu yang tiba-tiba saja tak ada lagi suaranya di depan.

Hawa dingin menelusup, membuat tengkuk leher tiba-tiba meremang. Hembusan nafas terasa meniup tengkuk leher. Aroma busuk yang sempat ku kenal sebelumnya menyeruak, menembus indra penciumanku. Membuat makanan yang baru saja ku telan beberapa sendok itu terdesak memaksa untuk segera di keluarkan.

Aku menahan mual dengan menutup mulut dengan telapak tangan kuat-kuat. Hembusan nafas di tengkuk leher masih berasa, aku memilih untuk memejamkan mata. Kini hembusan itu berpindah ke wajah. Aroma busuk bangkai semakin kuat tercium. Aku mencoba untuk menahan nafas.

"Ibuuuu..." aku berteriak. Berlari mencari Ibu yang entah kini ada di mana.

"Ada apa, Mbak?" Mira muncul dari kamar. Menghadang aku yang berlari ketakutan. Aku berhenti, menunjuk ke arah ruang makan yang berdekatan dengan dapur. Mira hendak ke belakang, namun tangannya ku cekal. Aku menahannya untuk tak melihat kebelakang.

"Ada apa, Mbak?" kembali Mira bertanya. Sedangkan aku hanya tergagap, masih syok dengan apa yang ku lihat baru saja.

"Mbak, tenang. Mbak Ayu lihat Bu Nuri lagi?" aku menatap tajam pada Mira, adikku itu. Dia bisa langsung tahu apa yang terjadi padaku baru saja.

"I-iya." jawabku tergagap sambil mengangguk-anggukan kepala.

Mira menarik tanganku keluar. Mengajakku ke rumah Budhe Narti. Di sana ada Ibu dan juga Budhe Sumi.

"Ayu, kenapa?" Ibu terlihat cemas saat melihat wajahku yang ketakutan.

"Mbakmu kenapa, Mir?" Ibu menanyakan pada Mira karena aku tak kunjung memberikan jawaban.

"Mbak Ayu di tungguin sama Bu Nuri, Bu." jawab Ayu, spontan aku memukul lengan tangannya dengan keras.

"Aduh, sakit, Mbak." Mira meringis kesakitan.

"Piye? Nandi?" Budhe Narti langsung berdiri, entah mau kabur atau mau melihat Bu Nuri yang sudah berubah menjadi sosok yang menakutkan bagi siapa saja yang ditemuinya.

"Di-di dapur, Budhe." kali ini aku yang menjawab. Ibu terdiam, entah apa yang di pikirkan beliau. Wajahnya pias, pandangannya kosong, entah apa yang Ibu pikirkan.

"Sudah, sudah. Ayo kalian pulang, lanjutkan makannya, ya." Ibu menggandeng tanganku yang masih gemetar. Sedangkan Mira tampak biasa saja.

"Mbak, Mbak Ayu melihat jelas wajah Bu Nuri?" tanya Mira saat berjalan pulang.

"Mira." panggil Ibu berharap Mira tak membahas soal abu Nuri saat ini. Sedangkan Mira hanya tertawa nyengir.

"Mbak, kemarin sore malah aku di keramasin sama Bu Nuri." kembali Mira berceloteh, tanpa mengindahkan Ibu yang sudah melotot ke arahnya.

"Mira." kini suara Ibu mulai meninggi, Ibu terlihat gemas dengan tingkah Mira yang tak mengindahkan ucapan Ibu. Aku hanya tertawa cekikikan melihat Mira yang siap-siap akan mendapat omelan Ibu sesampai di rumah nanti.

"Mira serius, Bu. Kemarin sore pas Mira keramas, tiba-tiba ada Bu Nuri di depan wajah Mira saat Mira selesai membilas shampo di rambut." ucap Mira berhasil membuatku bungkam. Ibu pun tampak terdiam mendengar cerita Mira.

"Terus kamu teriak? apa langsung lari keluar?" tanyaku penasaran.

"Ya enggaklah, Mbak. Aku tetep lanjutin saja mandinya, kan belum selesai." jawab Mira enteng.

"Kamu nggak takut, Mir?" aku semakin heran di buatnya. Terbuat dari apa mental adikku itu, bisa-bisanya dia masih melanjutkan mandinya sedangkan sosok wanita yang baru saja mati membusuk itu ada di hadapannya.

"Ya, takut, Mbak. Tapi masa iya aku harus lari keluar begitu saja." jawabnya. Ibu tak lagi melarang Mira bercerita, Ibu juga tak menanggapi cerita Mira.

"Sudah, cepat masuk. Makannya di lanjutin." Ibu meminta kami untuk segera masuk.

"Bu, Ayu takut." aku menggenggam kuat tangan Ibu.

"Ada Mira. Sana masuklah."

Mira menarik tanganku.

"Ayo, Mbak. Aku juga lapar." ajaknya yang mau tak mau harus ku ikuti.

Ku letakkan piring yang masih berisi nasi bekas makanku tadi di wastafel. Ku ambil piring baru, dan mengambil nasi serta lauk baru.

"Loh, kenapa ambil lagi, Mbak? Yang tadi saja masih ada." Mira menatapku heran.

"Nggak apa-apa. Siapa tahu yang itu tadi sudah di cicipin sama Bu Nuri." ucapku sambil cengengesan.

"Hahahaha..." Mira tertawa terbahak-bahak mendengar jawabanku.

Terpopuler

Comments

Isnaaja

Isnaaja

santuy banget ya jawabnya /Facepalm/

2024-03-18

0

🥰Siti Hindun

🥰Siti Hindun

Mira hebat jg,mskipun mngaku takut tp msih mmpu mnyikapi keadaan..

2023-10-22

1

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

Mira the best looh.. 😘

2023-05-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!