"Ini perangmu, bukan perangku. Aku hanya akan menjadi pelatihmu saja," tegasnya.
“Pasti akan memakan waktu lama.” Akhirnya wanita itu bicara setelah sekian lama berpikir.
“Dia pasti merasa lega karena mengira aku sudah mati!” desisnya geram.
Falcon menggeleng. “Justru ini akan sangat bagus. Dia tak akan menduga kalau kau ternyata masih hidup dan datang untuk mencabut nyawanya. Biarkan dia lengah dan menduga semua sudah sesuai dengan rencananya,” jelas Falcon.
Sebuah senyuman lebar yang mengerikan, tergurat di wajah cantik wanita yang sekarang penuh dengan kebencian. “Kau benar. Aku bersedia berlatih denganmu!” katanya penuh semangat.
“Bagus! Jadi jangan banyak mengeluh setelah ini!” Falcon mengangkat ibu jarinya dan ditunjukkan pada Jean. Raut kepuasan terlihat samar di garis wajahnya yang tegas.
“Sekarang, kurasa kau lebih baik mengganti nama. Nama yang mencerminkan dirimu yang baru. Penuh tekad, kuat, dan akan membayangi hidupnya dengan pembalasan yang kejam! Nama yang akan membuat siapapun bergidik ngeri!” saran Falcon lagi.
Sambil berbaring, Jean memikirkan nama yang mungkin cocok untuk identitasnya yang baru. “Shadow! Aku akan gunakan nama itu mulai sekarang. Jean yang lemah sudah mati di laut!” ujarnya setelah beberapa saat.
Falcon mengangguk setuju. “Nama yang bagus. Kuat dan misterius.”
Shadow merasa optimis. Dia sangat bersemangat dan percaya bahwa suatu hari nanti dia akan kembali ke kediaman besar itu dan merebut putranya, serta membalaskan dendam pada Hugo.
“Tak ada ampunan untukmu, Tuan Hugo von Amstel! Kau harus membayar setiap rasa sakit yang kualami!” sumpahnya.
Kilat menyambar-nyambar, seakan jadi pertanda bahwa sumpahnya di terima langit.
“Aku menyukai semangatmu. Semoga besok lusa kau tetap punya semangat baja!” Pria itu menghirup minumannya dan bersandar di sofa dengan santai.
Dahi Shadow mengernyit. Dia merasa kalau Falcon tidak mempercayai tekadnya. Hal itu membuatnya makin bersemangat dan membulatkan tekad.
“Aku bersedia menerima pelatihan apapun, asalkan bisa membuatku kembali ke sana untuk membunuhnya!” katanya geram.
“Aku terima tantanganmu!”
Falcon menyahuti dengan cepat. Pria itu berdiri dan menuju ke satu lemari.
“Aku akan pergi untuk beberapa waktu. Hal ini sudah kutunda sejak lama karena harus merawatmu. Sekarang kau sudah sadar. Jadi kau bisa mulai merawat diri sendiri.”
Shadow terdiam. Tak mengira pria itu akan langsung pergi meninggalkannya disaat dia baru saja sadar dari tidur panjang. “Kau mau pergi?” Matanya yang sehijau zamrud membulat lebar, tak percaya.
“Ya!" tegasnya.
"Dengan tekadmu itu, aku yakin kau mampu mengurus dirimu sendiri. Di kotak itu ada sedikit persediaan makanan. Kau bisa menggunakannya,” ujar Falcon sambil memasukkan beberapa barang ke dalam tas hitam besar.
“Saat kembali nanti, aku akan membawa persediaan baru.”
Shadow melihat Falcon menyelipkan sebuah pistol hitam ke balik punggung, kemudian menutupnya dengan jaket. Dia juga pernah melihat pengawal kediaman Hugo melakukan itu.
“Masih ada makanan di dekat perapian. Kau tak perlu disuapi lagi. Jadi makanlah! Aku pergi!” Pria itu melangkah ke pintu rumah kayu yang mereka tempati.
“Berapa lama kau pergi?” tanya Shadow mulai putus asa.
“Beberapa minggu hingga satu bulan,” sahut Falcon sebelum menghilang di balik daun pintu yang kembali tertutup rapat.
Shadow terdiam. Di luar, suara rintik hujan mulai jatuh. Udara menjadi sedikit dingin. Akan tetapi, perapian yang menyala mampu mengusir gigil dari tubuhnya.
Lama dia terdiam di tempat, tak tahu harus melakukan apa. Dia sudah mencoba menggerakkan badan untuk bangun. Namun rasa sakit yang amat sangat, membuat air matanya menggenang dan menghentikan semua upayanya.
“Kenapa aku tadi begitu sombong? Kalau saja aku tidak terlalu banyak bicara, dia mungkin tidak akan buru-buru pergi. Apapun itu, dia pasti bisa menundanya, setelah menunda selama tujuh bulan untuk merawatku.”
Shadow mulai menyesali diri karena terlalu banyak bicara. Namun, menyesal juga tak ada gunanya. Dia harus bisa bangun dari tempat tidur sekarang, atau akan kelaparan.
Dengan beringsut, digerakkannya kaki ke tepi tempat tidur. Tapi dirinya tertegun. Kaki kanannya terasa kaku untuk digerakkan.
“Apa yang terjadi pada kakiku?” gumamnya.
Karena rasa khawatir dan penasaran, Shadow melengkungkan tubuhnya sedikit, sebelum berhenti akibat deraan rasa sakit yang tak terkira.
“Aduh ….” Suara rintihannya tertelan gemericik air di atap. Bayangan senyum Moreno yang polos dan lucu, merebakkan air mata yang semula menggenang.
Suara lirihnya terdengar. “Mama merindukanmu sayang ….”
Tak lama bayangan wajah bayi itu berubah jadi tekad, seakan memanggilnya. “Mama akan datang menjemputmu!”
Segera tubuh lemah tak berdaya itu kembali digerakkan. Shadow ingin melihat apa yang terjadi pada kakinya. Setelah upaya keras yang menyakitkan, Tubuhnya dapat dimiringkan untuk melihat keadaan kaki kanannya. Matanya membesar melihat dari lutut ke bawah, kaki itu dibebat dengan kayu dan kain yang tebal.
“Apakah kakiku patah saat jatuh itu?” pikirnya sedih. “Bagaimana mau membalas dendam kalau berdiri saja tak bisa. Ayo bangkit Shadow! Kau harus kuat!” ujarnya pada diri sendiri.
Dengan usaha sangat keras dam jatuh berkali-kali, serta mengabaikan rasa sakit yang mendera, Shadow berhasil duduk. Peluhnya mengucur deras di udara yang dingin. Wajahnya memerah menahankan kesakitan yang amat sangat.
Untuk sementara dia hanya duduk dan mengatur napas yang tersengal-sengal. Tubuh yang tertidur selama tujuh bulan itu seakan terkejut dipaksa bergerak. Detak jantungnya jadi lebih cepat dan napas tersengal seperti habis berlari. Pada hal dia hanya berusaha untuk bisa duduk di tempat tidur.
Penderitaan makin bertambah ketika suara perutnya yang kosong terdengar. Dengan memejamkan mata, Shadow kembali mengumpulkan semangat. Dia harus bisa jalan ke perapian dan mengambil mangkuk makanan yang ditinggalkan Falcon. Perutnya sudah sangat lapar.
“Aku pasti bisa. Harus bisa!” ujarnya sambal menggertakkan gigi.
Butuh satu jam lebih usaha keras disertai drama jatuh dari tempat tidur ke lantai, dia tak peduli. Dengan beringsut-ingsut di lantai kayu yang kotor, Shadow berhasil mencapai perapian. Tangan gemetarnya mengarah ke perapian untuk menjangkau mangkuk yang letaknya sedikit lebih tinggi dari posisi duduk.
“Ouch!”
Jarinya otomatis menjauhi mangkuk yang ternyata sangat panas itu. Sekarang matanya nanar mencari sesuatu untuk melapisi tangan agar tidak melepuh karena luka bakar.
Hari mulai rembang petang. Suasana remang di luar mempengaruhi pencahayaan di dalam rumah. Membuatnya makin kesulitan untuk mencari kain atau apapun di sana.
Hingga matanya tertumbuk pada meja tinggi di sudut ruangan. Ada beberapa mangkuk tersusun di sana. Tampaknya itu adalah meja untuk peralatan dapur. Ada sebuah napkin tergantung di atas meja itu. Harusnya, itulah yang digunakan Falcon untuk melapisi tangan saat mengangkat mangkuk panas.
“Bagaimana cara mengambilnya?” Kedua bahunya jatuh. Lesu dan keputus asaan mulai menghinggapi.
“Sialan kau Hugo! Kau yang membuatku seperti ini!” teriaknya marah.
*******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
🍁мαнєѕ💃🆂🅾🅿🅰🅴❣️
kasihan amat
2024-02-19
1
Kustri
semangat shadow
2023-10-14
1