Sekitar pukul sepuluh malam, Um ku, adik dari Ayah yang tinggal di kota lain tiba di Rumah Sakit,
Ia datang dengan naik motor dan tak peduli hujan turun deras di sepanjang perjalanan,
Karena aku sudah sangat lelah, aku pun meminta tolong pada Um ku untuk menjaga Ayah sampai besok pagi dan akan bergantian denganku berserta adik perempuan ku yang saat itu masih dalam perjalanan juga dari luar kota,
"Tapi keadaan Ayah gimana?"
Tanya Um ku sambil mengelap sisa air hujan dari tangannya, lalu duduk di dekatku,
"Baik, Ayah sudah lebih baik dari pertama tadi aku larikan ke sini,"
Jawab ku, Um tampak mantuk-mantuk,
"Ya syukurlah, kalau begitu kamu istirahat saja tidak apa, biar Um yang jaga di sini,"
Kata Um berbaik hati, aku pun mengangguk,
"Tadi sepanjang perjalanan isteri Ayah mu menelfon terus,"
Kata Um lagi, saat aku mulai memakai jaket karena bersiap pulang, bersamaan dengan itu Vino datang membawa satu kresek penuh obat untuk dibawa ke dalam ruangan ICU,
"Telfon gimana? Nanyain Um sudah sampai?"
Tanyaku, um ku menggeleng,
"Oh tanya keadaan Ayah?"
Tanyaku pula, dan Um menggeleng lagi,
"Dia memintaku ke rumah saja, katanya tidak usah ke Rumah Sakit, di Rumah Sakit sudah ada anak-anaknya biar saja mereka yang menunggui Ayahnya,"
Mendengar penuturan Um ku aku jelas terhenyak,
Bagaimana bisa ada seorang isteri yang bukannya khawatir dengan kondisi suaminya yang sempat berjuang untuk tetap bertahan hidup melewati masa kritis,
Bagaimana bisa dengan teganya meminta adik suaminya lebih baik datang ke rumah daripada menunggui sang kakak yang tengah terbaring lemah?
Apa dia tidak waras? Atau apa?
Aku sungguh kehabisan kata untuk bicara,
"Tapi aku tidak peduli, aku ke sini sampai hujan-hujanan sepanjang jalan dan tak peduli kondisiku juga sedang tak begitu sehat adalah untuk kakak ku,"
Ujar Um ku,
Aku terharu dan lega mendengar kata Um ku, jelas aku tahu betul jika Ayah adalah seorang kakak yang sangat dekat dengan adik-adiknya,
Sebagai kakak sulung, Ayah telah menggantikan peran orangtua sekian lama untuk saudara-saudaranya, tak heran jika mereka sangat menyayangi Ayah,
Buat Ayah, adik-adiknya adalah sama seperti anak, yang selalu ingin ia lindungi, ingin ia jaga, ingin ia bahagiakan,
"Sudah malam, kamu istirahatlah, tidak apa-apa biar kamu jangan sampai sakit juga,"
Kata Um kemudian padaku,
Aku pun mengangguk, aku lantas mengajak suamiku untuk pulang duluan, sedangkan adik laki-lakiku, Vino yang baru menyerahkan obat ke ruang ICU menetap bersama Um sampai nanti adik Perempuanku sampai di stasiun,
Keluar dari Rumah Sakit, hujan sudah mulai reda, hanya anginnya yang basah dan lembab, serta sisa gerimis tipis saja yang menyambut ku,
Aku dan suami berboncengan motor menuju pulang, yang kemudian di sepanjang jalan aku terus memikirkan cerita Um tentang isteri Ayah yang seolah sama sekali tak khawatir dengan kondisi Ayah,
Ya kondisi Ayah, yang padahal saat aku temukan di rumah sudah dalam kondisi tak berdaya sama sekali,
Tubuh lemas, nafas sudah sangat berat, dan sudah mengalami penurunan kesadaran,
Bukan hanya itu yang membuatku merasa hancur, tapi kondisi Ayah yang seperti tidak terawat,
Baju yang lusuh dan dibiarkan tetap menempel di tubuhnya meski sudah basah oleh keringat,
Bagian bawah yang hanya ditutup sarung hingga saat akan dibawa harus sibuk memakaikan sarungnya lebih dulu,
Belum lagi, tubuh Ayah yang saat di ruang IGD terus menerus berkeringat hingga suamiku harus terus mengelap keringat dan baru kusadari tubuh Ayah kotor sekali seperti beberapa hari tidak di mandikan,
Sakit, sangat sakit hatiku melihat kondisi Ayah ku yang seolah disia-siakan,
Sakit hatiku, melihat kondisi Ayah yang seperti dibiarkan sakit parah tanpa ada inisiatif dilarikan ke Rumah Sakit sama sekali,
Aku benar-benar hancur, dan makin hancur saat mendengar penjelasan dokter jantung yang menyebutkan kondisi Ayah benar-tidak baik, yang aku bayangkan, andai Ayah telat sebentar saja aku bawa ke Rumah Sakit, mungkin Ayah tidak tertolong,
Sampai di rumah aku kemudian di rebuskan air panas oleh suami, disuruhnya aku mandi, lalu sholat Isya dan dibuatkan teh hangat,
Dia tahu aku menangis sepanjang jalan, tapi ia tak bertanya apapun selain mengusap kepalaku dan bilang aku harus sabar serta kuat hingga akhir,
Malam itu aku menurut apa kata suami, aku mandi air hangat, aku minum teh hangat, sholat lalu tidur hingga waktu sahur tiba,
Saat sahur, aku bangun dan suamiku memberitahu kalau ada pesan masuk ke hp ku,
Cepat aku buka dan aku lihat adik perempuan ku mengabarkan jika ia telah sampai sekitar hampir setengah dua dini hari,
Karena hujan turun lagi, ia akhirnya memutuskan untuk ke Rumah Sakit setelah sholat subuh saja,
Ia tidur di rumah Vino, adik laki-lakiku yang memang memutuskan untuk tinggal di kontrakan karena beberapa masalah besar dengan isteri Ayah,
Aku nanti nyusul jam delapan pagi, aku ijin ngantor tidak apa.
Tulis ku membalas pesan adik Perempuanku,
"Citra sudah sampai?"
Tanya Suamiku sambil membawakan telor mata sapi dan mie instan goreng untukku makan sahur,
"Iya, dia sudah sampai dan akan ke Rumah Sakit bergantian jaga dengan Um, nanti aku diantar ke Rumah Sakit lagi, aku ijin ngantor hari ini,"
Kata ku,
Suamiku pun mengangguk mengiyakan,
"Tentu saja, aku juga akan menemani,"
Jawabnya,
"Tidak usah, biar aku sama Citra saja, di rumah nanti Um mau ikut istirahat, temani dia saja, takutnya dia butuh sesuatu nanti bingung karena belum biasa menginap di sini,"
Suami ku pun mengangguk,
"Ya baiklah,"
Jawabnya,
Setelah itu kami pun menyantap sahur seadaanya, sambil bercerita tentang keadaan Ayah yang di rumah sebetulnya sama sekali tak dirawat dengan baik,
Ayah yang selama ini seperti diperlakukan seperti ATM berjalan, yang hanya diperas keringatnya untuk menghasilkan uang entah demi apa,
Ayah yang makannya tidak dipentingkan, tempat istirahatnya tidak dipentingkan, apa yang ia sukai seperti sering bertemu adik-adiknya dibatasi, bertemu tetangga ikut mengobrol dibatasi,
Ayah begitu lama seperti terpenjara dalam kekuasaan istrinya, dijauhkan dari anak-anak dan saudaranya,
"Ini terlalu menyedihkan, aku rasanya ingin mengamuk karena terlalu sedih bercampur marah,"
Kataku makan sahur sambil menangis, sementara tangan memotong telor mata sapi dengan garpu dan sendok makan, meluapkan sedikit emosi yang membuat dadaku sesak,
Apa yang kau lihat dari perempuan yang menjadi isteri mu saat ini Ayah? Apa? Apa? Batinku gemas.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Esti Restianti
kak Cilaa..... ini cerita buatku kembali ke masalalu,persis seperti cerita alm kakek dr mama,ceritanya persis banget,ya Allah😭
2023-04-05
1
Marifatul ilmiyah
aku yakin ayah LG nyembunyikan sesuatu terutama gak mau bikin anak2nya khawatir
2023-04-05
1
Ela Jutek
nurut amat sih Yah, kena pelet atau apa sih ikut nyesek dah
2023-04-05
1