“Uughh.... Dimana ini?” ucap Lucius dengan kesadaran yang sedikit demi sedikit mulai kembali pada dirinya.
Ia mulai melihat di sekitarnya hanya ada kegelapan. Suasananya juga terasa begitu lembab, dan tempat dimana dirinya tergeletak terasa begitu keras.
“Sialan.... Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini?” tanya Lucius sekali lagi pada dirinya sendiri. Tentu saja, tak ada seorang pun yang menjawabnya.
Hanya sebuah kesunyian serta sesekali tetesan air yang mengenai tanah di goa ini.
‘Tik! Tik!’
“Ignite.” ucap Lucius singkat sambil menjentikkan jari di tangan kanannya.
Sebuah bola api kecil muncul di ujung jarinya. Menjadi penerang di tengah gelapnya goa ini.
Di sekitarnya, 4 buah lorong bebatuan yang masing-masing memiliki ukuran serupa. Dengan pikiran yang masih belum pulih sepenuhnya, Lucius hanya bisa memilih salah satu dari keempat lorong yang ada di dekatnya.
Berharap salah satunya akan menuntunnya pada jalan keluar.
Langkah demi langkah Lucius lalui di tengah gelap dan sunyi nya goa ini. Entah berapa lama dirinya berjalan. Tapi apa yang ditemukannya hanyalah jalanan yang semakin sempit dan lembab.
Tak lama kemudian....
“I-ini?! Tanda ini?! Ke-kenapa ada di sini?! Jangan katakan....”
Apa yang dilihat oleh Lucius di tengah goa yang gelap ini, adalah sebuah penanda terror yang mengerikan.
Yaitu sebuah tombak kayu yang pada ujungnya tertancap sebuah tengkorak manusia. Pada bagian belakang tengkorak tersebut terdapat bendera hitam yang robek dan lusuh.
“Jangan katakan.... Sarang Goblin?! Ti-tidak mungkin.... Tapi kenapa aku ada disini?”
Pada saat mempertanyakan hal itu, ingatannya sesaat sebelum dirinya tak sadarkan diri mulai kembali. Yaitu penampakan sekelompok orang dan rasa sakit di kepalanya.
Dengan pecahan ingatan itu, Lucius akhirnya paham apa yang terjadi padanya.
“Edward?! Tapi kenapa?! Kenapa dia sampai sejauh ini....”
“KRAAAAAKK!”
‘Deg! Deg!’
Jantung Lucius terasa seakan segera meledak saat mendengar teriakan mengerikan itu.
Selama pelajarannya di akademi, serta kehidupannya di pedesaan, dirinya tahu dengan sangat baik sumber dari teriakan itu.
Tanpa ragu, Lucius segera berlari. Kini menuju ke arah sebaliknya dimana dirinya sadarkan diri.
‘Jika ini semua perbuatan Edward, pastinya dia takkan masuk terlalu dalam di goa ini. Dengan kata lain, tempat aku sadarkan diri sebelumnya seharusnya cukup dekat dengan pintu keluar!’ pikir Lucius dalam hatinya.
Baru saja beberapa saat Lucius berlari, kini dari arah di depannya terdengar suara gesekan logam. Bersamaan dengan itu, pembicaraan dengan bahasa yang tak bisa dipahaminya dapat didengar.
‘Sreeeett.... Klaaangg! Klaaangg!!’
“Karakh tharr Dur?”
“Durr gath varash.”
“Gahh, gath varr un terra.”
Dari balik kegelapan itu, terlihat sekelompok makhluk yang menyerupai manusia kerdil dengan tinggi sekitar 1.2 meter. Tubuhnya memiliki kulit hijau gelap dengan cakar panjang di setiap jari jemarinya.
Mereka mengenakan pakaian kain sederhana yang telah robek di berbagai bagian. Termasuk juga zirah kulit ringan dan senjata ala kadarnya.
Tapi lebih dari itu, terdapat sesuatu yang menyita perhatian Lucius.
Yaitu salah seekor Goblin itu terlihat menyeret kepala seorang gadis. Rambut coklat panjang gadis itu terlihat berlumuran dengan darah. Sedangkan tubuhnya sendiri tak lagi berdaya.
‘Srruuggg!!!’
Tanpa berpikir panjang, Lucius segera menyembunyikan dirinya di balik bebatuan. Ia juga langsung mematikan sihir api yang digunakannya untuk menerangi tempat ini.
‘Sialan! Sialan!! Sialan!!! Dia benar-benar berniat untuk membunuhku?! Tapi kenapa? Kenapa?! Apa yang telah ku lakukan pada Edward dan keluarganya?! Kenapa?!’
Kekesalan dan keputusasaan mulai menyelimuti sekujur tubuhnya.
Dan tiba-tiba....
‘JLEEEBBBB!!!’
Sebuah tombak kayu menancap tepat di bahu kiri Lucius. Menembus kulit dan dagingnya dengan begitu mudahnya.
"Arrrghhh!!!" teriak Lucius kesakitan. Tangan kanannya sambil memegangi tombak kayu yang menancap di bahunya itu. Air mata mulai bercucuran karena rasa sakit yang dirasakannya.
"Karrgh! Varak durr!" ucap salah seekor Goblin itu pada temannya. Tak berselang lama, rekannya pun datang dan memberikan bantuan untuknya.
'Jleebbb!!! Zraaaashhh!!'
"Aaaaarrrrgghhhh!!!"
Rasa sakit kembali muncul. Kali ini akibat tusukan dan tebasan sebuah pedang tua di tangan Goblin itu. Melukai kedua kaki Lucius cukup parah.
Segera setelah itu, dua ekor Goblin mulai menarik kedua tangan Lucius. Menyeret tubuhnya di atas tanah, sama seperti gadis yang sebelumnya dilihatnya.
'Apa yang akan terjadi padaku? Kenapa.... Kenapa harus seperti ini? Aku.... Aku bahkan belum tahu bagaimana kabar keluarga ku.... Tapi kini....' pikir Lucius dalam hatinya dengan emosi yang campur aduk.
Rasa benci, kecewa, putus asa, juga amarah.
Tanpa sedikit pun kekuatan untuk melawan, Lucius hanya bisa terdiam menuruti apapun yang dilakukan para Goblin itu padanya.
Sedangkan darah di tubuhnya terus menerus mengalir di sepanjang jalanan goa gelap ini.
...........
Sementara itu di tempat yang sedikit jauh dari goa....
"Tu-Tuan Edward? Bukankah ini sudah cukup lama? Ha-hari juga sudah mulai gelap bukan?" tanya salah satu pengikut Edward.
"Jika Lucius dalam bahaya, bukankah itu akan cukup gawat bagi kita?" tanya pengikut yang lain.
Perkataan keduanya memang benar.
Selama berada di bawah naungan akademi, seluruh murid mendapat jaminan pembelajaran dan perlindungan yang layak.
Dan jika terdapat seorang murid yang terluka, atau bahkan mati, maka akademi akan bertanggung jawab sepenuhnya.
Termasuk menghukum pelaku yang menyebabkan hal tersebut.
"Diamlah! Sekalipun dari kalangan rakyat jelata, dia juga murid akademi Damacia kan?! Tak mungkin dia akan mati begitu saja!" balas Edward kesal.
Semua orang pun terdiam. Tergambar dengan sangat jelas di wajah mereka bahwa semuanya khawatir atas keselamatan Lucius.
Setelah memikirkannya sejenak, Edward akhirnya luluh.
"Baiklah, akan ku turuti mau kalian. Aku yakin dia baik-baik saja di dalam sana." lanjut Edward yang mulai melangkahkan kakinya.
Akhirnya, kelompok Edward pun berjalan ke arah goa tersebut. Goa kecil di tengah hutan dimana mereka melemparkan Lucius kedalam.
"Luminus." ucap beberapa orang di kelompok Edward itu. Seketika, bola cahaya yang indah muncul di telapak tangan kanan mereka. Menerangi gelapnya goa ini.
Langkah demi langkah mereka lalui dengan perasaan santai. Tak ada rasa takut ataupun khawatir bagi mereka.
Lagipula, goa ini hanyalah goa biasa yang tak di huni oleh monster. Tak ada bahaya sedikit pun di dalamnya. Jika pun ada, itu hanyalah kemungkinan untuk tersesat di dalamnya.
Tentu saja....
Itu hanyalah anggapan mereka belaka dengan dasar dari berbagai rumor di kota.
Dan semua itu, seketika runtuh setelah mereka menemukan jejak darah di tanah.
"Tu-Tuan Edward?! I-ini kan?!"
Kedua mata Edward terbuka lebar. Bahkan bulu kuduknya seketika berdiri setelah menyadari apa yang ada di depan matanya.
"Kalian.... Sebelumnya tak ada jejak darah ini kan?" tanya Edward panik.
"Iya, sebelumnya sama sekali tak ada yang seperti ini...."
'Srriiingg!!!'
Dengan sigap, Edward segera menarik bilah pedang di pinggang kirinya. Mempersiapkan dirinya atas kemungkinan yang terburuk.
"Persiapkan diri kalian. Aku tak tahu apa yang menanti kita tapi.... Jika darah ini benar-benar milik Lucius...."
'Deg! Deg!'
Jantung mereka semua berdebar kencang. Rasa takut mulai memenuhi diri mereka di tengah gelap dan suramnya goa ini.
Dengan keberanian yang mereka paksakan, keenam orang itu pun menyusuri goa yang gelap ini. Mengikuti jejak darah yang ada di tanah.
'Lucius.... Jangan mati semudah itu.... Akan buruk bagiku jika kau mati....' pikir Edward dalam hatinya. Berharap agar Lucius baik-baik saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Nezuko caaan
Wow ratatui.
2023-12-11
0
John Singgih
nah mikir dulu baru berbuat, jangan berbuat dulu baru berpikir, macam Edward aja
2023-07-12
0
『Gres Ier』
Nah lho Edward
2023-04-02
3