Aku tahu satu hal yang pasti, di mana dalam setiap pertemuan pasti ada titik akhir sebuah perpisahan. Entah itu jarak atau... kematian.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Maya merebahkan tubuhnya di atas kasur, dengan napas yang dihembuskan secara berat, gadis itu kembali memikirkan tentang apa yang dikatakan Bapaknya. Bukan hal yang mudah bukan, buat anak remaja itu memutuskan sebuah hubungan setelah sekian lama terjalin?
Hal sama juga dirasakan penulis saat remaja dulu. Wkwkwk
‘Aku tahu satu hal yang pasti, di mana dalam setiap pertemuan pasti ada titik akhir sebuah perpisahan. Entah itu jarak atau... kematian. Tapi, aku ingin mengakhiri hubungan aku dengan Keinandra hanya dengan kematian. Di mana maut lah yang akan memisahkan kita nanti.’ Monolog Maya.
Maya tidak ingin mengambil pusing masalah itu. Dan untuk meredam kepenatan yang ada, ia mengambil air wudhu lalu melakukan sholat isya'. Setelahnya Maya meraih tas sekolah berwarna hitam miliknya yang ada di atas kursi. Sebuah buku mata pelajaran matematika dan fisika ia keluarkan dan mempelajarinya.
Ya, walaupun Maya tidak bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tapi, bukan berarti Maya akan bermalas-malasan dalam belajar. Siapa tahu saja dengan nilai baik Maya bisa mencari pekerjaan dengan mudah.
“Huaammm! Ngantuk banget,” ujar Maya.
Maya menutup bukunya, lalu melepaskan rasa kantuknya dengan tidur. Membangun mimpi di alam mimpi, hal itu yang sering dilakukan Maya saat pikirannya merasa lelah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Selamat pagi, sayang.”
Pesan masuk telah terkirim ke ponsel Maya. Maya yang sudah bersiap hendak ke sekolah, sejenak meraih ponsel yang masih tergeletak di atas nakas.
“Pagi juga, sayang.” Pesan pun telah terkirim sebagai balasan.
Dua remaja itu memang tengah dimabuk asmara, bahkan bisa sebucin itu. Dan mereka juga bisa dibilang pasangan yang serasi, karena yang laki-laki tampan, berprestasi dan juga... jago main basket. Begitu juga dengan Maya, cantik, berprestasi dan jago... musik.
“May, boleh aku jemput ke rumah kamu?” tanya Keinandra dari seberang.
Pesan yang terkirim sudah centang hijau, tetapi Keinandra masih belum mendapatkan balasan dari Maya. Dan dengan setianya Keinandra terus menunggu balasan dari Maya. Keinandra jiga berharap jika Maya akan membalas dan mengatakan kata iya, tapi sayangnya itu tidak terjadi.
“Sorry, Kei. Bukannya aku menolak tawaran kamu, tapi aku tidak enak saja sama Bapak dan Indung ku. Lain kali saja ya.”
Kecewa, itulah yang dirasakan keduanya. Karena tidak mungkin jika Maya akan langsung mengatakan iya, sedangkan pesan dari Bapaknya sungguh nyata yang harus dijaga olehnya.
“Bapak... Indung, Maya berangkat dulu!”
Maya menghampiri kedua orang tuanya lalu, menyalami mereka sebelum berangkat ke sekolah. Sedangkan dua adik kembarnya ikut berangkat bersama Maya dengan naik angkot.
“Ya sudah, kalian berangkatnya hati-hati! Belajar yang benar. Dan Maya, tolong ingat pesan Bapak.” Maya membalas dengan nggukan kecil.
Maya, Rana dan Rani berdiri di tepi jalan raya hendak menanti angkot yang biasa mereka tumpangi lewat. Dan tidak berlangsung lama angkot itupun datang, dengan segera ketiga nya masuk ke dalam. Sopir yang mengemudikan angkot tersebut tidak akan banyak bicara tentang tujuan mereka kemana, karena sopir itupun sudah sangat hapal.
“Mbak, Rana dan Rani berangkat dulu!” ujar Rana sebagai kakak dari Rani.
“Iya Dek, hati-hati ya, kalian!”
Rasa sayang yang tulus telah muncul dari dalam. hati Maya setelah kedua adiknya lahir, karena kehadiran si kembar adalah hal terindah dalam kehidupannya.
Sepuluh menit kemudian Maya sampai di depan gerbang sekolah. Tidak lupa Maya membayar ongkos angkot sebelum turun. Hanya lima ribu rupiah, tetapi sangat berharga bagi si sopir.
“Pagi, May!” sapa Safira.
“Hai! Pagi juga, Ra. Mana yang lain, belum berangkat ya?”
“Halah, palingan Ayu sama Lina masih di jalan. Biasa, suka kebo kalau tidur.”
Seketika Maya dan Safira tertawa, karena hal biasa bagi Ayu dan Lina sering terlambat masuk. Entah apa alasannya, dan Maya ingin sekali tahu apa yang menjadi alasan kedua temannya itu, tapi sayangnya Ayu dan Lina menutupi.
Bel masuk telah berbunyi, tetapi pagi itu antara Maya dan Keinandra belum saling berjumpa. Selain jarak kelas mereka yang cukup jauh, Keinandra sedikit terlambat ke sekolahnya.
‘Kenapa Keinandra tidak membalas pesanmu ya? Apa Dia... marah?’ tanya Maya dalam hati.
Sebelum guru yang mengisi mata pelajaran pertama datang Maya menyempatkan untuk membuka slide layar ponselnya, memastikan jika saja Keinandra membalas pesan datinya tadi pagi. Tapi nyatanya notif pun kosong, tidak ada pemberitahuan apapun.
Maya harus bersabar menunggu hingga bel istirahat berbunyi, karena setelah itu ia bisa bertemu dengan Keinandra lalu, menjelaskan semuanya kepada lelaki yang memiliki tahu lalat di atas bibirnya itu.
“Selamat pagi, anak-anak!” sapa Bu Widya.
“Pagi, Bu!” balas semua siswa dan siswi.
“Pagi pertama, kalian harus mengumpulkan tugas dari Ibu. Silahkan dilakukan dari barisan paling depan.” Bu Widya memberikan intruksi kuasanya.
Semua murid maju seraya membawa buku yang diminta Bu Widya. Dengan rapi semua siswa mengumpulkan tugasnya di atas meja Bu Widya. Dan setelah semuanya selesai mengumpulkan, Bu Widya kembali bersuara.
“Baik anak-anak, hari ini adalah hari sabtu. Kalian nanti akan pulang pagi, karena besok lusa kalian harus mempersiapkan diri untuk mulai UKK.” Bu Widya menatap satu persatu siswa-siswinya, berharap jika mereka semua bisa mengerjakan ruangan UKK dengan mudah.
“Yeeeiii...!” teriak semuanya.
Sontak kegaduhan telah berlangsung setelah Bu Widya keluar dari kelas itu. Dan suara bersorak telah memekik ruangan itu, membuat Maya tidak tahan saja mendengarnya.
“May, lo mau kemana?” tanya Ayu.
“Aku mau ke depan, kan, sudah boleh pulang sama Bu Widya tadi.” Dengan polosnya Maya mengatakan hal itu.
“May, jangan pulang dulu lah! Kita makan ke kantin dulu, yuk! Itung-itung karena pulang pagi,” ajak Safira.
“Nah! Ide bagus itu.” Ayu dan Lina menjentikkan jarinya.
“Sorry, tapi aku tidak bisa. Aku... harus mencari Keinandra dulu. Tidak apa-apa kan, kalau aku tidak ikut sama kalian?”
“Fine. Tapi... sabtu depan lo harus ikut sama kita.” Safira mengucapkan dengan penuh penekanan.
“Okay.” Maya memberi anggukan tanda setuju.
Maya berlari menelusuri koridor sekolah dengan tas hitam yang menempel di punggungnya. Dan hal pertama yang ingin dilakukan sebelum pulang sekolah, Maya mencari keberadaan Keinandra terlebih dahulu.
Maya berdiri di depan kelas XII IPS 2, di sana Maya melihat Keinandra masih berkumpul bersama dengan anggota basketnya. Tetapi, Maya tidak malu jika teman Keinandra melihat keberadaannya, karena pasangan remaja itu sudah amat terkenal di kalangan anak-anak yang lain.
“Kei, lo ditungguin sama cewek lo tuh di luar.” Boy menepuk bahu Keinandra pelan.
Keinandra seketika menoleh ke arah pintu, lalu menghampiri Maya setelah melihatnya. Keinandra menyambut kedatangan Maya dengan senyuman yang selalu mengembang di bibirnya. Hal itu membuat Maya beenapas lega, karena terlihat jika Keinandra tidak marah kepadanya hanya karena penolakan.
“Kenapa kesini, hmm? Kan, bisa kirim pesan dan aku akan ke bawah menemui kamu.”
“Ya... aku takut kamu marah saja, karena pesanku tadi pagi. Makanya aku langsung naik ke kelas kamu untuk menjelaskan sesuatu hal. Ada yang... penting.” Maya menggigit bibir bawahnya, seolah rasa ragu tiba-tiba saja hadir.
“Ok, kita bicara. Tapi, aku harus pamit dulu sama mereka semua, tidak enak saja jika ketua nya lebih dulu pulang tanpa pamit dan tanpa alasan.” Keinandra kembali mengulas senyumnya sembari mengusap kepala Maya.
Maya mengangguk pelan, dengan setia menunggu Keinandra menyelesaikan apa yang sedang dirundingkan dengan kelima temannya. Setelah itu, Keinandra mengajak Maya ke balkon sekolah, di sana mereka bisa mengobrol bersama tanpa ada gangguan dari siapapun.
”Katakan saja! Apa yang ingin kamu katakan, May.”
Keduanya berdiri bersisihan, menatap langit yang begitu cerah dengan cahaya matahari yang menyinari pagi itu. Jam masih menunjukkan pukul 09.00 pagi, sehingga semua kelas XII bisa bebas berkeliaran di luar sekolah seperti yang mereka lakukan saat ini.
“Kemaren... Bapakku bilang sama aku, Kei...”
Maya mulai mengatakan semuanya, yang dikatakan Bapaknya hingga perasaan yang masih ingin dipertahankan. Dan setelah Keinandra mengerti, ia pun berusaha untuk meyakinkan Maya sesuatu hal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments