Tiga bulan berlalu. Setiap harinya Mervin hanya mengelus dada saja menahan semua hinaan serta cacian dari mertuanya tanpa henti.
“Mervin, kau menantu hina. Dasar sampah kau, hanya seginikah uang yang kau dapatkan hari ini ?!” teriak Eric pada malam hari di luar kamar Mervin yang tertutup. “Bahkan uang mu ini tak cukup untuk membelikan baju Gwen !” hardiknya lebih keras.
Pria itu pun terus mengomel panjang dan membahas berbagai hal lainnya yang membuat telinga terasa panas.
“Mervin.” ucap Gwen lirih.
Ia memang belum tidur bersama suaminya itu terlebih kini mendengar teriakan keras ayahnya.
“Aku tak apa, Gwen.” ucap Mervin memegang tangan Gwen yang bermaksud menenangkan dirinya.
Di luar pintu, Eric semakin brutal karena tak ada respon sama sekali dari menantunya itu.
Suara tendangan di pintu terdengar keras menghantam pintu kayu saat itu.
“Hiss.” Mervin hanya bisa menahan kemarahannya dengan mengepalkan tangannya erat-erat dan tetap berpura-pura tidur atas permintaan Gwen.
“Dasar menantu tak tahu diri. Hanya modal dengkul saja kau menikahi putriku yang cantik !” umpat Eric lagi dengan nafas yang terengah-engah dan ia pun segera pergi dari sana.
Mervin lagi-lagi hanya bisa menyimpan rasa kesalnya dalam dada yang membuatnya sesak sekali. Bahkan telinganya sampai memerah mendengar ucapan kasar mertuanya.
Jika saja dia tak punya sopan santun maka sudah pasti dia akan membalas langsung mertuanya itu. Tapi kakeknya selalu mengajarkan pada dirinya untuk selalu menghormati dan menghargai orang yang lebih tua.
“Seandainya saja aku bisa membuktikan pada ayah mertua dan semuanya.” gumamnya pelan sembari mengatur nafasnya yang semakin cepat.
Tiga hari kemudian di pagi hari ada kabar buruk.
Mervin seketika tampak lemas setelah mendengar seseorang yang menelepon nya.
“Kakek Ethan... tidak mungkin.” ucapnya dengan seluruh tubuh yang bergetar hingga ponsel di tangannya jatuh karena tangannya lemas.
“Halo Mervin, apa kau masih di sana ?!” ucap seorang tetangga kakeknya Mervin.
Mervin hanya diam saja dan sampai terduduk lemas di lantai mendengar berita kematian kakeknya, satu-satunya keluarganya yang tersisa.
“Kakek...” pria itu sampai mengusap mukanya karena tak terasa ia meneteskan air mata.
“Mervin, ada apa ?” Gwen menghampirinya karena melihat kondisi Mervin yang tak seperti biasanya.
Ia khawatir jika ayahnya kembali melakukan sesuatu pada suaminya.
“Gwen, kakek Ethan meninggal.” Mervin langsung berbalik dan memeluk erat istrinya itu dan melepaskan semua kesedihannya di sana.
Hari itu juga Mervin mengurus pemakaman kakeknya, Ethan Brooks yang meninggal di usia 80 tahun.
Mervin dan Gwen masih ada di pemakaman ketika semuanya sudah pulang.
Kedua mertuanya tak datang melayat karena tak sudi menginjakkan kakinya ke rumah orang miskin.
“Kakek, kenapa kau pergi begitu cepat meninggalkan aku ?” isak Mervin benar-benar terpukul atas meninggalnya sang kakek.
“Sudah Mervin, ayo kita pulang. Mendungnya gelap sebentar lagi akan turun hujan.” Gwen mengajak Mervin berdiri.
Mereka berdua kemudian kembali pulang ke rumah Gwen.
“Lihat itu menantu Eric tampak sedih. Apakah dia setiap hari mendapatkan perlakuan yang buruk darinya ?” cibir seorang pria, tetangga Gwen yang kembali bergosip dengan tetangga lainnya membicarakan Mervin.
Mervin berhenti dan menatap ke arah tetangga yang membicarakan dirinya. Namun bukannya mereka diam tapi malah tertawa lebar mengejeknya.
“Sudah ayo masuk, jangan ladeni mereka.” Gwen segera menarik Mervin masuk ke rumah daripada mendengar ocehan tetangga yang tak jelas dan membuat panas telinga.
Setelah kematian kakeknya, Mervin yang benar-benar kehilangan kakeknya terkadang sering melamun dan tak pergi menjajakan korannya.
“Hey kau ! Sudah satu minggu ini kau tak berjualan koran. Mau makan apa kau nanti ?! Ingat hutang mu untuk biaya hidupmu selama tinggal di sini, kau harus melunasinya.” ucap Eric mencaci Mervin lagi.
Ia mencatat semua biaya kebutuhan Gwen dan keperluan lainnya lalu menjadikan itu sebagai hutang yang harus dibayarnya.
“Oh.” Mervin sampai menutup mukanya untuk menghindari kertas panjang yang dilempar oleh ayah mertuanya pada dirinya.
“Haah.”dadanya kian sesak saja melihat deretan angka yang harus dia bayar. “Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak ini ?” gemetar hingga kertas di tangannya itu jatuh ke lantai.
Satu minggu berlalu dan setiap hari Erik semakin kasar menindas Mervin.
Tak pernah pria itu memperlakukan Mervin dengan layak sebagai seorang menantu di rumahnya.
“Penat rasanya tinggal lama di sini.” gumam Mervin duduk di kamar dengan menunduk dalam dan wajah yang tertekuk menahan semua stres dan tekanan lainnya.
Tiba-tiba ia pun membawa tas ransel keluar dari rumah tanpa sepengetahuan siapapun.
Ia pergi ke rumah kecil kakeknya. Di sana ia berniat menenangkan pikiran saja.
Mervin masuk ke ruang baca. Di sana banyak sekali literasi tentang sejarah.
“Mungkin buku ini bisa menenangkan pikiranku yang kacau.” ia mengambil satu buku dan membawanya duduk kemudian membacanya.
Sedari kecil, kakeknya selalu mengajarinya tentang sejarah dan hal itu membuatnya menyukai buku-buku literasi sejarah kuno.
“Aku lelah.” satu jam kemudian ia menaruh kembali buku tersebut dan masuk ke kamar kakek.
Tak sengaja ia duduk di kursi dan membuka laci di sampingnya.
“Apa ini ?” pekiknya terkejut saat menemukan sebuah jam tangan di laci yang merupakan jam antik kesayangan kakeknya dulu saat masih hidup.
Ada tulisan di bawah jam tersebut, dan Mervin mengambilnya.
“Jadi... kakek mewariskan jam tangan ini juga rumah ini padaku ?” ucapnya tak percaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
nacl
ngopi ya thor biar makin semangat 😉💪
2023-05-21
2
John de Joenk
mantap lanjutkan
2023-05-14
1
Pinocchio
Mana yang comment ini kak
2023-05-13
0