Rencana Andini

"Rim, sepulang sekolah nanti aku ga balik ke rumahmu ya."

Andini membuka pembicaraan pada sahabatnya. Disaat jam istirahat mereka selalu menghabiskan waktu di perpustakaan.

"Kok mendadak Din, mau kemana?"

Wajah serius Rima tampakan tepat di depan wajah Andini penuh dengan rasa penasaran.

"Wajahmuuu.. " Andini mendorong wajah Rima agar sedikit menjauh dari hadapannya.

"Serius Din kamu mau kemana."

Andini terus sibuk membuka lembaran buku yang di pegangnya seolah tak mendengar apa yang di katakan sahabatnya itu.

"Din...!" Bentak Rima meriah buku yang di pegang Andini dan meletakannya di atas meja.

"Jawab Din kalau kamu ga balik ke rumahku.. Terus kamu mau balik ke mana?" Tegasnya penuh ke khawatiran.

Rima mendudukan Andini di kursi dengan mendorong pundak sahabatnya itu agar terduduk. Rima pun turut duduk di kursi yang ada di hadapan Andini.

"Din..! Denger ga sih apa yang ku bilang!"

Rima membentak Andini yang hanya menatap dirinya tak bergeming.

"Iya Rim aku denger." Sahut Andini tersenyum.

"Aku ga tuli kok, kamu ga usah teriak-teriak ah."

"Ya terus kenapa kamu diem aja." Rima cemberut sambil melilitkan kedua tangannya di depan dadanya.

"Aku balik ke rumah nenek."

"Kamu yakin." pungkas Rima sambil memegang punggung tangan Andini di atas meja.

Andini mengangguk yakin. Dia tahu sahabatnya Rima sangat mengkhawatirkan dirinya.

"Jangan khawatir Rim, aku pasti balik ke rumah nenek." Sahut Andini sambil membalas balik memegang punggung tangan sahabatnya.

"Rim, makasih ya udah bolehin aku nginep di rumah kamu selama empat hari ini. Sampaikan terimakasihku buat mama papamu. Aku juga minta maaf ga pamit langsung sama mama papa kamu. Mereka begitu baik selama aku disana."

"Iya Din. Ga apa-apa kok, nanti aku sampein." Jawab Rima setengah memotong ucapan Andini.

"Aku pasti balik lagi ke rumahmu Rim. Aku kan harus ngomong langsung ke mama papamu. Sekaligus pamitan. Walau telat."

Andini tersenyum lebar pada Rima. Sedikit mentertawai kata-katanya semdiri.

"Baiklah..." Rima pindah duduk ke samping Andini.

"Din, kenapa kamu ga balik ke rumah pipih sama mimih. Kenapa mesti ke rumah nenek?"

Muka penasaran Rima kembali membuat Andini tersenyum. Reflex Andini mengibaskan tisyu ke wajah sahabatnya itu. "Mukamuuu.. Haha. Coba ada cermin.." Andini tertawa kecil melirik kiri kanannya mencari cermin

"Kenapa dengan cermin Din."

"Ya kalau ada cermin aku bisa tunjukin muka penasaranmu kaya badut.. Hiii." Andini menutup mulutnya menahan tawa.

Rima tersenyum mendengar ejekan sahabatnya sambil garuk-garuk kepala.

"Udah ah! Bilang sama aku ke..na..paaa kamu ga balik ke rumah pipih mimih. Jelas ga Din omongan aku." Tegas Rima sambil mencondongkan badannya mendekati Andini.

"Baiklaaaah... Bu Rimaaa." Andini mendorong pundak Rima supaya menjauh dari depan mukanya.

"Aku ga balik ke rumah orangtuaku karena aku masih takut di marahin sama pipih dan mimih. Jadi aku pengen ketemu sama Oma dulu sebelum aku balik kerumah. Pengen nanyain orangtuaku nyari ga ke rumah Oma. Nah teruuss... Aku mau denger apa kata Oma saat pipih sama mimih aku datang ke Oma, mereka bicara apa aja sama Oma. Gitu Rimaaaa." Jelas Andini panjang lebar

"Ooooo...." Sahut Rima melongos tidak mengerti maksudnya Andini.

"Nah aku juga mau minta tolong lagi sama Oma buat nganterin aku balik ke rumah. Jadi kalau nanti aku di marahin kan ada Oma jadi marahnya mimih sama pipih ga akan semarah gimanaaa gitu..." Andini menjelaskan sambil menatap wajah sahabatnya yang setia mendengarkan apa yang di sampaikan Andini.

"he ehm." Rima menganggukan kepalanya karena sudah mengerti apa yang dimaksud sahabatnya itu.

"Tapi Din.." ucapan Rima tertahan sambil menatap kasian sahabatnya itu

"Tapi apa." Jawab Andini penasaran.

"Gimana kalau mimih pipihmu tetep maksa kamu nikah." Rima mengerutnya keningnya seperti tak sabar untuk mendengar jawaban Andini.

"Makanya itu aku pengen ke Oma dulu. Pengen denger dulu apa yang mimih sama pipih aku bicarakan dengan Oma."

Andini menghela nafasnya dan menghembuskannya begitu panjang seolah ingin melepaskan beban berat di dalam dadanya.

"Nah.. Kalau aku udah tau. Nanti aku bisa balik ke rumahku atau balik ke rumahmu. Kamu ga keberatan kan Rim?" Andini menatap dalam wajah Rima.

"Ga!" Tegas Rima. "Terus maksudnya itu balik kesana atau kerumahku itu gimana.." lanjut Rima masih dalam kebingungannya.

"Jadi gini Rim.." Andini kembali menghembuskan nafasnya begitu dalam.

"Kalau misal orangtuaku tetep pengen jodohin aku. Ya aku langsung balik kerumahmu sampe mimih pipih ngijinin aku ngelanjutin sekolah. Tapi kalau mereka mau nurutin kemaunku, ya aku langsung ke rumah mimih pipih sama Oma. Begitu Riiim..." Jelas Andini sambil tersenyum penuh keterpaksaan.

"Kenapa balik lagi kerumahku kalau mimih pipihmu bolehin kamu lanjut sekolah?" tanya Rima bingung.

"Ya ampun Rimaaa..." Andini mencondongkan wajahnya kehadapan Rima.

"Tadi kan aku udah bilang. Aku pasti balik lagi ke rumah kamu, aku harus bilang langsung pamitan ke mama papa kamu... Walau telat hihi."

Andini menutup mulutnya kembali menertawai kata-katanya sendiri.

"Aku juga mesti ngucapin makasih atas kebaikan mama papamu selama aku disana kan gitu Rim." Sambung Andini sambil beranjak dari kursi karena bel istirahat telah berbunyi tanda semua murid harus kembali masuk kedalam kelas masing-masing.

Rima mengikuti langkah Andini setengah berlari agar bisa berjalan berdampingan. Rima menggandeng tangan Andini menuju kelas sambil berucap. "Semua akan baik-baik aja ya, aku doain mimih pipihmu bisa ngabulin apa yang jadi maunya kamu."

Andini mengangguk sambil tersenyum penuh kekhawatiran. Dalam hati dia berdoa berharap orangtuanya bisa mengurungkan niatnya untuk menikahkannya setelah lulus sekolah.

Rima berjalan berjingkrak jingkrak disamping sahabatnya itu sambil terus menggandeng tangannya.

TRRIIIING.. TRIIIING.. TRIIING

Bel sekolah kembali berbunyi tiga kali tanda jam belajar usai. Semua murid dengan bergegas membereskan semua buku dan alat tulis yang ada di atas mejanya maisng-masing setelah di persilahkan pulang oleh guru-gurunya.

Begitupun Andini dan Rima seolah berlomba bersama teman-temannya untuk saling mendahului keluar dari kelas. Merekapun berlari bersamaan menuju pintu kelas. Semua teman-temannya sudah begitu hafal terhadap kedekatan mereka berdua yang seolah tak mau dipisahkan satu sama lain walau hanya satu detikpun.

Persahabatan yang sudah dijalinnya selama hampir tiga tahun. Membuat mereka seolah seperti saudara kandung yang bisa saling merasakan jika salah satu diantara mereka sedang sedih maupun bahagia.

Dimana ada Andini disitu pasti ada Rima. Dimana ada Rima disitu pasti ada Andini. Tidak pernah sekalipun mereka bertengkar. Begitulah keindahan persahabatan diantara keduanya, penuh pengertian dan penuh kasih sayang satu sama lainnya.

"Din nanti aku temenin sampe rumah Oma ya."

Keinginan Rima untuk menemani sahabatnya itu mendapat anggukan dari Andini.

"Tapi Rim nanti kamu agak jauhan sampai kerumah kamunya." Andini setengah meyakinkan Rima akan menemaninya sampai ke rumah Omanya.

"Gapapa Din. Nanti di pertigaan aku jalan ke kanan aja biar bisa bareng kerumah Oma. Dari rumah Oma kamu nanti aku pakai angkutan umum." Tegas Rima sambil melirik wajah sahabatnya itu.

"Ya udah kalau gitu ayo temenin, aku malah seneng." Jawab Andini tersenyum lebar sambil menggandeng pundak sahabatnya itu.

Merak terus berjalan sambil bergandengan sesekali terdengar mereka tertawa cekikikan. Sepanjang jalan mereka mengobrol seolah tak habis topik untuk mereka perbincangkan selama dalam perjalanan.

Tak terasa tibalah mereka di depan rumah Omanya Andini. Rumah sederhana tapi begitu resik dan bersih terlihat jelas dari pinggir jalan.

"Rim udah sampe rumah Oma. Yuuk.. Mampir dulu." ajak Andini sambil menarik tangan sahabatnya itu.

"Engga ah Din."

"Eh kenapa ga mampir." Andini heran menatap wajah Rima.

"Aku khawatir nanti Oma ngomelin aku karena bareng kamu. Pasti Oma bakal tau selama ini kamu nginep di rumah aku." Jawab Rima berdiri mematung tak mau bergerak walaupun Rima menarik tangannya.

Rima tersenyum melihat kekhawatiran nampak jelas diwajah sahabatnya itu.

"Tenang Rim, Oma tau kok sejak awal kalau aku diem di rumah kamu selama ini. Makanya ga ada yang nyari ke rumah kamu." Jelas Andini dengan tegas ingin menghilangkan kekhawatiran sahabatnya itu.

"Oma, Dini sebaiknya tinggal dulu di rumah Rima selama beberapa hari kedepan. Berangkat sekolah dari sana." Rengek Andini pada Omanya yang begitu sangat menyayangi Andini dan mendukung apa yang menjadi keinginan cucunya itu.

"Tapi Nak, kasian mamimu nanti pasti sedih Dini ga pulang ke rumah." sahut Omanya sambil mengelud-elus rambut panjang andini yang menjuntai lurus rapi hingga mendekati pinggang.

"Oma.. Kalau Dini ga ngelakuin ini. Mimih pasti maksa terus untuk nikah nikah nikah. Dini kan ga mau Oma. Dini ga kepikiran buat itu." Rengeknya sambil menatap memohon terhadap Omanya agar mengijinkan Andini untuk tinggal dirumah temannya sebagai bentuk penolakan terhadap kemauan orangtuanya.

"Baiklah kalau begitu Oma ijinkan. Tapi..." Ibu Imas menghela nafas panjang.

Andini hanya menatap kedua bola mata neneknya berharap cemas menunggu apa yang akan disampaikan nenek kesayanganny yang begitu baik terhadap Andini.

"Kamu harus jaga diri, jangan bikin ulah dirumah Rima. Bantu-bantu pekerjaan rumah disana. Jaga sholatnya dan tidak boleh keluar rumah setelah sepulang sekolah sebaiknya gunakan untuk belajar."

Panjang lebar Ibu Imas menasehati cucunya tak lepas tangannya terus mengelus rambut panjang Andini dengan penuh kasih.

Andini mendengarkan dengan seksama semua apa yang disampaikan Omanya. Sampai akhirnya Andini mengangguk penuh ketegasan untuk meyakinkan Omanya kalau Dia akan menuruti semua nasehat Omanya. Andini tersenyum menatap Omanya seraya berkata lirih penuh kasih.

"Makasih Oma.. Dini beruntung punya Oma"

"Iya sayang." Ibu Imas memeluk erat cucunya sambil berdoa dalam hatinya berharap kalau anak dan menantunya mengurungkan niatnya untuk menikahkan Andini di usia yang masih sangat belia, hanya karena takut di perbincangkan sebagai perawan tua.

"Tapi Oma satu lagi." Andini melepaskan pelukannya kembali menatap manja neneknya

"Oma janji kalau mimi pipih nanti mau nyari Dini ke rumah Rima. Oma bilang pura-pura, kalau Oma udah nyuruh orang nyari Dini kesana dan ga ada Dini di rumah Rima. Biar nanti mimih sama pipih ga akan nyari Dini kesana."

Kembali Andini setengah memohon neneknya untuk mendukung setiap ucapannya. Ibu Imas mengangguk tegas sambil tersenyum.

Falsback off

"Kenapa kamu ga bilang dari awal Diiinnnn.. kalau Oma kamu tau selama ini kamu nginep di rumahku."

Setengah cemberut Rima menampakan wajah kesal pada sahabatnya itu.

"Iya maaf Rim. Kan namanya juga sandiwara. Ga boleh ada yang tau." Jawab Andini sambil menarik tangan Rima.

Masih sedikit cemberut Rima mengikuti langkah sahabatnya yang menarik tangannya untuk ikut masuk ke rumah Ibu Imas.

"Lain kali kamu jangan umpetin apapun dari aku Din. Aku kan jadi kesel." Rima menggerutu tanpa melirik sedikitpun terhadap Andini.

"Iya maaf. Aku janji ga akan bo'ong apapun sama kamu Rim. Jangan marah ya." Andini merangkul bahu sahabatnya.

Rima kembali tersenyum. Merekapun terus berjalan bergandengan menuju rumah Omanya Andini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!