Kringggg! kringggg!
Akhirnya bel pulang sekolah yang ku tunggu-tunggu tiba juga. Aku harus segera pulang dan mendengarkan cerita kakek saat sampai rumah nanti. Aku pun segera membereskan buku-buku dan alat tulis yang ku gunakan untuk belajar ke dalam tasku. Tepat jam 3 sore, itu adalah waktu pulang sekolah kami.
Karena sekolahnya berada di tengah hutan, disini tampak lebih gelap karena sedikit cahaya matahari yang masuk. Aku segera pergi dan berpamitan kepada teman-teman ku seperti biasanya begitu waktu pulang sekolah tiba.
"Hei, apa kalian tahu kenapa Fajar selalu saja buru-buru pulang ke rumahnya?" ucap Bagas yang kebingungan dan penasaran dengan apa yang kulakukan.
"Kalau kau penasaran kenapa tidak tanya saja kepada orangnya langsung?" ucap Rahmat sambil bersiap-siap pulang.
"Mungkin saja Agus tahu, karena diakan temannya sejak kecil" sambung Lilis.
"Benar juga! aku juga sebenarnya penasaran sih. Jadi, Agus... apakah kau tahu apa yang dia lakukan setiap harinya saat pulang sekolah?" ucap Anis yang tiba-tiba saja bergabung di pembicaraan mereka.
"Hmm... kalau tidak salah, Fajar pernah bilang kepadaku kalau dia tertarik dengan cerita jembatan setan itu. Jadi dia pulang dan meminta kakeknya untuk menceritakannya " ucap Agus sambil garuk-garuk kepala.
"Hah? aneh sekali dia tertarik sama cerita mengenai jembatan itu" celoteh Anis sambil mengerutkan dahinya seakan dia sedang berpikir keras.
"Yah, walaupun rumor tentang jembatan itu sedang menjadi topik pembicaraan di desa karena hilangnya Pak Budi. Tapi sebenarnya, apa yang ingin dia ketahui?" ucap Wawan yang ikut bergabung setelah selesai piket.
Kemudian teman-temanku terdiam dan memikirkan alasanku yang tertarik dengan cerita jembatan setan itu. Sebenarnya alasanku simple saja, karena kakek adalah penduduk tertua di desa ini dan memiliki cerita yang tidak pernah diketahui oleh orang lain mengenai jembatan itu.
Jadi aku memanfaatkan waktuku bersama kakek sebaik mungkin selama kakek masih hidup mengenai jembatan itu. Karena jembatan itulah para penduduk desa jadi ketakutan dan selalu resah. Begitu juga dengan teman-teman ku yang jadi penakut karena hal itu. Aku hanya ingin kehidupan di desa ini menjadi normal, tanpa rasa takut dan kegelisahan, hanya itu saja sungguh.
Kemudian aku sudah berada di depan rumahku, "Kakeeeeek!" teriakku yang segera berlari kencang untuk menemui kakek yang selalu di kamarnya.
Cklek! aku membuka pintu kamar kakek dengan perlahan agar tidak menggangunya.
"Cucu kakek Fajar!" ucap kakek yang menyambut ku dengan mengulurkan kedua tangannya yang memintaku untuk memeluknya. Aku segera melepaskan tas yang ku pikul di bahu dan memeluk kakek dengan senang.
Kakekku adalah orang yang paling ku sayangi, aku beruntung memiliki kakek yang baik. Aku juga sangat bersyukur karena kakek selalu dalam keadaan sehat dan tak pernah sakit. Padahal seharusnya di usianya yang sudah tua saat ini rentan terkena penyakit. Tapi kakekku tidak pernah sakit dan selalu sehat dan juga selalu memperlihatkan senyumannya.
Tapi... meski kakek sehat dan selalu tersenyum seperti saat ini. Entah kenapa aku merasa kalau kakek adalah orang yang rapuh, kakek terlihat seperti selalu sedih dan dia selalu menutupi kesedihannya dengan menunjukkan senyumannya padaku. Terkadang aku pernah mengintip ke dalam kamar kakekku.
Aku melihat kakekku terus memandangi jendela luar dan terkadang sambil memegang sebuah foto kakek saat masih muda bersama dengan nenek. Kakek terus memandangi foto itu dengan sangat lama dengan ekspresi yang kosong. Sekali lihat pun aku langsung tahu apa isi hati kakekku saat itu, kalau kakek sangat merindukan nenek.
Tapi kakek tidak pernah sekalipun menangis atau menunjukkan ekspresinya yang sedih baik saat menatap fotonya ataupun saat menatap jendela kamarnya. Wajahnya yang tanpa ekspresi itu selalu saja muncul saat kakek sedang sendirian. Entah apa yang dia pikirkan dan itu membuatku berubah pikiran kalau kakek sangat ingin bertemu kembali dengan nenek.
Rasanya ada hal lain yang ingin kakek lakukan, entah apa itu aku benar-benar tidak mengetahuinya. Ternyata aku benar-benar tidak mengetahui sedikit pun tentang kakek. Padahal aku selalu mengira aku adalah orang yang paling mengerti dibandingkan ayahku yang anaknya kakek. Tapi aku salah... ternyata tidak ada seorangpun yang mengerti mengenai isi hati kakek.
"Fajar... dengarkan cerita kakek..." ucap kakekku yang tiba-tiba mengubah ekspresi wajahnya seperti saat ia sendiri. Padahal Kakek tidak pernah menunjukkan ekspresi seperti ini kepadaku sebelumnya. Aku benar-benar terkejut dan seketika tubuhku bergemetar merinding.
"A-ada apa... ka-kakek!?" ucapku yang terbata-bata.
"Kakek hanya akan menceritakan hal ini sekali saja. Jadi Fajar harus mengingatnya dengan baik..." ucap kakekku yang mulai serius kepadaku.
Sementara itu ayah dan ibuku sedang bekerja di sawah dan saat ini mereka sedang duduk di tenda yang terbuat dari kayu di tengah sawah. Ayah dan ibuku adalah seorang petani di desa ini, yah... karena hanya inilah satu-satunya penghasilan terbesar yang ada di desa ini. Ayahku yang dulunya orang kantoran yang bekerja di kota, kini melanjutkan hidupnya menjadi petani bersama dengan orang yang dicintainya.
"Pah... ini makan dulu..." ucap ibuku yang bernama Siti. Ibuku memberikan bekal berupa masakan rumahan kepada ayah.
"Iya, makasih mah... mamah juga makan dulu, pasti capek karena bantuin papah dari tadi" ucap ayahku yang begitu menyayangi ibuku dengan segenap cintanya.
"Iya pah..." ucap ibuku yang malu-malu.
"Mah! ini sudah jam 3 kan!? kalau gitu papah pulang dulu mah!" ucap ayahku yang segera menaruh makanannya kembali dan dengan tergesa-gesa pergi melewati sawah.
"Pah! papah! tunggu!" ucap ibuku yang mencoba menghentikan langkah ayahku dengan ucapannya.
Sementara itu teman-temanku yang baru saja pulang dari sekolah setelah memikirkan ku. Bertemu dengan ayahku yang sedang berlari keluar dari sawah saat mereka hendak pulang ke rumah mereka masing-masing. Ayahku segera menghentikan teman-temanku yang sedang berjalan pulang dan bertanya kepada teman-temanku.
"Agus! apakah Fajar sudah pulang!?" ucap ayahku dengan tergesa-gesa.
"Sudah pak, Fajar selalu langsung pulang begitu selesai" ucap Wawan dengan tiba-tiba.
Kemudian ayahku segera berlari meninggalkan teman-temanku dan segera kembali ke rumah untuk menemui ku. Sementara itu Wawan dan Rahmat yang saat ini bersama dengan Agus terlihat kebingungan melihat sikap ayahku. Mereka sangat heran karena baru pertama kali ini ayahku terlihat seperti orang panik.
"Kenapa kamu yang jawab! haduh!... kalau begini bisa repot urusannya!" celoteh Agus dengan kesal karena Wawan menyerobot pembicaraan Agus dengan ayahku.
"Me-memangnya kenapa? dan sebenarnya ada apa sih?" ucap Wawan yang semakin bingung dan menggaruk-garuk kepalanya. Rahmat yang dari tadi diam saja juga ikut menggaruk-garuk kepalanya karena bingung.
Sementara ayahku sudah berada di depan rumah dan segera masuk ke dalam rumah dan pergi menemui ku di kamar kakek. Brak! ayah membuka pintu kamar kakek dengan sangat kencang hingga membuatku terkejut. Wajahnya merah kesal seakan-akan akan meluapkan seluruh emosinya kepada ku. Aku jadi takut, karena sepertinya ayah akan marah besar padaku.
"Fajar! ikut bapak!" ucap ayahku yang menarik ku keluar dari kamar kakek.
Aku hanya bisa diam dan menerimanya, karena aku terus mengingkari permintaan ayahku. Apakah kalian tahu apa permintaan itu? yaitu mengenai aku yang ingin mengetahui kisah jembatan setan itu. Ayahku selalu menghalangiku di saat aku selalu ingin tahu cerita itu kepada kakek.
Jadi aku hanya mendengar sedikit-demi sedikit cerita yang ku dapat dari kakek sebelum ayah datang ke rumah untuk menghentikan ku. Tapi kali ini... aku mendengar begitu banyak cerita dari kakek.. Tidak, ini bukan seperti sebuah cerita, akan tetapi seperti sebuah misteri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments