Bab 3

''Qadar! " suara Laila membuyarkan lamunan anak kecil itu yang kini menoleh ke arahnya.

" Kamu mandi duluan. Biar nanti kita giliran. Habis mandi kamu bisa nyusul Aldo sama Paman Handoko ke ruang televisi, kamu mau nonton di sana kan? " lanjut Laila seraya mengeluarkan handuk kumal dari dalam bungkusan pakaian mereka.

" Iya kak, " kata Qadar sambil mengangguk dan meraih handuk dari tangan kakaknya.

Qadar berjalan ke kamar mandi yang berada di dekat ruang makan juga dapur di depan pintu kamar mereka.

Laila menghela napas, menghempaskan bobot tubuhnya di atas ranjang empuk yang di balut sprei bermotif bunga.

Pikirannya mengawang mengingat sang ibu. Masih tak percaya jika ibunya telah pergi secepat ini. Seketika bulir bening mengalir di sudut pipi Laila. Ia segera mengusap kasar air matanya.

" Mulai sekarang aku gak boleh nangis, apalagi di hadapan Qadar. Aku harus kuat demi adikku. Ya Allah,,, " sesak terasa di dada Laila kala tangisnya tertahan. Hatinya seakan menjerit memikul beban seberat ini.

" Kuatkan aku Ya Rabb,, " lirihnya dengan bibir bergetar masih menahan air mata agar tak tumpah.

Untuk melupakan semua kesedihannya agar dia tidak terus larut di dalam keterpurukan, ia pun segera mencari kesibukan dengan membereskan pakaian-pakaian miliknya juga milik Qadar.

Sebuah lemari pakaian tak jauh dari dekat ranjang, tepatnya lemari kokoh dari kayu jati itu berada di sebrang ranjang. Laila memasukan semua barang bawaannya ke dalam sana. Sedangkan foto ibu dan Ayah, ia simpan di meja laci samping tempat tidur.

Cara seperti ini sedikitnya membuat Laila tak larut dalam rasa sedih yang seakan sedang membunuhnya. Andai saja ada Ayah mungkin ia dan Qadar tak akan sengsara seperti ini. Laila memang selalu berandai-andai agar ia dan Qadar bisa menemukan Ayahnya kembali. Laila Rindu Ayahnya, Syarif.

Tok tok tok

Suara gedoran pintu terdengar dari luar sana. Sepertinya seseorang sedang mengetuk pintu kamar mandi dengan kencangnya.

" Siapa di dalam woii ! " teriak Dita sambil menggedor keras pintu kamar mandi yang berada di ruang makan dan dapur.

Spontan Laila keluar dari kamar dan melihat Dita berada di depan pintu kamar mandi di mana ada Qadar di dalamnya.

" Kak Dita! " sahut Laila.

" Di dalam ada Qadar lagi mandi, bentar lagi dia keluar kok. " Laila mencoba memberitahu Dita dan memintanya agar sabar menunggu Qadar untuk bergiliran menggunakan kamar mandi itu.

" Ck! Kok malah tuan rumah yang nunggu sih! " celetuk Dita pelan namun masih terdengar oleh Laila.

Dita sengaja memelankan suaranya agar tak terdengar oleh Handoko Ayahnya.

Tatapan sinis dan perkataan Dita barusan membuat Laila tak enak hati. Segera Laila mendekat mengetuk pintu kamar mandi dan meminta Qadar agar segera menyelesaikan aktifitas mandinya.

" Qadar, dek! Cepetan mandinya! " sahut Laila sambil mengetuk pintu pelan.

" Iya kak, udah kok! " Qadar pun keluar menatap satu persatu dua gadis remaja di hadapannya. Dita dan Laila kakaknya.

" Ayo dek! " Laila menarik lengan Qadar membawanya masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu kamar tersebut.

Dita terus menatap sinis langkah mereka berdua. Ia menggedikan bahu lantas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

" Lain kali mandi nya jangan lama-lama ya! Malu kan kalau yang punya rumah harus nunggu kita di luar, " nasihat Laila pada Qadar.

" Tapi Qadar kan baru saja masuk. " Anak itu tampak tak ingin di salahkan karena memang kenyataannya seperti itu.

" Kakak tau, tapi kamu juga harus ngerti kita di sini cuma numpang sama keluarga Paman Handoko. Lain kali kalau dengar suara Kak Dita mengetuk pintu, segera keluar.Selesai atau belum ritual mandi kamu tetap harus keluar, " titah Laila yang di angguki Qadar tanda mengerti nasihat kakaknya.

Qadar sudah berpakaian rapi, ia segera keluar dari kamar bergabung bersama Aldo dan Paman Handoko yang sedang duduk di depan televisi.

Sedangkan Mira tampak sibuk di dapur menggoreng telor mata sapi yang hanya berjumlah empat butir saja. Hanya kerupuk dan kecap tambahan menu makan malam mereka.

" Udah matang, kita makan sekarang." Mira berdiri di ambang pintu ruang makan yang terhubung langsung dengan ruang televisi dimana Aldo dan Qadar sedang asyik menonton kartun.

Handoko menoleh lantas mengajak kedua anak laki-laki itu untuk beranjak ke ruang makan. Dita yang mendengar suara kencang ibunya pun kini keluar dari kamar untuk makan malam.

" Laila, kita makan malam! " sahut Handoko saat tau jika Laila belum keluar kamar.

Laila baru selesai berpakaian sehabis mandi. Ia segera keluar setelah mendengar sahutan Handoko di ruang makan.

Mereka duduk di bangku masing-masing. Mira segera menyendokan nasi dan lauk untuk kedua anaknya juga sepiring nasi dan lauk untuk dirinya sendiri. Mengingat telor mata sapi hanya ada empat biji, ia tak mau sampai anak-anaknya tak kebagian jatah lauk makan malam.

" Loh kok cuma empat sih Mir? " tanya Handoko saat melihat telor mata sapi hanya tersisa satu biji saja.

" Mas lupa ini tanggal berapa? Stok makanan kita udah habis tinggal segitu. " Mira menjawab tanpa menoleh pada Handoko.

Ia sibuk memasukan nasi dan lauk ke dalam mulut dan mengunyahnya seakan tak peduli pada Laila ataupun Qodar yang sudah tampak keroncongan perutnya.

Handoko tau jika Mira mungkin tidak senang dengan keberadaan dua keponakannya.

Handoko mengambil sisa telor dan membaginya menjadi dua untuk Laila dan Qadar.

" Loh ayah makan apa dong? " celetuk Aldo polos.

" Ayah makan kerupuk sama kecap saja, lagian telor bisa bikin alergi ayah kambuh. Nanti gatal-gatal lagi, " kata Handoko beralasan.

" Ayo di makan Laila, Qadar! " titah Handoko pada kedua ponakannya.

Mira dan Dita saling lirik di sela-sela makan malam mereka. Lantas keduanya mendelik sinis pada Laila juga Qadar.

Laila bisa menangkap hal itu dari sudut matanya. Hingga suap demi suap nasi yang ia makan pun rasanya hambar. Bukan Laila tak bersyukur tapi ia merasa tak nyaman jika harus memakan makanan pemberian orang lain sementara orang itu tidak ikhlas memberinya. Mungkin Handoko pamannya ikhlas berbagi, tapi istri dan anaknya?

Belum satu hari saja sudah terasa tak nyaman seperti ini, apalagi nanti. Bahkan baru beberapa jam saja Laila dan Qadar tinggal di sini, tapi Mira dan Dita sepertinya sudah merasa risih dengan kehadiran mereka.

Laila harus bisa menguatkan diri menghadapi situasi ini. Ia harus beradaptasi di lingkungan barunya. Mungkin sikap Mira seperti itu, Laila memang belum mengenal dekat Bibi nya itu. Laila harus bisa mencuri hati Bibi nya agar lebih baik lagi terhadap dirinya dan Qadar. Siapa tau lama kelamaan Mira bisa bersikap baik. Mungkin Mira masih kaget dengan kehadirannya. Pikir Laila.

Selepas makan malam, Laila segera membantu Mira untuk membereskan piring kotor ke wastafel dan mencucinya.

" Biar Laila saja yang cuci piring Bi, " ucapnya.

Mira tak menjawab ia hanya melengos pergi meninggalkan dapur dimana Laila kini sibuk mencuci piring.

" Laila rajin ya, coba Dita bisa bantu-bantu pekerjaan ibunya. Mbak Marni memang gak salah mendidik anak, hingga Laila sudah mandiri, " puji Handoko.

" Kamu mau banding-bandingin Dita sama Laila, gitu? Sama aja kamu ngatain aku gak becus didik anak! " ketus Mira.

" Bukan gitu, maksud aku Dita harusnya bisa bantuin kamu. Kasihan kan kamu selalu kerja sendirian di rumah sementara Dita hanya main ponsel aja kerjaannya, " kata Handoko.

Selepas makan Dita memang langsung masuk kamar dan main ponsel seperti biasanya.

" Sekarang kan udah ada Laila, jadi biarin Dita fokus belajar di kamar, " bela Mira.

bersambung,

Terpopuler

Comments

Ai Emy Ningrum

Ai Emy Ningrum

emang nya dikamar belajar bneran tu bocah 🙄 paling jg maen hape 🥴🥴🥴

2023-03-26

2

Ali B.U

Ali B.U

next

2023-03-20

2

Ali B.U

Ali B.U

yesek Lai., tak trasa air mataku netes

2023-03-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!