The Great Wife (2)
" Terimakasih atas perhatiannya", ucap Ara sekedarnya.
Lama-lama aku bisa dapat piala karena aktingku. Gumam Ara di dalam hati.
Dengan terburu-buru, Lia perawat Kakek Andra menghampiri meja makan.
" Nyonya, maaf mengganggu. Tuan Andra..."
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
Tanpa pikir panjang, Rion berlari ke kamar sang kakek. Melihat ekspresi perawat Mia, ia tahu sesuatu yang buruk sudah terjadi.
Sesampainya di kamar, dilihatnya kakak Andra yang tertidur dengan posisi terlentang.
Perlahan-lahan Rion menyentuh sang kakek yang ternyata tubuhnya sudah dingin. Diraihnya tangan kakek lalu menekan pergelangan tangannya untuk mengecek detak jantungnya yang ternyata sudah tidak ada.
Dengan dada bergemuruh, ia mengecek apakah kakeknya masih bernafas atau tidak dan ternyata Kakek Andra sudah tidak bernafas.
" Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un", seru Rion dengan air mata yang mulai menetes.
Ara yang mendengarnya langsung memeluk sang suami dan menangis. Rion membalas pelukan Ara dan mengusap punggung sang istri untuk menenangkannya.
" Javin, cepat telpon Dokter Hendra!", perintah Rion yang langsung di lakukan oleh Javin.
Javin segera keluar dari kamar untuk mencari tempat yang lebih tenang. Karena suara tangisan Ara dan sang ibu akan membuat suaranya tidak terdengar jelas.
" Ayah,, ayah bangun. Ini tidak benar kan? Kakekmu hanya tidur kan, Rion?", teriak Leona histeris.
Mendengar teriakan Leona, Ara dan Rion segera menghampiri Leona yang duduk bersimpuh di samping tempat tidur sambil menggoyang-goyangkan tangan kakek Andra. Leina teris memanggil dan berusaha membuat kakek Andra bangun.
" Hentikan, mom. Kakek sudah tiada", Rion memeluk sang ibu dengan erat. Keduanya akhirnya berpelukan menyalurkan rasa sedihnya di tinggal orang yang mereka cintai.
Ara mengusap punggung mertuanya memberi ketenangan.
Dokter Hendra pun datang dan menyatakan bahwa kakek Andra memang telah meninggal dunia.
Semua yang mendengarnya semakin histeris. Rion pun akhirnya mempersiapkan pemakamannya.
Info kematian kakek Andra pun tersebar dengan cepat. Banyak orang berdatangan ke rumah duka untuk menyampaikan belasungkawanya. Termasuk keluarga Ara.
Ara terus berada di samping suaminya menggenggam erat tangan Rion memberikan kekuatan.
***
Sudah seminggu semenjak kepergian Kakek Andra, selama itu pula Ara terhindar dari setiap tugas karena Rion ada di rumah.
" Ara jangan lupakan hukumanmu", ucap Leona saat Ara baru sampai ke hadapannya.
" Baik, mom", ucap Ara patuh.
" Mulai sekarang panggil aku Nyonya. Karena mulai saat ini kau adalah pelayan di mension ini", tegas Leona.
" Maksud mommy?"
Plakk
Air mata Ara mengalir karena merasakan perihnya tamparan Leona.
" Itu hukuman karena kau melanggar perintahku. Sudah aku katakan panggil aku 'NYONYA' ", tekan Leona.
" Maaf mo,, Nyonya", ucap Ara hampir salah menyebut kembali.
" Kau masih ingat telah memecahkan vas kesayanganku kan?", tanya Leona dan Ara hanya mengangguk. " Potong rumput itu sekarang juga!", perintah Leona.
" Ini nona", kepala pelayan memberikan gunting rumput yang sebelumnya Leona minta.
" Pakai itu, jangan berpikir untuk mengguanakn mesin pemotong rumput ", tegas Leona.
" Pak Mus, suruh seseorang untuk mengawasinya", perintah Leona sambil melenggang pergi. Pak Mustafa, sang kepala pelayan pun mengangguk patuh.
" Pak Budi, tolong awasi nona muda", perintah Pak Mus pada penjaga kebun yang biasanya bertugas memotong rumput.
" Baik"
" Nona, saya minta maaf. Saya hanya melaksanakan tugas", Pak Mus sedikit membungkukkan badan. Bagaimana pun nona mudanya adalah menantu pilihan Tuan Besar, orang yang paling di segani di mension. Namun, sekarang Nyonya Leona yang berkuasa.
" Tidak apa-apa Pak Mus, saya mengerti ", Leona langsung melaksanakan hukuman yang diberikan Leona.
Pak Budi yang mengawasi pun sebenarnya tidak tega. Apalagi tidak mudah mengerjakannya dengan mengandalkan gunting rumput.
Namun, seperti halnya Pak Mus, ia pun takut jika tidak patuh pada perintah sang Nyonya, karena pekerjaannya menjadi taruhan.
Ara terus memotong rumput tanpa lelah. Bahkan saat matahari di atas kepalanya, ia terus melakukannya. Leona melarang Ara beristirahat walaupun sejenak. Sebelum semuanya selesai.
" Istirahat dulu, nona", seorang pelayan wanita menghampiri Ara dan memberikan sepiring nasi beserta lauk pauknya dan segelas air putih.
" Tapi, mbok", Ara ingin menolak. Pekerjaannya belum selesai. Tinggal sedikit lagi.
" Nyonya memerintahkan saya untuk memberikan ini pada nona", Mbok Sum meletakkan di atas meja taman.
Mendengar bahwa itu perintah sang Mommy, Ara pun beranjak mendekati meja.
" Maaf, Nyonya memerintahkan saya memberikan makanan yang di makan oleh pelayan di rumah ini", Mbok Sum menunduk.
Ara memandangi isi piring yang ada di hadapannya. Menu sederhana yang berbeda jauh dengan menu yang di makan oleh pemilik mension.
" Gak apa-apa, Mbok", Ara mencoba tersenyum.
Ara tak percaya bahwa menu para pelayan di sana sangat berbeda dengan menu yang biasa terhidang di meja makan.
Karena rasa lapar yang menderanya, akhirnya Ara memakan makanan itu sampai tandas. Mengahadapi kenyataan memang membutuhkan tenaga.
Selesai makan, ia izin untuk shalat dulu, setelahnya baru ia akan melanjutkan hukumannya.
Mbok Sum akhirnya memintakan izin terlebih dahulu. Ia tak bisa mengambil keputusan sendiri.
Akhirnya, Mbok Sum mengajak Ara ke rumah belakang. Bangunan yang terpisah dari bangunan utama. Tidak terlalu besar namun, cukup nyaman.
Mbok Sum mengantarkan Ara ke sebuah kamar. Disana ternyata sudah ada sebuah koper yang tak asing di penglihatan Adel.
" Mbok, ini?", Ara heran ada koper miliknya disana.
" Nyonya memerintahkan pelayanan membereskan pakaian nona dan membawanya ke sini, karena mulai malam ini anda akan menempati kamar ini",jelas Mbok Sum.
Duarrrrr
Ara terkejut.
" Apa Kak Rion tahu?", tanya Ara penasaran.
Mommy tidak mungkin berani melakukan ini tanpa persetujuan Kak Rion. Bagaimana pun aku adalah istrinya Kak Rion. Sekalipun bagi Mommy, aku hanya seorang pembantu. Apa ini artinya Kak Rion mengizinkan Mommy melakukannya?. Batin Ara.
" Saya kurang tahu, Non", jawab Mbok Sum jujur.
Ara hanya menghela nafas. " Ya sudah Mbok, terimakasih".
" Sama-sama, Non. Kalau ada apa-apa, panggil saya saja atau panggil pelayan yang lain", pinta Mbok Sum.
Ara hanya mengangguk.
Selepas kepergian Mbok Sum dari kamar, ia kembali ke tujuan awal. Yaitu membersihkan diri lalu melaksanakan shalat.
Selesai shalat, Ara mengamati kamar yang akan ia tempati mulai malam ini. Kamarnya tidak terlalu luas namun bersih. Hanya tersedia kasur untuk di tempati satu orang dan nakas sederhana. Juga ada lemari kecil untuk menyimpan pakaian.
" Ternyata aku benar-benar di jadikan pelayan", ucap Ara lirih.
Tok..Tok.. Tok..
" Non, ini Mbok Sum", panggil Mbok Sum dari luar kamar.
" Iya Mkbok, sebentar "
Ceklek
" Nona sudah selesai?. Nyonya memerintahkan saya untuk memastikan Nona melanjutkan pekerjaan yang belum selesai ", jelas Mbok Sum tak enak.
' Sudah, Mbok", Ara keluar dari kamar. " Maaf membuat Mbok bulak -balik", Ara tak enak karena harus di susul Mbok Sum.
" Justru saya yang minta maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa. Seandainya Tuan besar masih ada ", Ucap Mbok Sum lirih.
Ara mengusap lengan Mbok Sum, " Gak apa-apa, Mbok. Ara juga gak apa-apa kok", Ara menampilkan senyumnya.
Ara melakukan kembali tugasnya. Waktu menjelang sore dan Ara belum juga selesai. Tidak lama, sebuah mobil berhenti tidak jauh darinya.
Rion keluar dari mobil. Melihat orang yang keluar dari mobil adalah suaminya, Ara berniat menghampirinya. Namun, saat Rion melihat ke arahnya dengan tatapan kebencian. Ara terdiam mematung.
" Kenapa? Ada apa dengan Kak Rion?", lirih Ara yang akhirnya tak jadi menghampiri suaminya.
TBC
...----------------...
...Mohon dukungannya...
...Jangan lupa tinggalkan jejak like, komentar dan subscribe...
...Terimakasih ...
...😉😉😉...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments