Pagi-pagi sekali, Jayden mengendarai mobilnya menuju rumah sakit tempat di mana Thomas dan Joanne dirawat. Tidak lupa, dia juga mampir sebentar untuk membeli bubur ayam pesanan Thomas. Benar-benar merepotkan. Padahal bisa saja sarapan dengan menu yang disediakan oleh rumah sakit.
Setibanya di sana, Jayden segera menuju ruangan tempat adiknya berada. Thomas sedang ada di kamar rawat Joanne saat Jayden masuk tanpa permisi. Tampak kening kedua orang itu terlihat sedikit memar.
"Kok, bisa kecelakaan, sih?" Jayden menarik kursi, lalu duduk di samping ranjang sang adik.
"Ada truk ugal-ugalan. Ya, udah, gue coba ngehindar, tapi saking silaunya gue malah nabrak pohon," jawab Thomas yang kini sedang menyelonjorkan kaki di sofa.
"Mobil lo?" tanya Jayden cukup ketar-ketir. Selama dalam perjalanan tadi, dia juga memikirkan berapa biaya yang harus dikeluarkan sebagai bentuk ganti rugi. Karena bagaimanapun juga, hal ini tidak akan terjadi jika Thomas tidak menjemput Joanne apalagi kalau mengingat lelaki itu baru saja sakit.
"Penyok dikit depan. Gampanglah!" Thomas tidak begitu mempermasalahkan.
"Lo abis berapa ntar bilang aja sama gue."
Thomas menepuk jidatnya, lalu meringis menyadari bagian itu justru yang paling sakit. "Lo kayak sama siapa, dah, Jay. Gue liat Joanne nggak apa-apa aja udah bersyukur banget." Jujur, Thomas sedikit trauma karena kecelakaan semalam. Mungkin dia tidak akan mengampuni dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu pada Joanne.
Jayden menatap temannya intens. Bukan karena dia kesemsem Thomas, tapi karena ucapan serta raut wajah lelaki itu yang menunjukkan kelegaan mengetahui adiknya hanya terluka sedikit.
Jayden memang tergolong laki-laki yang cukup peka dengan keadaan sekitar, meski seringnya dia hanya menyimpan semua untuk dirinya sendiri. Jadi, tidak heran kalau terkadang ada orang baru yang merasa terintimidasi dengan tatapannya.
"Lo ngapain liatin gue kayak gitu? Geli banget tau nggak," ujar Thomas yang ternyata sudah berdiri di depan Jayden untuk mengambil bubur ayam pesanannya.
Kapan temannya itu melangkah? Jayden sampai tidak sadar. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, kemudian mengalihkan perhatiannya pada Joanne yang sedari tadi hanya diam menonton.
"Lo gimana?"
"Udah mendingan, Ko. Cuma kayaknya butuh banyak istirahat biar pusingnya bener-bener ilang."
Jayden manggut-manggut. "Ya, udah, makan dulu, gih. Gue beliin bubur ayam," katanya sambil membuka kantong plastik berisikan bubur ayam.
Sembari menunggu Thomas dan Joanne makan, Jayden membuka ponselnya. Ada pesan dari Indra agar ia datang ke tempat lelaki itu guna mengambil kameranya. Usai mengetikkan balasan, Jayden membuka email, mengecek siapa tahu ada panggilan kerja setelah sebulan dia mengirimkan surat lamaran ke beberapa perusahaan baik dalam maupun luar negeri.
Melihat tidak adanya pesan yang ia harapkan, Jayden dengan wajah dibuat biasa saja kembali mengantongi ponselnya. "Dokter visit jam berapa?"
"Mungkin sebentar lagi." Baru saja Joanne menjawab, pintu ruang rawat dibuka. Dokter yang semalam menangani dirinya dan Thomas datang untuk melakukan pemeriksaan.
"Udah baikan?" tanya dokter tersebut sebelum mengecek tanda-tanda vital.
"Pusing sedikit, Dok," jawab Joanne.
"Oke. Nanti saya resepkan obat buat diminum kalau sewaktu-waktu pusing, terus boleh pulang kalau sudah menyelesaikan administrasi."
"Dok, saya pasien kamar sebelah. Periksa di sini aja nggak apa-apa kali, ya?" celetuk Thomas sebelum dokter itu keluar ruangan.
Dokter yang masih terbilang muda itu kontan menghentikan langkah, lalu menatap Thomas yang duduk di pojokan. "Kenapa nggak di ruangannya sendiri?"
"Kalo saya tidur di sebelah, nanti siapa yang jagain pacar saya, Dok? Gimana kalau dia butuh minum? Butuh bantuan buat ke kamar mandi?" cerocos Thomas sontak mendapat pelototan tajam dari Jayden. Namun, lelaki itu tak mengacuhkannya.
"Hmm ... ya, sudah, sini saya periksa." Dokter itu mendekat dan melakukan pemeriksaan yang sama seperti yang dilakukan pada Joanne.
"Pusing juga? Atau ada keluhan lain?" tanya dokter itu.
"Nggak ada, Dok."
"Oke, bagus. Selesaikan administrasi terus boleh pulang," ujar sang dokter sebelum akhirnya keluar ruangan dan memeriksa pasiennya yang lain.
Satu jam kemudian, mereka akhirnya bisa menghirup udara luar setelah tadi terjadi cekcok sedikit antara Jayden dan Thomas. Thomas ingin sedikit lebih lama berada di rumah sakit sebab ia yakin Jayden tidak akan mengizinkannya berada di rumah lelaki itu mengingat temannya akan mengambil kamera di tempat Indra, sedangkan Jayden yang membenci rumah sakit ingin segera pergi karena tempat itu hanya mengingatkannya pada sang ibu.
"Eits, depan lo! Enak aja gue di depan sendirian. Udah kayak sopir aja," seru Jayden saat Thomas hendak membuka pintu mobil bagian penumpang.
"Ampun, Jay, pelit banget lo. Posesifnya ngalahin emak-emak pula." Thomas menggerutu, meski tetap ia turuti juga perintah Jayden, daripada naik taksi, ya, kan?
Apartemen Thomas yang searah dengan studio foto milik Indra membuat Jayden mengantar Joanne ke rumah mereka terlebih dahulu. "Kalau ada apa-apa langsung telepon aja. Pintu depan jangan lupa dikunci," pesan Jayden sebelum adiknya turun dari mobil.
"Lo sekarang jadi care banget, ya, sama Joanne," ujar Thomas begitu Joanne sudah turun dan mobil kembali melaju.
"Dari dulu kali. Lagian kalau gue sampai lalai bisa-bisa adek gue kemakan rayuan buaya rawa." Jayden melirik sekilas, lalu tersenyum miring.
"Sialan lo! Lo tahu kali track record gue gimana." Thomas melakukan pembelaan.
"Hmm ... turun, gih!" perintahnya begitu mobil tiba di depan lobi apartemen Thomas.
Thomas pun turun. Namun, sebelum menutup pintu, ia berkata, "Nanti kalo ada kerjaan yang sekiranya cocok buat lo, gue hubungin."
Jayden mengangguk. "Thanks."
Dengan ditemani lagu-lagu milik Coldplay, Jayden kembali melanjutkan perjalanannya. Selang lima belas menit, ia pun sampai di titik lokasi yang dikirimkan Indra beberapa menit yang lalu.
Turun dari mobil, Jayden lantas memasuki tempat tersebut dan langsung disambut oleh sang pemilik.
"Cepet banget, Jay. Bukannya rumah lo jauh, ya?"
"Abis nganterin Thomas ke apartemennya, makanya cepet," jawabnya sambil mengekori Indra.
"Lhah, kenapa lagi itu anak? Udah kayak perawan aja minta dianterin." Indra terkekeh, kemudian mengambil kamera milik Jayden dan mengembalikannya kepada si pemilik.
Jayden pun menceritakan kemalangan yang menimpa adik dan temannya, dan setelah mengobrol cukup lama ia berpamitan karena khawatir dengan Joanne yang sendirian di rumah apalagi gadis itu masih mengeluh pusing.
"Oke, oke. Pikirin juga tawaran gue semalam. Hati-hati di jalan."
"Iya, Bang."
Jayden keluar dari studio itu dan membuka pintu penumpang lebih dulu guna menaruh kameranya. Ketika ia mengitari mobil dan hendak membuka pintu kemudi, seorang wanita paruh baya yang ia temui semalam memanggilnya.
"Jayden," panggil Melisa.
Memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat, Jayden menyunggingkan senyum tipis melihat wanita yang tengah berjalan menghampirinya.
"Kamu ada perlu juga di sini?"
"Cuma ngambil kamera, Tan. Semalem kelupaan."
"Kamu fotografer?" ujar Melisa terfokus pada kata kamera yang diucapkan Jayden.
Jayden merasa ragu untuk mengiakan, tapi mengingat dirinya butuh pekerjaan dan fotografi adalah hal yang menyenangkan, ia berpikir akan mengikuti jejak Thomas untuk sementara waktu. "Iya, Tante."
Melisa mengangguk paham. "Tante ada kerjaan kalau kamu mau. Gimana kalau kita ngobrol di kafe deket-deket sini buat tahu lebih jelasnya." Tanpa pikir panjang, wanita itu membatalkan niatnya menemui Indra.
Jayden tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk setuju. "Boleh."
Mereka lantas masuk ke mobil masing-masing dan mencari tempat yang nyaman untuk berdiskusi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sunny
lanjut lanjut lanjut...part ini masih hafal
2023-03-17
0