Seusai kepergiannya, aku seperti biasa melakukan rutinitas hari-hariku. Namun suatu hari, ketika aku berdiri di trotoar jalan di depan rumah sakit. Sedang menunggu kendaraan umum yang nanti akan membawaku pulang. Temanku Laras terengah-engah datang menghampiriku. Sambil mengatur nafas, Laras berbicara padaku.
“Duh... Untung elo belum pulang.”
Aku mendelik. “Kenapa?”
“Dari tadi gue nyariin elo.”
“Iya, ada apa?”
“Pria itu dari tadi nungguan elo di parkiran.”
Aku memicingkan mata. "Maksudnya?"
Laras nggak menjelaskan secara gamblang, memutar badannya berkata sambil lalu.
“Udah.... Elo ke sana aja, pokoknya pria itu parkir di bawah pohon ceri.”
Laras buru-buru karena waktunya terpakai untuk mencariku. Hari ini dia tukeran shift, aslinya satu shift denganku.
Aku kembali menyipitkan mata. Pria? Siapa? Kulangkahkan kakiku sesuai petunjuk apa yang dikatakan Laras. Meskipun bingung, ah, tidak, tidak. Tepatnya, heran! Siapa coba pria mencariku? Memang ada? Soalnya, aku ini belum pernah didekatin pria.
Aku terpana sebelum kakiku melangkah lebih dekat. Gila! Untuk apa dia ke sini? Apa dia masih tidak terima, lalu datang mau buat perhitungan? Bukankah seharusnya aku yang dirugikan? Tapi, bukankah juga kemarin dia sudah minta maaf? Jadi, buat apa dia ke sini?
Kudekatkan tubuhku, sebelum aku buka suara, lelaki itu sudah berkata duluan...
“Maaf, kedatanganku pasti membuatmu kaget. Apa kamu sudah pulang? Boleh aku mengantarmu pulang?”
Herannya, aku layaknya kerbau dicucuk hidungnya manggut saja. Dia membukakan pintu, mempersilahkanku masuk. Setelah aku menyebut alamat, mobil melaju pergi. Sepanjang perjalanan aku diam saja, dia yang banyak bicara.
“Sepertinya kakimu sudah sembuh, syukurlah!”
“Aku tahu kamu pulang kerja jam berapa, dulu kan aku pasienmu.”
“Dari tadi aku menantimu. Kupikir, aku telat. Maklumlah, Jakarta. Untunglah, ternyata aku datang 20 menit lebih awal.”
“Aku bicara dengan receptionist, titip pesan menunggumu ditempat tadi.”
Tahukah dia siapa? Ya, itu, si itu... Pria kemarin yang buat kakiku pincang-pincang, buat energiku terkuras lebih banyak memikirkannya. Pasien satu-satunya yang selalu buatku repot menyulitkan pekerjaanku.
Tak lama mobil tiba di halaman rumahku. Sesudah kami turun, aku mempersilahkannya duduk di teras. Aku kemudian masuk untuk membuatkan minuman untuknya.
Di dapur, tiba-tiba ibuku mengagetkanku, menepuk pelan pundakku dari belakang. Rupanya, ibuku melihat. Mungkin, dengar suara mesin mobil lalu mengintip di jendela.
“Nak! Kamu pulang sama siapa?”
“Ibu! Bikin kaget saja. Oo... Itu mantan pasien Dewi.”
“Mantan pasien?"
"Iya."
"Kenapa bisa antar kamu pulang? Ah, tidak, tidak. Maksud Ibu, apa pria itu naksir kamu? Kok bisa-bisanya antar kamu pulang?”
Eh, buset! Ketika aku mau menyangkal...
“Tapi, bagus, bagus sekali... Ibu lihat pria itu tentara. Ibu senang, senaaanng.....sekali. Ibu akan bilang hal ini ke Ayahmu. Ayahmu sudah pulang. Sekarang lagi di kamar. Nanti kamu kenalin ke Ibu dan Ayah ya.”
Memang dimana-mana orang tua mana yang nggak bahagia lihat anaknya pulang diantar tentara. Pria itu memang menjemputku memakai seragam tentara. Tapi ibuku salah paham. Mungkin, akibat nggak pernah lihat anaknya diantar pulang pria jadi berhalunisasi.
Aku keluar membawakan secangkir teh hangat. Kuletakkan di meja pas di depannya. Lelaki itu tersenyum mengucapkan 'terima kasih'. Lalu aku berbicara sedikit kikuk.
"Mm... Mm..."
Aduh... Kenapa juga begini? Wajar kan orang tua ingin tahu siapa pria yang mengantar anak gadisnya pulang? Habisnya, aku takut pria ini mikir macam-macam. Harusnya nggak, 'kan? Setelah kuucapkan yang ingin kukatakan. Pria itu menganggukkan kepala. Lalu aku masuk lagi ke dalam memanggil orang tuaku.
Tahukah kalian apa yang terjadi? Di depan pintu, ayahku terkejut. Begitu pula orang itu, langsung bangkit dari kursi menundukkan kepala bersikap hormat. Sedangkan aku dan ibuku hanya melongo saling lihat-lihatan.
“Loh! Kamu!” kaget ayahku.
“Dan!” kejut pria itu juga.
“Duduk, duduk. Oh iya, ya, kemarin kamu dirawat di rumah sakit tempat anak saya bekerja ya, lupa saya." Ayahku baru menyadari, lalu mempersilahkannya duduk kembali. Disusul ayahku, aku dan Ibuku.
Rupanya pria itu adalah anak buah ayahku. Karena itu dia memanggil 'Dan' alias Komandan. Itu yang kudengar dari pembicaraan mereka. Ayahku seorang tentara berpangkat Kolonel membawahi pasukan khusus Angkatan Laut.
Hanya basa-basi sebentar kedua orang tuaku masuk.
“Ini sungguh mengejutkan,” geleng pria itu.
“Kamu tidak tahu aku anak Ayah aku?” tanyaku. Ya! Mulai hari ini aku bicara aku-kamu ke dia.
“Tidak. Aku dipindahkan tugas satu hari sebelum peristiwa itu.”
Peristiwa perang di Samudera Indonesia itu maksudnya.
“Memangnya, sebelumnya kamu dimana?”
“Di Surabaya.”
“Oo..." Aku mengangguk-angguk. "Ketika kamu pulang dari rumah sakit, memang kamu nggak lihat? Photoku kan di pajang di meja kerja Ayahku."
“Aku tidak memperhatikan.”
“Oo...”
“Oh ya, aku belum memperkenalkan diri. Namaku Krisanto.”
“Aku tahu, kamu kan dulu pasienku. Kamu tahu namaku?”
“Tentu, Dewi Abarwati.”
Aku terpana, tahu dari mana?... Sebelum aku mempertanyakan, pria itu melanjutkan omongannya.
“Aku melihatnya di tag namamu."
“Oo...”
“Oh ya, bolehkah besok aku menjemputmu lagi?”
Dan kembali aku seperti kerbau dicucuk hidungnya manggut saja. Sehabis itu, pria itu ijin mau pulang, dan memintaku untuk memanggil kedua orang tuaku. Aku masuk ke dalam.
Seberlalunya, ibuku heboh menggiringku ke ruang keluarga. Kalau ayahku diam saja saat kami melangkah masuk rumah. Yah! Apa lagi yang mau dibicarakan ibuku kalau bukan lelaki loreng itu.
“Aduh, Nak... Bisa-bisanya kamu dapat Kapten!”
Hah?! Kapten? Memang aku melihat ada 3 balok tanda kehormatan terpampang di serangam kebesarannya. Tapi aku tak terlalu memikirkan hal itu, sebab aku lebih fokus kenapa dia mencariku.
“Bu, jangan salah paham cowok itu hanya mengantar Dewi saja.”
“Haisshh... Kamu ini terlalu polos. Cowok itu kalau sudah mengantar cewek pulang pasti dihatinya ada sesuatu.”
Ibuku ini terlalu berimajinasi mungkin akibat dari lahir anaknya jomblo tulen. Ah, pria itu mungkin mengantarku sekedar ingin menunjukkan rasa maafnya saja padaku. Ya! Itu kini yang kupikirkan, pasti karena alasan itu dia begitu. Eh, tunggu dulu, dia bilang besok mau menjemputku lagi. Apa jangan-jangan benar yang dibilang ibuku? Ah, masa iya? Setelah apa yang terjadi diantara kita? Dia naksir? Yang benar saja!
Terus terang aku pun heran, kenapa tadi aku manggut-manggut saja ketika dia ingin mengantarku pulang, dan sama juga seperti buat esok. Jangan-jangan, aku juga... Ah, tidak, tidak. Kurasa aku begitu karena terpesona. Jujur, selain aku terkejut, tadi hatiku juga terpana saat melihatnya di parkiran. Dia tampak gagah dan rupawan dengan seragam kebanggaannya. Aku juga gak buta, meski kami sering ribut tapi mataku tahu dia tampan. Lagian, bunga mana yang tak tersengat oleh kumbang seperti itu. Pria memakai seragam tentara dimata para bunga terlihat jantan! Ya, wajar dong kalau hatiku berdesir mau diantarnya pulang, dan mau dijemputnya lagi, aku kan normal. Jadi bukan karena titik, titik... kan? Eh, iya nggak sih? Au, ah!
Hm... Kapten! Jangan-jangan karena itu ya dia kemarin bersikeras ingin kabur. Mungkin pangkatnya membuatnya punya tanggung jawab besar hingga tak memperdulikan kondisi tubuhnya. Eh, tunggu dulu, semuda itu sudah Kapten?
“Yah, usia dia nggak nyampe 30-an, 'kan?” tanyaku ke ayahku.
Kulihat dari sosoknya palingan kira-kira hanya terpaut 2-3 tahun diatasku. Aku usia 26, dan feeling-ku tepat!
“Iya, dia usia 29.”
Gilaa... Prestasi apa yang diraihnya hingga secepat itu mendapatkan gelar kehormatan tersebut? Apa lagi untuk divisi pasukan khusus loh! Susahnya ampun-ampun. Ckck... Sumpah, sulit dipercaya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Lina Susilo
prestasi yg cemerlang
2021-03-07
0
Dila Ayu
semangat Thor...
2019-10-28
3