5 - RUMAH ARGA

Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh menit dari gedung akad nikah ke rumah si pria dingin.

Kini, mereka telah sampai di sebuah rumah mewah berlantai dua, yang bangunannya di-desain begitu elegant serta bercat putih. Tidak terlalu besar seperti rumah para artis tetapi rumah itu lebih dari cukup jika ditempati sepasang suami istri.

Ada empat kamar di atas dan empat kamar di bawah, termasuk dua kamar pembantu serta satu kamar gudang. Halamannya cukup luas bisa sekitar 10 mobil parkir di sana.

Ada juga kolam renang berukuran 10x20 meter. Bangunan dua lantai itu memiliki pagar besi bercat hitam serta tembok tinggi, tetapi anehnya tidak tampak adanya security berjaga di sana.

Dari luar rumah itu terlihat sangat elegant dan mewah apalagi bagi Laras yang tidak pernah bermimpi bisa tinggal di rumah besar ini.

Hatinya terkesima melihat rumah di hadapannya. Seumur hidup dia tidak pernah membayangkan akan menikah dengan pria yang memiliki rumah semewah ini dan akan menjadi penghuninya.

Laras masih melongo menatap ke rumah itu dan tidak sedetik pun dia berpaling dari tatapannya.

Rico membuka pintu mobil tetapi dengan cepat Arga menahannya.

"Biarkan wanita ini yang keluar!", titahnya yang membuat Rico urung membuka pintu mobil.

Arga sekilas menoleh ke wanita di sebelahnya.

"Cepat turun! Buka pagar!," perintah Arga dengan suara membentak.

Laras yang tengah terpana melihat rumah megah di depannya, mendadak terperanjat mendengar bentakan Arga kemudian tersadar sambil menjawab terbata.

"Ba-baik..," sahut Laras dengan lidah kaku.

Hatinya mulai terasa sakit tak menyangka Arga akan membentaknya sekeras itu. Rasanya trauma itu masih ada. Dia sering dibentak dan diperlakukan kasar dan tidak baik saat hidup bersama suami pertamanya.

Rico kembali terdiam. Menarik nafas panjang melihat perlakuan kasar sahabatnya kepada wanita yang Rico yakin jika dia adalah wanita baik.

Laras ingin menangis, menggigit bibir, sambil menguatkan hati. Dia tidak tahu apakah nasib pernikahan keduanya ini akan sama dengan pernikahan pertamanya?

Semakin keras wanita itu berusaha menahan tangis agar tidak menetes tetapi pada akhirnya setitik air mata kemudian disusul setitik demi setitik, tumpah di wajahnya tanpa bisa dibendung lagi, membayangkan nasib yang akan dialaminya dengan pernikahan keduanya ini.

Setelah Laras turun dari mobil, Rico langsung bertanya.

"Aku tidak habis fikir denganmu. Mengapa kau memecat mang Gatot dan bik Lina? Bukankah dari awal kau membeli rumah ini, mereka berdua sudah tinggal di rumah ini mengurus semua pekerjaan rumah? Tega kau memecat suami istri itu. Mereka mau makan apa sekarang setelah tidak ada pekerjaan lagi?," ujar Rico mengamati muka Arga seakan mencari tahu apa yang direncanakan atasannya itu.

"Tidak perlu kuatir. Mereka memang sudah tidak bekerja di rumah ini, tapi aku tetap memberikan uang gaji kepada mereka setiap bulan, tanpa mereka harus lelah mengurusi rumah ini," jelas Arga dengan santainya.

Rico yang tidak mengerti arah pembicaraan Arga mengubah posisi duduknya agak beringsut sedikit menghadap ke belakang mencermati muka Arga yang masih terlihat santai.

"Maksudmu bagaimana? Aku belum mengerti," selidik Rico penuh tanda tanya.

"Aku akan mempekerjakan wanita itu untuk mengurus rumahku! Adil kan? Dia udah tinggal di rumahku dengan gratis. Tidur, makan dan minum gratis. Jadi apa salahnya kalau dia bekerja untuk membersihkan seluruh rumahku!," ucap Arga tersenyum licik.

"Gila! Kau benar-benar gila! Apa yang ada di otakmu! Dia itu wanita Ga. Apalagi dia sekarang sudah menjadi istrimu. Bagaimana mungkin kau tega menyuruhnya mengurus dan membersihkan rumahmu yang sebesar ini. Bisa-bisa dia kelelahan dan jatuh sakit," sergah Rico geram.

"Tolong, aku punya hak mengatur rumah tanggaku. Kau tidak perlu mencampuri terlalu dalam. Jadi aku harap kau mengerti maksudku!," Pinta Arga sembari mendelikkan bola mata tanda tidak suka jika Rico terlalu banyak mendikte rumah tangganya. Rico pun diam tak menjawab lagi. Pandangannya beralih pada wanita di depan pagar.