Tak peduli akan pandangan dan tertawaan orang, yang jelas saat ini Spring tak ingin melepas pelukannya. Walau Winter sudah membuat tubuhnya terlepas dari pelukan Spring, Spring tetap kembali memeluknya sambil menangis. Karena bertemu kembali dengan Winter masih terasa mimpi baginya. 10 tahun di hidupnya tanpa adanya Winter, kerinduan ini masih terasa nyata walau Winter sudah berada di depan mata.
"Spring, bisakah kamu melepasku. Biarkan aku bermain bola terlebih dahulu. Kemenangan kelas kita sedang di pertaruhkan."
Spring menggeleng cepat kepalanya. "Aku tak ingin melepasmu, Winter. Hidup tanpamu selama 10 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Aku takut bila pertemuan ini hanyalah mimpi dari tidur lelapku."
Winter menghela panjang nafasnya. "Kumohon lepaskan aku sebentar saja. Aku berjanji setelah sepulang sekolah, aku akan mengantarmu pergi ke rumah sakit untuk memeriksa luka di kepalamu."
"Aku sangat sehat, dan aku sangat baik-baik saja. Kamu tak perlu membawaku pergi ke rumah sakit. Hanya bersamamu aku akan baik-baik saja."
Winter kembali menghela nafasnya. "Aku yakin bila kamu sedang tak baik-baik saja. Bila kamu baik-baik saja, mana mungkin kamu berbicara hal yang tak ku pahami."
Lalu tiba-tiba saja Lucy datang menghampiri, lalu dengan cepatnya ia menarik paksa tubuh Spring dari Winter.
"Bisakah kamu membiarkannya menyelesaikan pertandingan. Winter adalah striker andalan di kelas kita."
"Aku tidak bisa melepasnya, lagi pula kelas kita sudah mendapatkan satu gol. Dan kelas yang kita lawan sudah di pastikan sampai akhir pertandingan tak dapat memasukan bola ke gawang."
"Memangnya kamu tahu dari mana bila kelas yang kita lawan tak akan bisa memasukan bola?"
Seketika Spring menggaruk tengkuknya walau tak terasa gatal. Spring menelan salivanya. "Ka...rena laki-laki di kelas kita pandai bermain bola," ucapnya yang terbata-bata.
Spring terpaksa mencari alasan lain, agar tak di anggap aneh lagi oleh Lucy. Spring memang sangat yakin bila kelasnya akan menang dalam pertandingan sepak bola, secara ia pernah menyaksikannya sebelumnya.
Karena Spring masih berdiam diri di tengah lapangan, pertandingan terpaksa di jeda. Hingga akhirnya Lucy pun harus menarik paksa Spring keluar dari lapangan. "Jangan membuat kacau pertandingan, lebih baik kita menonton saja di pinggir lapangan."
Lucy menarik Spring ke pinggir lapangan untuk menyaksikan kelasnya menyelesaikan pertandingan sepak bola. Hingga pada menit akhir, kelas yang di lawan oleh Winter dan teman laki laki di kelasnya, tak dapat memasukan satu gol pun, seperti apa yang di katakan Spring tadi.
"Prediksimu memang benar." Lucy mengerutkan alisnya menatap Spring. "Sejak kepalamu tertimpa oleh bola, kamu menjadi aneh. Kamu bahkan bisa tahu jika kelas kita akan menang. Apa di tubuhmu terdapat jiwa orang lain. Setelah sadar dari pingsan, kamu bukanlah Spring yang ku kenal."
"Apa menurutmu aku terlihat aneh?"
"Iya, kamu sangat aneh setelah kepalamu tertimpa oleh bola. Kamu bahkan menyebutku seorang wanita yang berumur 27 tahun. Apa kamu ini datang dari masa depan, hingga sampai membuatmu kaget ketika melihatku yang masih tampak muda."
Spring menelan salivanya. "Kamu berbicara apa? Mana mungkin orang bisa melakukan time traveler. Lihatlah wajahku masih tetap sama, tidak seperti orang dewasa pada umumnya."
"Bisa saja jiwamu ini yang datang dari masa depan."
"Apa kamu percaya bila aku datang dari masa depan?"
Lucy tergelak. "Tentu saja tidak. Seperti katamu tadi, tak akan ada orang yang bisa melakukan time traveler."
"Ku pikir kamu percaya dengan mitos time traveler."
"Aku hanya membual saja. Yang lebih logis, kepalamu perlu di periksa ke dokter. Sepertinya kepalamu mengalami cedera."
Spring menghela, ia pikir Lucy percaya dengan adanya time traveler. Ia kecewa, bila temannya itu hanya membual dengan ucapannya. Spring juga tak bisa meyakinkan Lucy, bila dirinya memang datang dari masa depan. Ia akan di kira aneh bila dirinya menjelaskan perjalanan waktunya dari tahun 2022 ke tahun 2012. Terlebih lagi, Spring juga masih berpikir bahwa saat ini dirinya tengah bermimpi. Karena Spring tidak terlalu yakin dengan adanya time traveler seperti di film-film fantasi. Bila memang ini hanyalah mimpi, Spring enggan terbangun. Karena hanya dalam mimpilah Spring dapat bertemu dengan Winter. Namun, bila ini memanglah nyata, Spring akan berusaha keras untuk mencegah kematian Winter.
Selain menyesal tak dapat menyelematkan Winter dari kematian, ada satu hal lagi yang membuat Spring menyesal. Yaitu, Spring tak dapat mengutarakan perasaannya kepada Winter. Karena persahabatannya memiliki prinsiv untuk tak memiliki perasaan lebih selain rasa sayang sebagai sahabat. Jadi bila perjalanan waktunya merupakan kenyataan, Spring tak akan lagi memendam perasaannya terhadap Winter seperti dulu.
Seusai pertandingan selesai, Spring kembali menghampiri Winter. Bahkan ia terus mengikuti Winter kemanapun sahabatnya itu pergi. Spring masih terlalu takut bila ia akan terbangun dari tidurnya dan mendapati kenyataan bahwa kembalinya ia ke tahun 2012 merupakan mimpi dari tidur lelapnya.
Winter sampai menghela kesal karena Spring terus mengikutinya seperti anak ayam yang mengikuti induknya. "Spring, bisakah kamu tak mengikutiku, aku ingin berganti pakaian. Bila kamu terus mengikuti, bagaimana aku bisa mengganti pakaianku."
"Kalau begitu aku akan menunggumu di depan ruang ganti."
"Tidak bisa! Kamu akan di anggap aneh bila berdiam diri di depan ruang ganti pria." Winter lalu memegang kedua pundak Spring. "Aku mohon, tunggulah aku di kelas. Aku tak akan pergi kemana-mana, mengerti!"
"Aku takut bila saat ini aku sedang bermimpi dari tidurku."
"Tidak Spring, ini bukanlah mimpi, ini nyata. Kamu tak perlu takut bila saat ini kamu sedang bermimpi. Karena bila ini mimpi pun, ini bukanlah mimpi yang buruk."
"Aku tahu bila ini bukanlah mimpi yang buruk. Karena pada saat terbangunlah mimpi burukku yang sebenarnya, karena di sana tak ada kamu, Winter."
Winter seketika membuka gelang di pergelangan tangannya, lalu memberikannya kepada Spring. "Bila kamu takut ini hanyalah mimpi, maka terus terjagalah agar tak terbangun dari tidurmu." Winter lalu tersenyum dengan manisnya menatap Spring. "Tunggulah aku di kelas, dan teruslah genggam gelangku, agar kamu tetap berada di mimpi indahmu ini."
Walau Spring enggan untuk pergi, tapi setelah mendengar perkataan Winter, Spring akhirnya mau melangkahkan kakinya. Namun, karena ia terlalu takut tak bertemu lagi dengan Winter, sesekali ia menengok ke arah belakang, memastikan bahwa Winter masih tetap ada dari pandangannya.
"Cepatlah masuk ke kelas, Spring. Jangan terus menengok ke arahku, nanti kamu akan terjatuh bila kamu terus melihat kebelakang," teriak Winter.
Sampainya di kelas, Spring duduk sembari menggenggam erat gelang milik Winter. Tangannya gemetar, perasaannya gelisah, dan duduknya tak terasa nyaman. Ia masih merasakan takut akan terbangun dari mimpi indahnya. Sesekali ia melihat ke arah pintu untuk memastikan bahwa Winter akan segera datang ke kelas.
"Tuhan, ku harap bahwa yang sedang ku alami ini bukanlah sebuah mimpi dari tidur lelapku. Aku terlalu takut bila aku terbangun dari mimpi indahku ini," gumam Spring di batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
alterna.nas
masih kupantau
2023-03-09
1
maya mutia
semangat upnya jangan kndor buat up
2023-03-02
1
Kaila
jangan sad ending ya, smoga misinya spring berhasil
2023-03-02
2