Sedikit Tegar

Rizal keluar meninggalkan Zahra sendiri di kamar. Suaminya itu tetap menurut dengan semua perkataan ibunya. Bahkan di saat Zahra sakit pun Rizal tidak bisa melawan.

"Dimana keadilan yang kamu janjikan padaku Mas? Secepat itukah kamu melupakan janji itu," gumam Zahra dalam hati. Dia sangat sedih sekali.

Di kamar lain, Viona sedang berbaring kesal di atas ranjang. Dia tidak bisa menerima kalau Rizal sangat memperhatikan Zahra. Tak lama kemudian, Rizal masuk ke dalam dan menghampiri Viona.

"Maaf, aku tadi menolong Zahra. Kamu tahu kalau dia itu ...."

"Stop menyebut namanya di depan ku. Aku sangat muak jika mendengar namanya. Rizal kalau kamu menginginkan aku secepatnya hamil maka turuti semua perkataan ku, kalau kamu tidak mau lebih baik ceraikan saja dia," ucap Viona dengan penuh amarah.

Rizal terkejut mendengar perkataan istrinya itu. "Apa maksudmu Viona? Kita bisa menikah itu atas restu Zahra, jadi kamu juga harus bersikap baik terhadapnya," sahut Rizal tegas, namun hal itu hanya membuat Viona semakin geram.

"Oh, jadi maksud kamu aku harus berterima kasih dan bersikap lemah lembut gitu? Sorry, sampai kapanpun aku tidak akan melakukannya. Pokoknya mulai besok aku ingin pindah dari rumah ini. Secepatnya!"

Rizal menarik nafas dalam, dia tidak bisa berbuat apapun karena Viona mendapat dukungan penuh dari ibunya. "Baiklah aku akan menuruti mu, tapi aku mohon jangan kamu sakiti Zahra lagi. Dia sudah cukup tersakiti dengan keadaan ini, sebagai sesama wanita seharusnya kamu tahu itu."

Viona langsung mengarahkan pandangannya pada Rizal yang sedang berdiri di depannya. Dia sangat kesal karena Rizal terus membela Zahra. "Lihat saja, aku tidak akan tinggal diam. Aku pasti akan menyingkirkan mu Zahra. Secepatnya, karena Rizal hanyalah untukku seorang," ucap Viona dalam hati. Raut wajahnya penuh dengan kebencian.

Malam hari selesai sholat isya' Zahra berdiam diri dalam kamarnya. Matanya sembab karena menangis. Tak lama kemudian masuklah Rizal ke dalam dengan membawa nampan yang berisi makanan.

Zahra menoleh dengan mengulas senyum. "Kamu tidak perlu repot-repot membawa makanan ini ke dalam kamar, Mas," ucap Zahra menerima nampan itu.

"Tidak apa-apa, aku ingin melakukannya agar kamu cepat sembuh, Zahra!"

"Aku sudah membaik. Mas sudah makan belum? Kita makan bersama ya?" ucap Zahra mengambil piring yang berisi makanan itu.

Rizal mengambil alih piring yang dibawa istrinya. "Aku sudah makan, kedatangan ku ke sini untuk menemanimu makan malam. Aku suapi kamu ya."

Zahra tersenyum dan mengangguk senang. Perhatian yang sudah lama dia rindukan dan juga perlakuan lembut yang sudah jarang dia rasakan semenjak Rizal memutuskan untuk menikah lagi. Zahra menerima suapan demi suapan dari tangan suaminya. Entah kenapa hal itu membuatnya terharu sampai menitikkan air mata.

"Kamu kenapa Zahra? Kenapa kamu menangis?" tanya Rizal dengan mengusap air mata istrinya.

"Tidak apa-apa Mas, aku hanya terharu saja dengan perlakuanmu yang seperti ini. Entah kenapa, memberi ku sedikit semangat di saat ada keinginan untuk menyerah," jawab Zahra dengan penuh arti.

Rizal terdiam, dia menarik nafas dalam untuk menghilangkan rasa sesak di hatinya. Ingin dia menyampaikan sesuatu, akan tetapi Rizal merasa tidak tega melihat wajah sendu istrinya.

"Mas, ada apa? Apa ada yang ingin kamu katakan? Katakanlah! Apapun itu aku akan mendengarkannya dengan baik. Aku sudah bersiap dengan semua yang akan terjadi," ucap Zahra dengan penuh ketulusan.

Rizal menegakkan kepalanya dan menjawab, "Besok aku akan pindah rumah mengikuti Viona. Ibu sudah menyiapkan semuanya, dan aku tidak bisa menolaknya. Zahra aku ...."

Zahra menempelkan jari telunjuknya di bibir Rizal. Dia menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan agar Rizal tidak melanjutkan ucapannya. "Pergilah jika memang itu yang terbaik untuk hubunganmu bersama Viona, Mas. Aku tidak punya hak untuk melarangmu, karena semua keputusan ada di tangan ibumu. Bukan aku, meskipun aku adalah istrimu. Sungguh aku tidak berdaya Mas."

"Walau sebenarnya aku bisa mengatakan tidak, tapi aku tahu kalau ucapanku itu tidak akan ada artinya. Aku tidak pernah mempunyai hak di keluarga ini, Mas. Jadi lakukan apa saja yang menurutmu baik. Insyaallah aku akan kuat untuk menjalani dan juga akan bertahan semampuku di sini. Ini bukti rasa cinta dan sayangku padamu, Mas!"

Rizal langsung menarik Zahra ke dalam pelukannya. Dia mencium kening dan juga bibir istrinya itu dengan penuh kasih sayang. "Mulia sekali hatimu, Zahra. Mama seharusnya melihat semua kebaikanmu ini. Kamu adalah menantu yang berakhlak baik."

"Aku hanya melakukan apa yang bisa ku lakukan Mas. Tidak peduli Mama menghancurkan mental ku. Demi kamu aku rela bertahan. Semoga Allah juga mengabulkan doaku, agar rahim ini dikaruniai seorang bayi lagi."

"Semoga saja Zahra, aku juga akan berusaha agar kita mempunyai keturunan." Rizal terus memeluk istrinya. Adegan manis itu membuat Viona tidak senang. Dia menggeram kesal mendengar percakapan antara Zahra dan Rizal.

"Kamu pikir aku akan membiarkan semua itu terjadi? Jangan mimpi Zahra, aku akan menyingkirkan mu pelan-pelan dari rumah ini," gumam Viona dalam hati. Setelah itu dia pergi dari tempat itu dan kembali ke kamarnya.

Malam semakin larut, Zahra tidur dalam pelukan suaminya. Tak lama kemudian dia bangun karena mendengar alram yang berbunyi. Zahra ingin menunaikan ibadah di sepertiga malam. Dia beranjak dari tempat tidur dan menuju ke toilet untuk mandi wajib terlebih dahulu. Selesai mandi wajib, Zahra langsung berwudhu dan langsung melaksanakan sholat tahajud.

Zahra sholat dengan khusyuk sekali. Dia menyerahkan semuanya pada sang pencipta. Zahra telah selesai sholat, kemudian dia memanjatkan doa kepada Tuhannya.

Ya, Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Hanya kepada mu hamba berserah diri dan meminta pertolongan. Ya Allah selalu berikanlah hamba kekuatan hati untuk menjalani ujian ini. Selalu berikanlah keikhlasan dalam hati hamba agar bisa lapang dada dan bisa selalu sabar. Berikanlah hidayah kepada ibu mertuaku agar lebih bisa menghargai ku sebagai menantunya. Ya Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan, selalu dengarkanlah doa-doa hamba, karena hanya engkau lah yang memberi pertolongan dan hanya engkaulah yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Selalu bimbinglah hamba agar tetap di jalanmu. Amin.

Zahra berdoa dengan setulus hati, dia mencurahkan semua kegundahan dalam hatinya. Hanya doa lah yang membuatnya kuat dalam semua masalahnya. Selesai berdoa Zahra menggunakan waktunya untuk mengaji hingga waktu subuh datang. Setelah itu, Zahra langsung menunaikan sholat wajib dua rakaat.

Setelah selesai beribadah, Zahra membangunkan suaminya namun Rizal mengabaikannya. Zahra langsung keluar dari kamar untuk memasak sarapan dan membantu Bi Surti bekerja.

Tepat jam 06.00 pagi, Bu Silvi sudah berteriak keras memanggil Zahra. Dia marah hanya karena masalah sepele.

"Zahra, Zahra! Kesini kamu, cepat!"

Mendengar ibu mertuanya berteriak membuat Zahra kaget dan langsung berlari menghampirinya. "Iya Ma, ada apa?"

"Kamu ini bisa kerja tidak? Lihat baju mahal Viona kelunturan seperti ini. Kamu sengaja kan?" teriak Bu Silvi dengan sangat keras.

"Maaf, Ma aku tidak tahu kalau baju itu kelunturan," jawab Zahra pelan, hal itu membuat ibu mertuanya geram.

"Maaf-maaf, kamu tahu harga baju ini berapa? Kamu sebutkan harganya sayang." Bu Silvi meminta Viona untuk menyebutkan harga dari bajunya itu.

"Kamu tahu Zahra, baju ku ini aku beli waktu di London. Kamu jual diri aja belum bisa mengganti harga baju ini. Kamu mengerti kan? Apa kamu bodoh?sehingga tidak bisa membedakan mana baju mahal dan murahan." Viona mengumpat kasar Zahra. Dia sama sekali tidak memikirkan lagi dengan perkataannya.

"Ada apa ini?" Rizal muncul dan menghampiri Zahra.

Viona langsung bersikap manis di depan suaminya. "Sayang lihat, bajuku luntur gara-gara Zahra yang tidak becus bekerja," ucap Viona yang bergelayut manja di lengan suaminya.

Rizal melepaskan tangan Viona, dia berjalan menghampiri Zahra yang tertunduk diam. "Zahra kamu tidak apa-apa kan? Kamu tidak usah memikirkan ucapan Viona dan Mama."

"Mama, Viona, aku memang tidak sempurna. Tapi dalam bertutur kata aku masih memikirkan perasaan seseorang. Aku selalu menjaga ucapanku dan aku berusaha agar lisanku tidak menyakiti orang lain. Jadi aku mohon berpikirlah ketika menghujat seseorang. Permisi."

Zahra langsung pergi dari hadapan semua orang. Hal itu membuat Viona semakin kesal. "Sayang, kamu lagi-lagi membelanya. Dia sudah membuatku kesal," ucap Viona pada suaminya.

"Sudahlah, Sayang. Ayo kita pergi dari sini karena percuma saja kamu merengek di sini, yang ada hanya membuat kesal saja." Bu Silvi mengajak menantunya pergi dan turun ke bawah untuk sarapan pagi.

Rizal langsung menghampiri istrinya ke dalam kamar. Dia melihat Zahra terisak di atas tempat tidur. "Zahra, aku ... aku minta maaf atas nama Viona dan juga Mama."

"Sudahlah Mas, aku ingin sendiri. Sarapan sudah siap, kamu suruh Viona untuk melayanimu. Aku ingin menenangkan diri dulu," ucap Zahra dengan menyeka air matanya.

"Selesai sarapan aku akan pindah Zahra."

Zahra kembali menundukkan wajahnya."Pergilah Mas, aku selalu memberikan restu untukmu. Sudah, cepatlah sarapan," jawab Zahra lirih.

Rizal langsung keluar, dia sangat mengerti perasaan istrinya. Setelah suaminya keluar, Zahra menegakkan kepalanya lagi. Dia menarik nafas dalam untuk mengurai rasa sesak dalam dadanya.

"Aku harus kuat aku tidak boleh lemah, aku harus menunjukkan kalau aku bisa memberikan keturunan. Ya, aku harus hamil lagi," ucap Zahra pelan. Dia berusaha menyemangati diri sendiri.

Satu jam kemudian, Rizal kembali masuk ke dalam kamar. Dia mengambil tas yang sudah disiapkan tadi. Zahra masih terdiam di atas kasur. Dia hanya memperhatikan suaminya yang mulai berkemas. Rizal menghampiri Zahra yang sedang memandangnya.

"Zahra aku pergi ya, nanti aku akan membagi waktuku bersamamu. Kalau ada apa-apa telepon aku," ucap Rizal pada istrinya.

Zahra tersenyum dan mengangguk. "Iya Mas, nanti kalau aku butuh apa-apa pasti akan menghubungimu. Aku pasti akan sangat merindukanmu Mas. Maaf aku tidak bisa mengantarmu ke depan."

"Tidak apa-apa, oh ya aku sudah menitipkan uang bulananmu pada Mama. Nanti kamu boleh memintanya," ucap Rizal dengan menggenggam tangan Zahra.

"Oh ya, di bawah ada Mas Reza. Dia ternyata sudah kembali dari luar kota. Aku pergi!"

Zahra hanya tersenyum mengantarkan kepergian suaminya. Senyuman palsu itu membuat Rizal percaya kalau keadaan istrinya dalam baik-baik saja.

Di luar, Bu Silvi sedang mengantar anak dan menantunya pergi. Dia sangat bahagia melihat hubungan Rizal.

"Sayang, kamu baik-baik ya! Jangan terlalu stres, agar kamu cepat hamil!"

"Iya, Ma. Aku akan berusaha untuk hamil. Semoga saja prosesnya cepat," jawab Viona.

"Pasti cepat kok, kamu kan dalam keadaan sehat. Sudah sekarang kalian bisa pergi," sahut Bu Silvi.

Akhirnya, Rizal dan Viona pergi dari rumah itu. Rizal dalam mode diam, dia masih tersinggung dengan umpatan Viona terhadap Zahra pagi tadi.

Beberapa hari kemudian.

"Ma, bolehkah aku meminta uang jatahku dari Mas Rizal," ucap Zahra pada mertuanya.

Bu Silvi menutup bukunya dan menjawab. "Uang jatah apa? Seenaknya saja kamu minta-minta? Memang selama Rizal pindah kamu menguntungkan apa di rumah ini? Kamu tidak menghasilkan apa-apa, jadi tidak ada uang jatah untuk mu."

"Tapi Ma, Mas Rizal bilang kalau ...."

"Kalau apa? Uang mu Mama sita, anggap saja untuk uang ganti rugi baju Viona yang sudah kamu rusak. Sekarang kamu pergi sebelum aku marah. Sana pergi! Tidak tahu diri sekali."

Zahra pun pergi dari hadapan mertuanya. Dia berjalan sedih menuju ke kamarnya. "Bagaimana ini? Sudah waktunya membayar asuransi. Kenapa Mas Rizal tidak pernah membalas pesanku? Aku harus bekerja, hidupku tetap harus berjalan."

"Zahra kamu sedang apa?" Tiba-tiba Reza menegur adik iparnya.

"Emm, tidak ada apa-apa Mas. Aku ke kamar dulu. Permisi."

"Apa kamu butuh uang, kalau kamu memang butuh aku bisa meminjamimu," ucap Reza. Zahra menghentikan langkahnya dan membalikkan badan.

"Kamu butuh berapa? Bilang tidak usah sungkan," sambung Reza.

"Aku butuh satu juta Mas. Nanti kalau aku sudah dapat pekerjaan akan aku ganti."

"Pekerjaan? Kamu mau bekerja?" tanya Reza.

Zahra mengangguk. "Iya Mas, aku sudah melamar pekerjaan di sebuah butik. Aku mengirim semua koleksi desain gambar yang aku simpan sejak lama. Semoga saja di terima, dan hari ini pengumumannya. Aku tidak bisa jika terus seperti ini."

"Baiklah, Mas dukung kamu. Kalau kamu butuh apa-apa bilang saja ya! Rizal sangat keterlaluan sekali. Kapan-kapan aku akan menegurnya."

Zahra menganggukkan kepalanya. Dia tersenyum lega sudah mendapatkan bantuan. Bu Silvi melihat semua percakapan Reza dengan Zahra. Dia pun tidak senang karena Reza sudah berani ikut campur.

"Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus mencegah Zahra agar tidak bisa bekerja," gumam Bu Silvi dibalik tembok.

Reza berjalan melewati Bu Silvi. "Ternyata ada yang menjadi pahlawan di sini. Ingat, Zahra itu sudah bersuami. Jadi sikapmu jangan berlebihan."

"Berlebihan apa Ma? Aku hanya membantu saja, aku masih mempunyai rasa kemanusiaan. Jadi jangan samakan aku dengan Mama yang bersikap kejam."

Reza tersenyum sinis pada ibunya. Sebenarnya dia sudah sangat geram melihat sikap semua orang yang jahat pada Zahra. Namun, Reza tidak bisa berbuat apa-apa karena ada Rizal di samping Zahra.

Terpopuler

Comments

Hotma Gajah

Hotma Gajah

rizal bodoh bukan berbakti ..

2023-07-11

0

blecky

blecky

andai Rizal bsa kyak Reza pasti g akan ada hti yg trluka

2023-03-30

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

berhasil ... athor sdh bikin ku emosi

2023-03-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!