Sejauh mata memandang, terlihat kedai bertuliskan aksara jepang itu masih terkihat sepi. Matahari pagi yang mulai menyinari sebagian kedai kakek Asahi semakin membuat tempat itu tersorot oleh pria yang berlalu lalang di wilayah itu.
Seperti biasa, Akira sedang membantu kakeknya membersihkan meja-meja serta kursi di kedai. Sedangkan Ryu, masih berada di kamarnya menatap jendela sembari memegang jepitan rambut pheonix lambang kerajaan Wen. Dia menghela napas panjang, bertanya pada dirinya sendiri akankah dia sanggup membalaskan dendam itu? Menghancurkan ibu tiri dan adiknya. Tidak lama terdengar suara ketukan pintu, Ryu menoleh ke arah sumber suara.
Kepala Akira menyembul sedikit dari arah luar. "Kak, Cepat bantu aku! Aku kesulitan menggeser meja-meja. Terlebih, di luar sudah ada Huo Sijue!" Akira memelankan suaranya dibagian kalimat terakhir.
Mata Ryu membulat, Huo Sijue adalah sahabatnya selama tinggal dengan kakek Asahi. Pria itu memang selalu berada di sampingnya dan yang paling sering membawakan buah tangan dari keluarganya yang seorang saudagar di Timur Tengah. Kenangan terakhir yang Ryu ingat adalah Sijue merelakan nyawa demi menyelamatkannya. Ryu tidak sanggup mengingat kejadian pahit itu, dia menggeleng berusaha untuk tidak menemui pria yang begitu baik padanya.
"Katakan saja aku sedang tidak enak badan!" pungkas wanita itu.
"Kak! Cepat keluar!" Ucap ulang Akira, kemudian pintu kamarnya terbuka secara tiba-tiba. Ternyata Huo Sijue lah yang mendorong pintu kamar Ryu. Pria itu menggeleng pelan menatap Ryu yang duduk di samping jendela. Ryu hanya bisa menyeringai tipis.
"Kamu menghindariku karena kejadian dua hari yang lalu?" Sijue mengernyitkan dahinya.
"Kejadian apa? Tidak! Ini aku sedang bersiap keluar." Ryu menaruh jepit ranbutnya kembali ke bawah bantal.
"Kakek Asahi bilang kamu gagal meramal orang lagi kan?" sudut bibir Sijue terangkat mengejek Ryu.
"Hei Huo Sijue! Aku tidak pernah gagal dalam meramalkan siapapun! Jadi jangan sembarangan bicara ya!" Ryu berdiri sembari menunjuk ke Huo Sijue.
"Kalau begitu ramalkan aku, aku sedang mengalami perasaan yang gelisah. Ada yang harus aku tanyakan pada cenayang hebat cucu kesayangan kakek Asahi ini."
"Cih! Kamu memujiku karena hanya ingin mendapatkan ramalan gratis kan? Dasar tidak tahu malu!" Ryu berjalan melewati Sijue dan juga Akari. Dia langsung mengambil lap dan membersihkan sisa meja yang belum di lap Akari.
Sijue langsung duduk di tempat yang sedang Ryu bersihkan. "Kamu ada waktu senggang ’kan? Tolong ramal aku!"
"Aku sedang gelisah." Sijue mengerucutkan bibirnya, Ryu yang melihat pria itu mendengus pelan sembari meletakan lap dengan kasar.
"Ada apa?" Ryu mengangkat alis-alisnya.
"Aku menyukai seseorang, aku ingin sekali mengungkapkan perasaan ini padanya. Menurutmu, jika aku mengungkapkan perasaanku.. Apa dia mau menerima?"
"Sini biar kulihat garis tanganmu!" Ryu menarik tangan Sijue lalu memeriksa garis tangan pria itu.
"Garis tangan yang ini menghalangi jalan yang satu dan yang lain. Jadi kemungkinan besar hal itu mustahil, sepertinya akan gagal. Yang kulihat, dia pasti sudah punya pujaan lain di dalam hatinya." Ryu berdiri dan mengabaikan respon Sijue pada ramalannya.
"Hei Ryu! Kamu kejam sekali! Untuk apa aku percaya ramalan penipu sepertimu, ah membuang waktuku saja!"
"Huo Sijue brengsek!" Mata Ryu membulat, dia menggeram dan mengepal tangannya. Sijue yang melihat itu langsung lari terbirit menghindari sahabatnya, namun Ryu lebih sigap dari pria itu, mereka berakhir memutari kedai Asahi.
Sang kakek dan Akari hanya melihat keduanya dengan datar, "kenapa mereka selalu ribut bagaikan kucing dan anjing?"
"Entahlah kek, Akari juga tidak mengerti."
Tak tuk tak tuk
Suara kuda terdengar mendekat ke arah kedai, hal itu membuat Ryu dan Sijue berhenti bermain. Mereka kini berdiri menatap para pria yang baru saja datang ke kedai, pria itu adalah Hu Yazhu si panglima perang kerajaan Wen. Ryu langsung memalingkan wajahnya dari Yazhu yang menatapnya, sedangkan Huo Sijue melihat pria itu dengan datar.
"Selamat datang panglima!" kakek Asahi nampak menyambut Hu Yazhu dengan hangat.
Dia mempersilahkan Hu Yazhu masuk. Setelah beberapa saat mengobrol di dalam dengan kakek Asahi, Ryu diminta masuk dan bergabung dalam obrolan. Wanita itu melangkahkan kakinya dengan ragu, dia memberi salam pada Hu Yazhu yang bertubuh kekar dan tegap dengan balutan kain di keningnya. Dia bagaikan pendekar sejati.
"Ryu, sampaikan sendiri syaratmu!" ucap Kakek Asahi.
"Um, aku ingin datang ke Istana bukan sebagai dayang biasa. Aku ingin datang kesana dan di perkenalkan sebagai calon istrimu!"
Mendengar syarat gila Ryu, Hu Yazhu langsung berdiri dengan menggenggam pedang yang tadinya ia taruh di meja.
"Hei! Jangan bunuh aku!" refleks Ryu menutupi diri dari pandangan Hu Yazhu.
"Aku tidak akan membunuhmu! Tapi persyaratanmu cukup gila!"
"Kamu tahu istilah luar, win-win? Yang sering di gunakan dalam perjudian? Anggap saja seperti itu, aku akan datang ke Istana untuk membantumu dan merawat Raja Wen, kamu memfasilitasi hidupku di dalam sana. Aku tidak mau di anggap rendah, setidaknya aku harus di hormati di Istana." Ryu menyeringai dengan percaya diri.
"Aku akan mengatakan bahwa kamu sepupuku," kata Hu Yazhu yang punya solusi lain.
"Tidak! Kita tidak mirip, akan sangat sulit orang memercayainya. Sudah cukup, perkenalkan aku sebagai calon istrimu saja!"
"Tidak, bagaimana jika pelayan pribadiku? Aku akan menjamin kamu hidup bahagia disana!" kata Hu Yazhu memberi pilihan lain.
Ryu menggeleng. "Calon istrimu saja!"
"Aku.. Sudah memiliki calon istri!"
Seketika suasana menjadi hening, Ryu tertegun dan menatap langsung mata Hu Yazhu. Dia penasaran dengan calon istri yang pria itu maksud. "Siapa?"
"Kamu tidak perlu tahu! Dia tidak ada di wilayah ini!"
"Apa dia sudah resmi menjadi calon istrimu? Jika belum aku masih bisa menjadi calon istrimu!" Ryu mendelik ke arah panglima perang.
"Ryu, sudah-sudah! Kamu tidak bisa memaksa panglima perang kerajaan berbohong seperti itu. Sekalipun kamu cenayang yang hebat, kamu tidak boleh melakukannya!"
Hu Yazhu menatap kakek Asahi yang sedang menasehati Ryu. Pria itu berpikir sejenak, tidak ada salahnya membawa Ryu dan memperkenalkan dia sebagai calon istrinya. Toh calon istri yang dia maksud tadi memang tidak benar-benar ada. "Kakek, aku akan menerima syarat dari Ryu."
Ryu dan kakek Asahi membelalak, mereka saling melempar tatapan tidak percaya. "Kau serius Panglima?"
"Bukankah seperti yang kamu katakan bahwa ini adalah win-win. Kita saling menguntungkan, aku ingin kamu merawat raja sampai dia sembuh. Tapi aku juga tidak bisa memperkenalkanmu sebagai dayang maupun cenayang, karena hal itu dilarang di Istana. Jika aku memeperkenalkanmu sebagai calon istriku, kamu akan sangat di sambut hangat di Istana. Satu hal yang harus kamu jaga, kamu tidak boleh ketahuan, tidak boleh ada yang mengetahui bahwa kamu seorang dukun!"
"Tentu aku siap, tapi aku tidak ingin tinggal disana. Maksudku, aku tetap ingin pulang ke rumah kakek." Ryu menatap kakek Asahi.
"Ryu, kenapa banyak sekali syaratnya? Kamu merepotkan panglima nak!" sahut kakek Asahi.
"Setuju, aku akan mengantarmu pulang satu minggu sekali ke rumah kakek Asahi. Selain itu, kamu akan tinggal di istana bersamaku."
Deg
Sikap jantan Hu Yazhu dimata Ryu begitu mengesankan, pria itu benar-benar berkarisma dan bersinar di mata Ryu. Setelah kesepakatan berakhir, dan Hu Yazhu pun pulang bersama anak buahnya. Besok, dia akan kembali dan menjemput Ryu untuk pergi ke Istana. Kemudian Huo Sijue yang masih ada disana pun langsung menghampiri Ryu yang sedang menatap kepergian Hu Yazhu.
"Siapa pria itu?"
"Hu Yazhu, panglima perang kerajaan Wen." jawab Ryu.
"Huo Sijue, lebih baik kamu pulang. Jagalah dirimu baik-baik, jika suatu saat aku dalam bahaya, jangan berpikir untuk menyelamatkanku. Aku tidak ingin kamu terluka." lanjut Ryu.
"Hei peramal bodong! Apa kamu kerasukan? Kenapa tiba-tiba bersikap seperti ini?"
"Aish, kamu benar-benar ingin aku pukul ya?"
Huo Sijue langsung berlari menjauh dan melambaikan tangannya pada Ryu. "Dah, aku pulang dulu penipu!" dia tertawa terbahak melihat Ryu kesal. Ryu mendengus pelan kemudian masuk kembali ke kedai, dia menatap kakek Asahi yang kini menyeringai.
"Satu pesan kakek, hati-hati! Jika kamu berasal dari sana, kamu akan sedikit demi seikit mengingat kenanganmu lagi."
Ryu mengangguk, sejujurnya dia sudah ingat semuanya. Bahkan semua kejadian yang berulang ini dia ingat dengan jelas. Hanya saja kali ini semuanya sesuai dengan rencana Ryu. Dengan menjadi calon istri Hu Yazhu, artinya pria itu tidak dinikahkan dengan adik tirinya, Wen Jia. Dengan itu, satu rencana ibu tirinya telah ia gagalkan. Ryu menyeringai tipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Ir Syanda
Hm benar juga ...
2023-02-20
2
Radiah Ayarin
ada sang peramal disini
2023-02-19
2