Malam hari.
Saat aku membuka mata perasaan mencekam ketika menghadapi naga kiamat masih terasa disitu.
Hari yang benar-benar bisa menjadi mimpi buruk bagi makhluk hidup.
Hanya dengan bertahan saja tidak mungkin, suara-suara kematian menjadi bagian dari setiap momen yang akan terus terjadi.
“Gah!” Arsene membuka mata dan menemukan dirinya memimpikan mimpi yang sama.
Bangkit yang gelisah dari tempat tidur, napas yang tidak teratur, wajah dengan penuh keringat dingin. Baginya itu mengerikan.
Masalahnya itu membawa beban di kehidupan ini.
Arsene berpikir — seandainya memang dia hidup kedua kali, lebih bagus jika ingatan masa lalu ikut terhapus.
Bukan sesuatu yang absurd. Dia pernah benar-benar mengharapkannya.
Karena dia terbangun dari tidurnya. Pertanda dia akan kesulitan untuk tidur. Kemudian tidak memberikan waktu untuknya menenangkan diri dan tetap fokus. Sesuatu muncul di atas kepalanya.
“Ugh!” Arsene meremas kepalanya saat migrain menyerang dan melanda seperti akan menghancurkan otaknya.
Pesan yang lama tidak pernah dia lihat sejak dia lahir kembali, sekarang muncul lagi.
[Peringatan! Segel Sealing Coffin melemah! Gate S-Class segera terbuka kembali!]
[Batas waktu: 5.000 hari]
Itu dia. Bukan semacam pesan keberuntungan atau pemberitahuan. Pesan kali ini peringatan penting baginya dalam seumur hidup.
Tidak ada waktu.
Wajah Arsene memucat dan matanya hampir tidak berkedip memandang tajam pada pesan melayang di depannya.
“Kenapa?” dia bergumam pelan.
Dia menjadi kelam dan di landa ketakutan. Kulitnya merinding ketika dia mendapatkan pesan ini. Dia tahu apa maksud peringatan ini. Dan saat-saat dia mengingatnya itu membuatnya ketakutan setengah mati.
“Bukankah Sealing Coffin segel yang sempurna?”
Yah, dia segera mengeceknya lagi. Dia membuka Status Usernya dan menatap pada kemampuan spesialnya. Sealing Coffin masih dalam tahap belum benar-benar sempurna.
Artinya segel itu bisa hancur kapan saja dan kembali lagi.
Ini kacau. Arsene ******* rambutnya dengan jambakan yang kuat dan menggigit geram giginya.
“Sialan.” kutuknya dengan tak berdaya.
Tapi apa yang bisa dia lakukan untuk peringatan ini. Benar. Itu dia. Arsene kembali sadar namun tidak sepenuhnya, wajahnya masih seperti seseorang yang kembali dari tenggelam di dasar laut, masih lemas dan berusaha terlihat kuat.
“Aku harus bersiap-siap.” katanya.
5000 hari. Itu bukan waktu yang lama, baginya mimpi buruk berjalan itu seperti beberapa menit atau bahkan detik yang mengerikan.
Dan lagi...
Pesan pop-up berikutnya tiba di saat keputusan Arsene sudah bulat bersiap-siap untuk semuanya.
[Anda telah mencapai tahap seorang Pemula yang aktif! Kegigihan anda untuk tidak menyerah di akui! Skill baru telah di dapatkan!]
[Skill ‘Majestic Eyes’ di dapatkan!]
[Dengan mata pecahan milik sang Pertapa Agung anda bisa melihat jauh ke dalam tubuh lawan anda. Meningkatkan stat Sihir dan Kecerdasan sebanyak (+5). Selain itu, anda bisa menemukan ‘Potensi’ yang besar hanya dengan mata ini.]
Arsene mengatur napas mempelajari pesan tersebut. Dia masih tidak tahu maknanya namun dia yakin satu hal. Kali ini bukan sebuah peringatan, malah sebuah keberuntungan.
“Dengan ini artinya aku masih bisa mendapatkan banyak hal lagi.” Arsene tersenyum meletakkan tangan di dekat matanya. Mata itu mulai menyala dan berkobar.
Bukan seperti dirinya jika terus murung. Arsene kembali menarik selimutnya dan menutup matanya. Kali ini dia sudah tidak peduli lagi entah akan bermimpi buruk atau tidak.
Malahan itu bagus. Jika mimpi buruk lagi, bukankah dia bisa berlatih visual di sana dengan melawan naga kiamat.
Arsene tersenyum hanya dengan memikirkannya dan tertidur.
***
Pagi harinya. Arsene telah bersiap-siap, meski semalam dia mengalami sesuatu yang buruk, disini dia sangat segar.
Bahkan dia sendiri tidak tahu kenapa, tapi dia lega.
“Putraku apa kau siap?” Octaviano datang dari belakang dan sudah memakai pakaian yang bagus. Dia merapikan kerah lehernya dan terlihat sangat tampan.
‘Apa itu tidak berlebihan?’ sementara itu Arsene malah yang merasa gelisah di situasi itu. Karena Octaviano yang memang sejak awal sudah bersinar kini semakin menarik perhatian.
‘Ayah memang sangat polos jika tentang ini.’
Kebanyakan wanita akan terlena hanya dengan melihat Octaviano.
Kereta kuda sudah ada di depan Arsene, dia sengaja menunggu lebih dulu di luar dengan raut yang penuh semangat. Memperlihatkan dia sudah tidak sabar.
Padahal...
‘Aku tidak ingin pergi.’ fakta dalam batinnya berkata sebaliknya.
Namun dia tidak boleh menunjukkan wajah tidak puas dan penolakkan pada Octaviano. Jika begitu Octaviano pasti akan semakin kepikiran dan memprioritaskannya, karena apa yang dia minta selalu akan di perjuangkan oleh Octaviano untuknya.
Jika Arsene menolak pergi maka dia akan berpikir Arsene sakit dan membawa dokter dari seluruh penjuru Kekaisaran ini datang. Dia tidak mau itu.
“Ayo berangkat.” Octaviano tiba-tiba mengangkat tubuh Arsene dalam pelukannya dan naik kereta.
Duduk di kereta yang bersofa empuk dan nyaman, kehidupan bangsawan memang berbeda. Arsene merasakan perbedaan jauh ini dari kehidupan sebelumnya.
‘Aku lebih suka duduk di atas jerami.’
“Kakek dan nenek buyut pasti senang.” tambah Octaviano. Kakek dan nenek buyut maksudnya adalah bagi Arsene, sedangkan bagi Octaviano mereka adalah kakek dan neneknya.
Kereta pun berangkat dan berjalan. Daripada itu, wajah Octaviano lebih memperlihatkan bahwa dialah yang sudah tidak sabar untuk cepat sampai di tempat tujuan daripada Arsene yang terlihat terpaksa bersemangat. Seperti ada bunga yang mekar di wajah Octaviano.
Setelah beberapa saat kemudian, mereka akhirnya sampai di kediaman keluarga Kirsch. Mansion terbesar dan termegah kedua setelah istana Kekaisaran.
‘Memang hebat kekayaan keluarga Thoma, haha...’ itu bukan di buat-buat bahwa Thoma yang dia kenal sebentar memang memiliki aset keluarga sebesar ini.
‘Tidak heran seluruh Guild Hornet berisi orang-orang yang memiliki banyak hal kemewahan dan pakaian yang bagus.’ dan dalang dari semua itu berasal dari satu keluarga.
Ketika turun dari kereta. Mereka berdua di sambut oleh pelayan di kediaman ini yang ada di luar, namun bukan itu saja, bahkan tuan rumah sudah menunggu di situ.
“Kalian benar-benar datang.” pria berjanggut yang sudah menunggu kedatangan mereka mengeluarkan suara yang dingin.
Lalu Arsene yang mendekat bersama dengan Octaviano sedikit merasa gugup karena tekanan yang di berikan oleh pria tua ini. Arsene yang bersembunyi diam-diam di belakang Octaviano di dorong keluar untuk maju.
Arsene sedikit ragu dan gugup.
“S-salam kakek buyut, salam nenek buyut.” ucap Arsene meletakkan wajah ke bawah. Arsene mencoba mengangkat kepala karena tidak ada respon.
Dia merasa merinding dan menelan ludah, ketika wajah pria tua menatap tajam dan semakin tajam ke arahnya, Arsene berkeringat dingin pada tangannya.
“M-m-manis sekali!” pria tua yang dipanggil kakek buyut olehnya ******* habis tubuhnya dalam pelukannya.
“Oh, cicit manisku ini akhinya datang mengunjungi pria tua ini setelah sekian lama! Kakek buyut benar-benar merindukanmu! Apakah kamu makan dengan teratur? Kamu terlihat kurus? Apakah kamu mau kakek belikan hadiah? Tinggal bilang saja ya!”
Itu benar-benar pidato terpanjang yang bisa di dengar oleh Arsene selama hidupnya ketika tubuhnya di ***** dan pipinya di remas oleh pipi pria tua. Arsene menyerah untuk berontak.
Sebesar itulah cinta mereka padanya.
Alasan ini kenapa Arsene tidak mau datang kesini.
‘Hari ini kakek buyut sangat bersemangat, aku heran umurnya sudah tua. Dia pasti memalsukan umurnya.’ batin Arsene yang tersakiti.
Sementara dirinya di sirami kasih sayang oleh kakek buyutnya. Suara wanita mendatanginya.
“Sayang... Sudah berapa kali kukatakan untuk menjaga sikap ketika mereka datang. Apa kau lupa?” senyum membunuh itu buruk bagi semua orang yang ada disini. Nenek buyut memang menyeramkan.
Bahkan kakek Arsene bergidik dan langsung melepaskannya dan kembali menjaga sikapnya dengan berpura-pura batuk.
Nenek buyut mengeluh karena sikap tidak dewasa suaminya ini. Dan kembali fokus pada Arsene.
“Lama tidak bertemu, Arsene.”
Disitu Arsene tahu bahwa satu-satunya yang masih waras adalah neneknya.
“Salam nenek buyut.”
Nenek buyutnya membungkuk padanya dan memeluknya. Pelukan hangat itu berbeda dari pelukan yang diberikan oleh kakek buyutnya dan perasaan seperti di peluk seorang ibu ada disana dan aroma yang membuat nostalgia pada masa kecil terasa menggelitik di hidung. Arsene meraih punggung besar neneknya.
Melihat pemandangan ini, sudah cukup bagi Octaviano merasa lega bahwa Arsene sangat di terima disini meski tahu bahwa riwayat kelahirannya kurang bagus.
“Kamu sudah besar. Mari masuk dan bicara, kita sudah mempersiapkan camilan di dalam.”
“Baik, nenek buyut.”
Mereka masuk ke dalam rumah besar dan duduk di ruang tamu dengan meja penuh camilan manis.
“Ini adalah rumahmu dan kamu adalah kepala keluarga yang mengurus nama Kirsch sekarang. Tapi kamu jarang kemari dan memilih tinggal di istana.” kata neneknya pada Octaviano.
“Maaf nek. Aku tahu, namun tetap saja aku tidak bisa meninggalkan status sebagai Pangeran dan pergi dari istana.” jawab Octaviano merasa tidak enak.
“Haiz... Kakakmu itu sudah bisa nengurus semuanya sendiri. Kamu tidak perlu membantunya lagi. Lagi pula mengapa setiap ada urusan politik kamu selalu di haruskan hadir. Tidak bisakah seorang Kaisar mengurus Kekaisaran ini? Sungguh tidak becus.”
Kata-kata neneknya pada akhirnya tepat menusuk. Octaviano tahu dia tidak sedang di nasehati atau di bentak. Tetapi itu adalah perintah yang seharusnya diikuti oleh Octaviano untuk menjauh dari urusan keluarga royal.
Nenek dan Kakeknya mengetahui bahwa Kekaisaran tidak bisa berjalan juga jika tidak ada Octaviano sebagai pihak kedua setelah Putri Thoma, anak kedua, menikahi pria dari Kerajaan lain dan meninggalkan Kekaisaran.
Jadi Octaviano ada hanya untuk mengisi kekosongan itu.
Kakek dan Neneknya paham kondisi itu, bahwa Octaviano sedang di manfaatkan
“Kenapa bukan kamu yang menjadi Kaisar saja. Sudah cukup buatmu mendapatkan dukungan keluarga ini agar menjadi Kaisar.” ujar neneknya.
“Nenek pembicaraan itu sudah kita sepakati sebelumnya.”
“Octaviano!” bentak neneknya pada sikap kontemplatif Octaviano.
Saat mereka sadar bahwa ada Arsene juga duduk sembari memakan Macaron dan meminum teh, mereka menjadi sedikit tenang dan menurunkan volume suara mereka.
“Aku katakan sekali lagi. Buang gelar Pangeranmu dan tinggal disini. Pikirkan masa depan Arsene juga jika terus berada di dalam istana.”
Tidak ada yang bisa dia lakukan membantah kalimat neneknya yang sudah jelas membawa kenyataan pada setiap sisi yang objektif.
Itu benar, kesampingkan Octaviano yang menetap di istana. Arsene berbeda cerita. Statusnya di pertanyakan, asal-usulnya di jadikan bahan perbincangan gosip dan rumor. Tinggal disitu seperti tinggal di neraka jika dalam sudut pandang yang menyedihkan.
Namun sepertinya orangnya sendiri tidak peduli dan santai.
Octaviano menatap Arsene, melihat anak kecil itu menatapnya dan tersenyum padanya menyakiti hatinya.
Apakah aku terlalu egois?
“Jika kamu terus begitu dan tetap memilih di istana. Tinggalkan Arsene disini.”
Mendadak ruang tamu menjadi sunyi dan hening. Apa yang di bahas sudah bukan lagi masalah yang bisa di debatkan. Wajah kedua Kakek dan nenek ini sudah tepat pada pilihannya.
“Eh?” Sedangkan orang yang di bicarakan mematung. Arsene dan Octaviano mematung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments