Kembalinya Saudara Tiri

Sudah capek mereka keliling dari pagi hari hingga sore hari, tapi tidak sedikit pun menemui titik terang, atau pun petunjuk tentang sang Papa.

"Dell, kalau aku pulang sekarang pasti mama akan marah lagi ni," ujar Amira, sambil menoleh ke luar jendela mobil milik Della.

"Bukankah kamu sudah terbiasa? Jadi nggak usah diambil pusing," hibur Della.

"Aku iri sama kamu, Dell."

"Kenapa?" Della bertanya bingung.

"Ya, hidup kamu itu nyaman, damai, nggak kayak aku. Ah, penuh dengan masalah, kedua orang tua kamu juga akur-akur aja, mereka orang tua yang baik. Kamu beruntung, kamu pasti sangat bahagia." Mira terlihat sedih saat mengatakannya.

"Mira, kamu masih ingat nggak ucapan mama sama papa aku? Apapun yang kamu ingin kan, kamu bisa minta sama mereka, lagian kamu juga sudah dianggap seperti anak mereka sendiri," hibur Della sambil terus fokus menyetir mobilnya.

 

-----

 

Saat Amira pulang, jam sudah menunjukkan pukul 17:30 Wib, dan dia masih bersikap santai saat melihat wajah kak Aura dan kak Dimas yang menatap sinis ke arahnya, saat itu mereka sedang duduk santai di sofa ruang tengah.

  "Lihat! Dia bahkan tidak punya sopan santun sama sekali, main nyelonong masuk begitu saja," sindir Aura dengan nada bicara yang terdengar sinis. Pak Andi kemudian menatap Aura dengan tatapan yang sulit diartikan, sebelum akhirnya menanggapi ucapan Aura.

"Sudah, biarkan saja dia. Mungkin dia lelah karena sibuk menghabiskan waktu di luar bersama teman-temannya," ucap pak Andi.

Mendengar penuturan pak Andi, Amira sudah tahu kalau lelaki itu bukan membelanya, tapi menyudutkan dirinya.

"Mama di mana, Pa?" tanya Dimas mengalihkan topik pembicaraan.

"Ada tuh di kamar!" jawab papanya. Dimas langsung pergi dari sana, begitu juga dengan Amira dia langsung masuk ke kamarnya, tanpa mempedulikan ucapan sinis anak dan bapak itu.

 

Sesampainya di kamar, Amira hanya bisa merintih dalam diam.

"Kenapa ya? Kenapa harus aku yang selalu mengalah, aku selalu merasa tersisihkan, dan kenapa juga mama lebih sayang kak Aura dan kak Dimas? Papa Andi juga tidak pernah menyayangi aku. Ma, aku hanya ingin mama adil dalam membagi kasih sayang, apa salahnya jika aku ingin juga ingin dimanja seperti mereka," monolog Amira, ia bertanya pada diri sendiri. Sekarang dia hanya bisa menerima keadaan ini dengan hati lapang.

-----

-----

  

"Kamu ngapain di sini?" tanya bu Diandra saat melihat Mira hendak duduk di kursi yang ada di samping Dimas.

"Mau makan lah, Ma. Ngapain lagi coba?" jawab Mira merasa aneh dengan pertanyaan mamanya.

"Kamu sudah bangun telat, tidak bantuin masak, lalu sekarang mau makan!? ucap wanita itu setengah membentak.

"Ma, ini masih pagi lho, Mira nggak pengen ribut," jawab Amira.

"Kamu itu bisanya cuma ngejawab ya?" tambah Aura, berusaha memanas-manasi keadaan.

"Terus, Kak Aura sendirikan sama, apa bedanya coba?" Mira nggak mau kalah, Mira melantangkan suaranya, dan dia bangun dari duduknya sambil menatap tajam ke arah Aura, hingga membuat pak Andi dan Dimas yang berada disampingnya itu kaget.

"Kamu lupa ini rumah siapa?" tanya Aura mengeraskan suaranya

"Aku tahu ini rumah siapa, dan siapa ratunya di sini."

"Mira, Aura! Kalian ini sudah sama-sama dewasa, kenapa juga masih bertengkar kayak anak kecil?" Dimas mencoba melerai, sebenarnya dia sudah muak dengan tingkah kedua adik perempuannya itu. Setiap kali bertemu pasti bertengkar, Dimas pikir lima tahun tidak bertemu sudah membuat sikap Aura jadi lebih dewasa, ternyata masih saja sama.

"Papa sudah kenyang, Ma. Papa ke kantor dulu!" ucap pak Andi, beliau merasa bosan melihat drama yang dipertontonkan mereka. Bu Diandra juga ikut bangun untuk mengantarkan suaminya hingga pintu depan.

Mira juga langsung bangun dan mengikuti dari belakang, sebab dia tidak mau ketinggalan angkot, dia pergi dan meninggalkan Aura yang terus mengomel tidak jelas.

-----

-----

"Mira, tolong antarkan pesanan ini ke meja no 15 ya!" suruh Icha, manager restoran.

"Baik, Mbak." Mira langsung membawa makanan dan minuman itu ke meja no 15, perasaannya tiba-tiba saja menjadi tak tenang.

"Mas, ini pesanannya." Dia menaruh makanan itu dengan hati-hati tanpa melihat siapa pemesan makanan itu sendiri.

"Mira? Kamu Amira kan?" lelaki itu bertanya penuh keheranan sekaligus kaget.

"Rang--- Rangga?" Amira pun tidak kalah kagetnya begitu mengetahui siapa orang di depannya itu.

"Jadi, selama ini kamu bohongin aku? kamu bilang kuliah di jerman, puas aku nungguin kamu seperti orang bodoh, ternyata kamu nipu aku," ucap Rangga, dia terlihat kecewa.

Mira benar-benar tidak menyangka kalau hal seperti ini bakal terjadi, dan yang paling membuat dia malu adalah orang yang duduk di depan Rangga, ternyata adalah kakak lelakinya, Dimas.

"Ga, gue pergi dulu. Sepertinya kalian juga harus menyelesaikan masalah kalian dulu, kita bisa membahas ini lain kali," ucap Dimas, tanpa menunggu jawaban dari Rangga, Dimas langsung pergi, sepertinya dia cukup mengerti dengan keadaan temannya.m saat ini.

Rangga langsung mengajak Mira keluar dari restoran itu sebentar, dan pergi ke taman belakang.

"Sekarang kamu jelasin semuanya, jelasin sama aku kenapa kamu berbohong?" pinta Rangga, dia tidak bisa menyembunyikan kekesalan di hatinya.

"Bukankah kamu memang sudah tahu kalau aku tidak pergi ke luar negeri?" ucap Amira dengan pandangan masih menunduk, dia masih belum berani menatap kekasihnya itu. Tatapan Rangga sangat menakutkan, seolah ingin menelannya hidup-hidup.

"Kamu ini sebenarnya bodoh atau apa sih? Aku bisa tahu dari mana coba, kalau kamu sendiri tidak bilang sama aku?"

"Kamu kan temannya kak Dimas juga," jawab Mira mencoba membela diri.

"Dia tidak pernah ngomongin tentang kamu sama aku, begitu pula sebaliknya, dan satu hal lagi, kami tidak pernah bertemu lagi setelah lulus dari SMA. Nah, hari ini hari pertama aku dan Dimas bertemu kembali setelah lima tahun berlalu, dia itu rekan bisnis aku," ungkap Rangga kesal. "Dan aku benar-benar kecewa sama kamu, aku tidak menyangka kamu tega membohongi aku selama bertahun-tahun, aku kecewa sama kamu Amira."

Rangga pergi dengan penuh emosi, Mira hanya terdiam di tempatnya berdiri, taman belakang restoran itu kembali hening. Mira benar-benar menyesali hal bodoh yang dilakukannya.

----

----

Setelah pulang kerja, Mira tidak langsung pulang ke rumah, dia pergi menemui Della di cafe tempat biasa mereka nongkrong.

"Jadi kamu bertemu Rangga? Terus kamu sudah jelasin alasan kenapa kamu berbohong?"

"Kamu pikir dia bakal percaya gitu aja dengan omongan aku? Dia itu kan temannya kak Dimas dari SMA. Mereka juga satu kelas, dan lagi, dia juga kenal baik sama papa aku. Mana mungkin aku bilang kalau mereka tidak mengizinkan aku kuliah, kan aneh. Nanti malah aku yang dikira mengada-ngada cerita," tutur mira panjang lebar. Della mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Ya, kamu benar juga, lalu sekarang kamu mau ngapain?" tanya Della penasaran.

"Aku mau... Ah, entahlah. Aku sendiri juga pusing mikirnya Della, mau gimana ngejelasin sama dia. Aku tidak yakin dia percaya sama omongan aku."

Terpopuler

Comments

ORC

ORC

mampir thor 🐼Salam kenal dari Ry 🙏🏻

2023-10-11

2

Yem

Yem

kadang aku juga suka berpikir begitu kak..

2023-03-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!