Rencana Licik...REVISI

Dewi memencet beberapa angka di ponselnya, “Kenapa tidak mau ya?” gumam Dewi setelah beberapa kali mencoba menghubungi Fadil melalui nomer yang diingatnya.

“Apa dia memakai nomor lain saat menikah denganku ya?”

Tiba-tiba Dewi teringat sesuatu, “Bukannya dia pernah kehilangan ponsel? Oh, iya. Dia kehilangan ponselnya saat hari pernikahan kami. Dan setelah itu dia mengganti ponsel baru sekaligus nomer baru.”

“Tidak ada cara lain selain mengambilnya diam-diam dari ponsel Eva.” Gumam Dewi.

Ting…

Sebuah pesan masuk dari ponsel Dewi, “Assalamualaikum, Ukhti. Sudah tidur?”

“Walaikumsalam, Akhi. Sebentar lagi. Akhi lagi ngapain?”

“Lagi mikirin Ukhti. Bagaimana caranya supaya bisa kembali secepatnya ke Indonesia untuk melamar Ukhti.” Dewi mulai memikirkan kembali rentetan kejadian.

“Dua bulan sebelum perjodohan, Bang Fiqi sudah melamarku dan memintaku menunggunya. Berarti tidak lama lagi ini akan terjadi dan saat itu aku sudah menerimanya. Apa yang harus aku katakan pada Bang Fiqi ya?” gumam Dewi.

“Ukhti tidur?” karena tidak dibalas, Fiqi kembali mengirim pesan.

“Belum, Akhi. Ukhti hanya lagi memikirkan sesuatu. Nanti Ukhti bicarakan dengan Akhi ya! Pokoknya Akhi fokus saja sama ujian akhir.”

“Ada apa Ukhti? Kenapa jadi mencurigakan begini?”

“Nanti Ukhti cerita sama Akhi. Doakan Ukhti semoga berhasil ya!”

Dewi sampai tertidur memikirkan rencana selanjutnya. Keesokan harinya, Dewi kembali ke kampus karena hari ini adalah misi pertamanya untuk membalaskan dendam pada Eva.

“Guys, kita dapat undangan debat. Kita harus mengirim perwakilan sebanyak tiga orang. Siapa yang mau?” tanya komisaris unit bernama Ricki.

“Kita!” Eva, Ayi dan Rani mengangkat tangan.

Ting…

Ponsel Ricki berbunyi, “Eh, sorry-sorry. Dedi kirim pesan katanya nama yang akan maju untuk debat Dewi, Ayi dan Rani. Sorry, Va. Aku tidak tahu kalau Dedi sudah kasih nama lebih dulu.” Ricki terlihat tidak enak tapi wajah penuh kepalsuan milik Eva mampu menutupi rasa kesalnya karena ditikung Dewi.

Di balik pintu, Dewi sengaja menunda untuk masuk. Ia tersenyum penuh kemenangan saat berhasil menikung sahabat palsunya. Dewi mengingat-ingat rentetan kejadian semalaman sampai sebuah foto mengingatkannya tentang debat yang dilakukan lima hari lagi. Dan tanggal yang tertera di sana langsung membuat Dewi melancarkan aksi pertamanya yaitu menikung Eva di ruang debat.

“Kita belajar di tempat kosku aja ya?” ajak Ayi. Mereka berempat pulang ke kos Ayi. Dewi mengingat apa saja yang akan mereka perdebatkan nanti. Di masa lalu, dia hadir untuk menyemangati ketiga sahabatnya yang saat itu meraih gelar juara dua. Dewi juga mengingat dengan jelas isu-isu yang diperdebatkan.

“Aku yakin isu itu lagi yang akan mereka bahas.” Batin Dewi.

Di sela-sela belajar, mata Dewi sesekali melirik ke arah Eva yang tengah asik dengan ponselnya. “Bagaimana caraku mengambil ponselnya tanpa ketahuan?”

“Eh, foto dulu ya!” ajak Dewi tiba-tiba.

“Wi, kita mau belajar serius kenapa jadi foto-foto? Jangan sampai kita malu-maluin unit nanti.” Protes Ayi.

“Tenang, aku pastikan kita akan menang.”

“Sotoy…” ucap Eva. Dewi menanggapinya dengan senyum.

Setelah lelah bergelut dengan persiapan debat, Ayi dan Rani ke belakang untuk mengambil piring. Sementara Dewi menunggu pesanan makanan dari Ricki. “Ke mana, Va?” tanya Dewi.

“Kamar mandi.”

Selepas kepergian Eva, Dewi langsung mengambil ponsel Eva dan mencari kontak Fadil ternyata tidak ada. Dewi tidak kehilangan akal, ia mencari di aplikasi perpesanan dan –

Taraaaa…

Dewi tersenyum kecil kemudian dengan cepat menyalin nomer Fadil ke ponselnya.

Hari yang ditunggu datang juga. Ruang aula utama tempat diselenggarakannya debat bahasa inggris sudah dipenuhi oleh para mahasiswa baik yang mewakili unit untuk mendukung teman mereka maupun para mahasiswa di luar jurusan yang sekedar ingin menonton.

Babak penyisihan dimulai hingga meninggalkan tiga tim yang akan melanjutkan debat ke babak selanjutnya. Sejauh ini Unit D masih bertahan dengan skor hampir sama dengan perwakilan dari kelompok lain.

“Wi, kamu gak main curang kan?” bisik Rani. Dewi mengernyit kening bingung.

“Maksudnya?”

“Semua yang kita pelajari kemarin itu dari kamu dan kenapa bisa benar semua? Itu tidak masuk akal.”

“Iya, sangat tidak masuk akal.” Timpal Ayi.

“Eh, dengar ya! Aku hanya memprediksi dan mengikuti anjuran dari Akhi Fiqi. Akhi Fiqi itu sudah pengalaman hal-hal beginian. Jadi, you know lah!” sahut Dewi enteng.

Babak final pun di mulai. Unit D melawan Unit A. Kedua perwakilan ini terkenal cakap dalam hal berdebat. Di masa lalu, Unit A yang menjadi juara tapi kali ini berbeda. Unit D lah yang menjadi juara dan selama sebulan, nama mereka terus mencuat ke seantero kampus serta para dosen. Eva berusaha sekuat tenaga untuk menampilkan wajah bahagia walaupun Dewi tahu jika sahabat palsunya itu sedang memendam iri yang sangat dalam.

“Hai…” Dewi mengirim pesan ke nomer fadil. Dewi tidak bodoh, ia membeli nomer baru untuk menyembunyikan identitasnya.

“Siapa ya?”

“Saya kagum dengan kemandirian Abang dan ingin sekali bertemu hanya untuk sekedar berkenalan dan meminta berbagai pengarahan. Siapa tahu dari pengalaman Abang, saya ikut sukses mengikuti jejak Abang.” Pernah menjadi istri Fadil membuat Dewi sangat paham watak pria itu.

Fadil tipikal pria yang menyukai penghargaan karena setiap usaha yang ia bangun selalu menjadi kebanggaannya.

Ting…

“Musuh terpancing!” batin Dewi saat Fadil membalas pesannya.

“Apa kamu pernah mengikuti seminar saya sebelumnya?” Dewi berpikir sejenak.

“Pernah, Bang. Dari sana saya tahu Abang.”

“Em, kamu tinggal di mana?”

“Di kota Paru, Bang.”

“Oh pas sekali. Saya ada urusan di Paru hari Sabtu. Kita ketemu di sana saja.”

“Terima kasih banyak, Bang.”

“Sama-sama.”

“Bang, tapi tidak masalah kan kalau saya mengajak Abang bertemu? Kalau bisa Abang ajak istri ya. Biar tidak salah paham.”

“Wkwkwkwk…sekilas info. Saya masih lajang.”

“Pacar? Saya tidak mau dilabrak tiba-tiba lalu dituduh merebut pacar orang.”

“Tenang. Saya juga belum punya pacar. Kamu sendiri?”

“Saya masih muda banget, Bang. Belum siap pacaran apalagi menikah.”

“Wkwkwk…ya sudah, sampai ketemu hari Sabtu. Tempat dan waktunya nanti saya kabari ya!”

“Oke, Bang. Makasih….”

Dewi tersenyum penuh kemenangan lalu kembali mengambil membuka ponselnya.

“Va, ngapain?” Dewi mengirim pesan untuk Eva.

“Nonton. Kenapa?”

“Hari Sabtu jalan yok!”

“Tidak bisa. Aku ada urusan.”

“Urusan apa? tumben?”

“Adalah! Emangnya mau kemana?”

“Muter-muter makan angin aja. Suntuk!”

“Ajak yang lain aja.”

“Yang lain juga diajak, Evaaa. Maksud aku berempat seperti biasa.”

“Tidak bisa, Wi. Aku ada keperluan Sabtu ini.”

“Memangnya keperluan kamu jam berapa? Gak mungkin sampai seharian kan?”

“Belum tahu. Nanti aku kabari deh.”

“Okay…

Lagi-lagi Dewi tersenyum. “Aku harus mendapatkan bukti kedekatan kalian secepatnya sebelum acara pertunanganku digelar. Tuhan, kali ini bantu aku lagi!”

***

REVISI ULANG GUYS....

Terpopuler

Comments

Aida Fitriah

Aida Fitriah

baru bab segini aja udah baper aku kak, di baca'a nafas ga nafas rasa'a krn terasa masuk ke dunie dewi😔😔😔😔😔😔

2023-02-19

0

Aida Fitriah

Aida Fitriah

aku baca lagi kak dr awal krn di baca di bab 5 ko aku bingung kenapa jdi ga nyambung🤣🤣🤣🤣🤣🤣

2023-02-19

0

Weny Agustini

Weny Agustini

lanjut

2023-01-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!