Ternyata kehadiran Arjuna mendampingi Ucup dilantai dimana divisi marketing berada, menjadi viral. Bagaimana tidak, ada seorang OB yang cukup tampan walaupun Arjuna sudah merubah sedikit penampilannya agar tidak mencolok tapi dasar ketampanannya tidak hilang.
Arjuna sudah kembali ke divisi marketing, menuju ruangan Zea dengan membawa beberap botol kecil berisi tinta printer.
“Mas Juna,” panggil seseorang.
Arjuna pun menoleh dan menghampiri. “Ada yang bisa dibantu, Bu?”
“Ih jangan panggil Ibu dong, Aku Nola,” ujarnya sambil mengulurkan tangan. Arjuna agak malu-malu menjabat tangan perempuan itu.
“Saya Juna, Mbak.”
“Aku Nia,” ujar yang lainnya ikut menjabat tangan Arjuna dengan paksa.
“Kamu baru ya, kok kita baru lihat kamu sih?”
“Iya, baru hari ini. Apa yang bisa saya bantu untuk Mbak-mbak ini?”
Nola dan Nia saling tatap kemudian terkekeh. “Bantu isi hati aku dong,” goda Nola.
“Hei, kalian bukannya kerja malah menggoda temannya Ucup,” tegur salah satu staf laki-laki. “Sudah mas, tinggalin aja. Mereka hanya mau menggoda Mas Juna.”
Arjuna pun tersenyum dan menuju ruangan Zea. Mengetuk pintu dan mendengar perintah untuk masuk.
“Sudah habis tintanya, aku banyak dokumen yang harus dicetak,” titah Zea fokus pada layar komputernya tanpa menatap Arjuna. Arjuna yang sudah melihat tutorial di yout*be bagaimana mengisi tinta printer, mencoba mengerjakannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah wajah Zea.
Gila, bodynya bikin bagian bawah gue cenat cenut. Pantas saja Papi berani ngasih posisi CEO, mungkin pelayanannya memuaskan. Tapi kenapa suaminya senang main dengan perempuan lain, benar-benar aneh.
“Sudah ya?”
“Sedikit lagi Bu. Boleh saya pinjam komputernya, untuk cleaning tintanya dulu.”
Zea menggeser kursinya dan membiarkan Arjuna mendekat ke arahnya lalu memberikan perintah cleaning pada mesin printernya.
“Oke, sudah siap Bu.”
“Hm, thanks ya.”
“Sama-sama, Bu.”
Arjuna sudah berada di pintu bahkan tangannya sudah menggenggam handle pintu saat Zea memanggilnya.
“Juna, tolong belikan saya makan siang seperti biasa, tanya aja sama Ucup menu dan tempat dimana saya kamu harus beli.”
“Siap, Bu.”
Baru beberapa jam, Arjuna sudah merasa lelah. Bahkan saat ini sedang duduk di lantai pantry bersama Ucup sambil menghisap rokoknya.
“Cape juga disuruh ini itu,” keluh Arjuna.
“Baru kerja segini udah mengeluh. Tuh lihat Ibu Zea, dia bahkan sering lembur sendiri nggak pernah ribut.”
“Hah, lembur sendiri?”
“Iya, ada gosip katanya lagi tengkar dengan suaminya. Tapi aku pernah bawakan kopi memang dia lagi kerja, banyak berkas yang sedang diperiksa.”
“Dia sudah menikah?” tanya Arjuna ingin mencari informasi dari orang-orang yang berada di sekitar Zea.
“Sudah, katanya suaminya pengusaha. Tapi kok membiarkan istrinya kerja begini, kalau aku punya istri macam Ibu Zea udah tak kurung di kamar hanya aku yang bisa menikmatinya. Sampean sudah menikah?” tanya Ucup. Arjuna menggelengkan kepalanya sambil menghembuskan asap rokoknya.
“Ganteng-ganteng kok jomlo, aku yang wajah pas-pasan aja sudah menikah.”
Arjuna terkekeh mendengar ejekan Ucup.
“Bu Zea minta dibelikan makan siang.”
“Kamu saja, malas aku. Mau makan bekal yang dibawakan istriku, kasihan kalau nggak dimakan. Dia buatnya dengan penuh cinta.”
Arjuna kembali terkekeh, tidak percaya dengan pria dihadapannya sangat percaya dengan yang namanya cinta. Setelah mendapatkan informasi dari Ucup dimana dia harus membeli makan siang untuk Zea, Arjuna pun segera menuju lift. Sudah hampir jam makan siang, dia tidak ingin antri di lift atau di rumah makan karena ramainya pengunjung.
Ternyata ada Leo di dalam lift, memandang sinis pada Arjuna. “Heran, pake seragam OB aja masih ganteng. Tetap saja aku kalah ganteng,” ejek Leo. Arjuna tersenyum penuh kemenangan karena Leo mengakui kalah tampan dengannya.
“Sudah bertemu Zea?”
“Hm,” sahut Arjuna sambil memainkan ponselnya.
“Lalu ... ada kesimpulan terkait ....”
“Bodynya seksih banget, bikin gue ....”
“Ah kampr*t, aku tanya bukan masalah itu. Bisa-bisanya malah kepikiran ke arah situ,” maki Leo yang tidak menduga jawaban Arjuna akan melenceng.
“Kalau ada kesempatan gue harus cicipi, penasaran apa yang bikin Papi sampai bertekuk lutut.”
“Mudah-mudahan lo nggak menyesal.”
“Ada uang cash, minta beberapa lembarlah. Nggak mungkin gue pakai kartu debit untuk beli nasi padang,” keluh Arjuna. Leo membuka dompetnya dan memberikan beberapa lembar pada Arjuna, tidak lama pintu lift pun terbuka.
***
“Loh, Ibu Zea belum pulang?” Arjuna sengaja menemui Zea di ruangannya. Ucup sudah lebih dulu pulang termasuk staf lain di divisi marketing.
“Oh Juna, ngagetin aja. Belum nih, masih ada yang harus saya kerjakan.”
“Boleh saya masuk, Bu?” izin Arjuna yang masih berdiri di pintu.
“Masuklah,” sahut Zea dengan menyunggingkan senyumnya.
Saat ini Arjuna sudah melepaskan seragam OB dan berganti kaos, langsung duduk di depan meja Zea menatap sekeliling ruangan Zea yang cukup sempit. Mungkin inilah standar dan kebijakan untuk seorang manager di perusahaan milik Abraham. Arjuna juga sempat melirik tumpukan map di atas meja Zea.
“Ini seperti dokumen lama?” tanya Arjuna. Tentu saja dia tidak asing dengan urusan seperti itu, terbiasa membaca report atau mengevaluasinya.
“Iya, ada beberapa laporan yang harus aku kroscek ulang.”
“Kenapa bisa begitu, Bu?”
Zea menghela nafasnya. “Ada isu yang tidak baik jadi aku hanya menyiapkan kebenaran untuk membela diri. Mengerjakan hal ini hanya bisa aku lakukan setelah jam kerja berakhir, karena saat jam kerja aku harus mengurus pekerjaan yang sedang berjalan. Kamu kenapa belum pulang, kasihan nanti istrinya menunggu,” tutur Zea tanpa mengalihkan wajahnya dari layar komputer.
“Saya belum menikah, i'm a free man.”
Jawaban Arjuna mengalihkan perhatian Zea, “Masa sih? Wah, pegawai perempuan di sini pasti senang dengar kamu belum menikah. Baru hari pertama sudah menjadi trending topic,” ungkap Zea.
Arjuna hanya tersenyum.
Zea terlihat sedang meregangkan ototnya yang terasa pegal lalu melihat jam tangannya. Sudah cukup malam, akhirnya dia memutuskan mengakhiri pekerjaannya.
“Sepertinya cukup untuk hari ini.” Zea kemudian merapikan mejanya dan mematikan komputer. Mengenakan kembali blazernya, tidak lupa handbag yang dia bawa.
“Kamu mau pulang atau menginap di sini?”
“Pulanglah Bu.”
Arjuna berjalan di samping Zea, beberapa kali bertanya dan tanpa disadari oleh Zea kalau Arjuna sedang mencoba menggali informasi.
“Aku duluan ya, terima kasih sudah ditemani,” ujar Zea sambil melambaikan tangannya lalu masuk ke dalam mobil. Setelah mobil melaju, Arjuna mengeluarkan rokoknya menyulut api dan menghisapnya.
“Aneh, kalau dia ada main dengan Papi. Untuk apa kerja keras mencari pembelaan diri. Halah, mending aku ke club. Capek kerja di suruh-suruh terus, kira-kira berapa ya gaji OB. Si Ucup kok betah kerja begini,” gumam Arjuna.
Berjalan menuju parkiran di mana motornya berada, tanpa pulang untuk berganti pakaian dia langsung menuju club. Bertemu dengan se frekuensinya, sekedar minum bahkan tidak jarang akan berakhir di ranjang bersama seorang wanita.
“Woi, lihat Arjuna tumbenan amat kostumnya macam begini,” ejek teman Arjuna
“Nggak usah bawel dan jangan banyak tanya.” Arjuna memilih mengisi gelas dan menenggak habis isinya. Ketiga temannya sudah ditemani para wanita, dengan kondisi Arjuna yang memakai celana bahan dan kaos oblong membuat para wanita tidak ingin mendekat. Mereka menduga Arjuna bukan orang berduit, walaupun wajahnya tampan.
Malam ini Arjuna hanya ingin minum jadi tidak mempersoalkan tidak ada wanita yang mendekatinya. Perhatian Arjuna terpusat pada sosok yang dia kenal. Pria yang sedang asyik minum ditemani oleh dua orang wanita.
“Istrinya baru pulang lembur dan suaminya bakal lembur dengan wanita bayaran. Menarik banget hubungan mereka, ck ck.”
“Loh, mau kemana?” tanya teman Arjuna saat Arjuna berdiri dan bersiap pergi.
“Balik, lagi nggak mood gue. Bayarin minuman gue ya,” pinta Arjuna lalu melambaikan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
💗vanilla💗🎶
kok si juna udh tau ?
2024-08-18
0
Sri Widjiastuti
😂😂😂🤣
2024-08-17
0
Sweet Girl
oooo sudah piral ternyata Gavin.
sesama pemain pasti tau.
2024-08-03
0