Satu hari yang lalu, sebelum kecelakaan. Sandara dan adiknya asik bermain bola voli di pantai.
"Ayo, Kak Dara! Lempar lebih kuat lagi! Kau bukan kakak yang lemah, kan?" seru sang adik lalu tertawa.
Sandara tak mau kalah. Cibiran adiknya yang bernama Sandrina bagai lecutan semangat untuknya. Usia mereka memang terpaut cukup jauh yaitu sepuluh tahun.
Sandara lahir di keluarga harmonis dan berkecukupan karena sang ayah, Tuan Sandi Mahardika, merupakan pengusaha mebel yang terkenal di Kota Bunga.
Gadis berkulit kuning langsat itu menepis rambut hitam panjangnya yang terkena embusan angin sampai menutupi wajahnya. Ia berusaha menghindari lemparan bola voli dari Sandrina. Namun, adiknya seolah sengaja mengenainya.
"Sandrina! Awas kau, ya!" Sandara yang kesal lantas menangkap sang adik dan terjatuh bergulingan bersama di atas pasir putih yang terkena hempasan air laut asin itu.
Pemandangan di Pantai Pasir Putih itu sangat indah. Untungnya, saat itu pengunjung tak terlalu ramai jadi keluarga Mahardika bisa lebih leluasa bermain di pantai tersebut.
***
Sandara dan keluarganya menuju ke penjual cinderamata dan kuliner oleh-oleh untuk dibawa pulang. Salah satu penjual seorang gadis berkepang dua dan memakai kacamata. Sandrina mengamati dengan saksama.
"Ada yang aneh sama saya?" tanya gadis itu.
"Kamu, kamu mirip sama kakak saya," aku Sandrina.
"Hah? Saya nggak punya kembaran, kok."
"Andara! Cepat ke sini!"
Terdengar seruan seorang wanita memanggil gadis yang mirip Sandara itu. Gadis itu tersenyum pada Sandrina lalu pergi.
"Dih, mirip banget. Mana namanya Andara lagi mirip sama nama Kak Sandara. Jangan-jangan ibu punya anak kembar tapi nggak pernah tahu," gumam Sandrina.
Suara seruan Tuan Sandi memanggil Sandrina dan membuat gadis kecil itu bergegas menghampiri. Sandrina langsung menceritakan penemuannya tetapi tak ada yang percaya. Namun, tak ada waktu untuk membuktikan karena ayahnya memintanya bergegas masuk mobil untuk kembali pulang.
Kegiatan liburan mereka berakhir, hari mulai sore. Sandi melirik waktu yang berdetak di arloji tangan kirinya itu. Setelah puas memilih souvenir, ketiganya masuk ke dalam mobil jaguar hitam yang dikendarai sang ayah. Sepanjang perjalanan pulang mereka asyik bernyanyi bersama sesuai musik yang diperdengarkan di radio mobil.
Namun, hal yang tak akan pernah Sandara duga sebelumnya terjadi. Saat melewati jalan yang menurun, tiba-tiba mobil yang dikendarai Ayahnya kesulitan untuk berhenti. Pedal rem yang diinjak tak merespon sehingga membuat pria itu tak bisa mengendalikan laju mobil lalu menabrak pembatas jalan dan jatuh ke jalan raya di bawahnya.
Gelap seketika, pandangan gadis itu menutup. Sandara berteriak dan menangis memanggil keluarganya. Sosok pocong bernama Ongki dan sosok kuntilanak bernama Kunkun itu masih menemani Sandara yang sempat terlelap.
"Ih, jadi hantu baru tidur mulu. Ayo, ikut kita aja berburu manusia buat kita usili!" ajak Ongki.
"Nggak mau! Aku takut sama kalian!" pekik Sandara.
"Masih belum sadar juga ini cewek. Kamu itu hantu, udah jadi setan! Kamu mau di sini sendirian ketemu hantu yang lain? Apa mau ikut Ongki sama aku?" Kunkun memberi penawaran.
Sandara sempat melihat sosok genderuwo besar di balik pepohonan sedang mengawasinya dengan tatapan mata yang merah. Ia juga melihat hantu kuntilanak yang lain berada di atas pohon. Rasanya lebih baik mengikuti Ongki dan Kunkun saja.
"Nama kamu siapa?" tanya Ongki seraya melompat tetapi dia terantuk akar pohon yang mencuat ke permukaan tanah sampai membuatnya jatuh tersungkur.
"Huh, dasar pocong bencong! Gitu aja pake nyusruk!" seru Kunkun terbahak-bahak.
Sandara sempat tertawa dibuatnya.
"Kalau diliat-liat kamu cakep juga. Nama aku Kunkun," ucap si kuntilanak.
"Halo, Mbak Kun, Mas Ongki, nama saya Sandara," ucapnya.
"Jangan panggil aku Mbak, panggil aja Kunkun!" tukas hantu kuntilanak itu.
"Aku juga jangan dipanggil Mas, panggil aja Tante Ongki," tukas si pocong seraya terkekeh.
"Heh, jangan ngada-ngada deh! Nggak usah panggil pake tante, cukup Ongki aja!" Kunkun menarik ikatan kepala Ongki dengan gemas.
Tiba-tiba, sebuah kecelakaan mobil terjadi di hadapan ketiga hantu itu. Sebuah mobil sedan menabrak pohon besar tepi jalan. Ada tiga penumpang di dalamnya. Sandara dan kedua hantu itu bergegas mendekati.
"Hebat kan kerja gue? Salah sendiri mereka mabok pake sok sok-an nyetir segala," ucap hantu pria penunggu jalan yang kerap mencari tumbal itu.
Sandara sampai menjerit melihat penampakan itu karena tempurung kepala hantu pria itu pecah sebagian.
"Pergi jangan ganggu aku!" pekik Sandara.
"Tenang, Say, dia emang sering cari tumbal di sini buat jadi pengikutnya bahkan gantiin dia di sini," ucap Ongki.
Pandangan Sandara kini tertuju pada sosok laki-laki di kursi kedua. Dia mengenalnya.
"Itu Ari!" pekik Sandara lalu mendekat ke arah Ari.
"Dia kenal, Ki, ayo samperin!" ajak Kunkun.
"Ari bangun!" seru Sandara sambil mengguncang Ari tetapi ia tak bisa menyentuhnya.
"Hantu baru emang biasa gitu, belum bisa sentuh barang atau manusia. Minggir biar aku yang bangunin," ucap Kunkun.
Tiba-tiba, sepasang mata Ari membuka mata. Ia terperanjat kala melihat para hantu sudah mengelilinginya.
"Ka-kamu, kamu siapa?" tanya Ari dengan sangat ketakutan menunjuk ke arah Kunkun.
"Kamu bisa lihat aku?" tanya Kunkun.
Ari lantas mengamati rekannya yang duduk di depannya. Wajah rekannya yang bernama Tyo itu penuh luka, sepertinya Tyo tewas seketika. Sementara di sampingnya, Wira yang berwajah panik terus saja menangis meminta tolong karena kakinya terjepit.
"Tolong aku, Ri, tolong aku," pinta Wira ketakutan dan sangat memelas.
Bau bensin tercium dari mobil sedan hitam tersebut.
"Bau bensin nih, ayo keluar!" ucap Sandara.
"Dara? Ka-kamu, kamu di sini?" Ari menatap tak percaya.
"Ari! Kamu bisa lihat aku?"
"Nggak ada waktu buat reunian. Ayo keluar buruan! Keburu meledak ini!" seru Ongki.
"Kamu tolong bantu temen saya ini dulu," pinta Ari.
"Aku nggak bisa nolong dia, aku cuma bisa nolong kamu," ucap Kunkun mulai panik.
Kunkun menarik tangan Ari keluar dari sana sekuat tenaganya.
"Minta tolong sama yang lain buat selametin kawan aku, ayolah!" Ari memohon pada Sandara.
"Nggak bisa, Ri, aku nggak bisa berbuat apa pun," lirih Sandara.
Tak berapa lama setelah Kunkun menyelamatkan Ari, kemudian mobil tersebut meledak dengan suara menggelegar hebat. Diiringi dengan kobaran api besar yang membuat dua rekan tewas di dalamnya, terpanggang.
Ari menangis sejadi-jadinya sambil berteriak memanggil nama Tyo dan Wira yang terbakar di hadapannya.
"Puas kamu?! Puas kamu udah buat mereka mati, hah?" Sandara mendorong hantu pria yang kepalanya pecah tadi.
Hantu itu tertawa lalu menjemput arwah dua rekan Ari. Dia membawanya pergi menghilang di balik pohon besar. Tubuh tegap dengan tinggi 175 cm milik Ari mendadak lunglai dan tak sadarkan diri kemudian. Dia mengalami benturan hebat di kepala rupanya.
...*****...
...To be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Hati Yang Terkilan
oooo ku kira gak ada kecederaan teruk si Ari...ehhh taunya diam² menahan sakit rupanya😪😪😪
2024-09-26
1
Hati Yang Terkilan
auto berani si Sandara
2024-09-26
1
Hati Yang Terkilan
Si Kunkun bisa panik juga walau uda jadi hantu 🤣🤣🤣🤣🤣
2024-09-26
1