Dua orang berjalan riang di hutan. Mereka saling berbincang dan tertawa. Angin berhembus dengan lembut. Sinar matahari terasa hangat. Sang pria membawa keranjang kecil berisi makanan dan sang wanita membawa satu kain berwarna merah di tangannya. Tangan satunya menggenggam tangan satu sama lain. Mereka berjalan beriringan.
"Kau tahu Ethan, hari ini hari paling bahagia untukku." sahut Sang wanita sambil memperhatikan sebuah cincin di jari manisnya.
"Sebahagia itu?" tanya Ethan.
"Tentu." wanita itu tersenyum lagi. "Hal yang aku impikan akan segera terwujud." wanita itu memeluk tangan Ethan erat.
"Sofia, apa kamu mau makan malam denganku besok?" tanya Ethan.
"Benarkah? Dirumahmu?"
"Tentu, aku masak sesuatu yang enak untukmu."
"Bukankah kau memiliki pelayan?"
"Tapi aku ingin yang spesial. Jadi aku akan memasak untukmu."
"Wow tuan Sanders ternyata sangat romantis."
"Tentu saja, apapun untukmu, calon nyonya Sanders."
"Nyonya Sanders. Ahh! Aku menyukainya." gadi berambut coklat itu melepaskan genggaman tangannya dari Ethan lalu melompat-lompat kecil di depan Ethan.
"Hati-hati, nanti kamu akan terjatuh."
Sofia menatap Ethan sambil berjalan mundur lalu tersenyum. Jarak mereka hanya dua meter.
"Apa kau mengkhawatirkanku tuan Sanders?"
"Tentu saja nyonya Sanders. Ayolah jangan berjalan seperti itu. Nanti kamu akan--"
Whuss!
"Sofia?" panggil Ethan. Sofia tiba-tiba menghilang begitu saja. "Sofia, dimana kamu?" tidak ada jawaban. "Sofia!!"
Ethan panik. Dia menjatuhkan keranjangnya lalu mencari keberadaan Sofia. Tapi Sofia tidak ditemukan di manapun.
"SOFIA!!"
Ethan mengacak rambutnya. Dia bingung dan panik. Tiba-tiba dia melihat sesuatu di kejauhan. Matanya menyipit, mencoba melihat dengan jelas. Dia tahu pasti itu adalah seseorang. Ethan berlari menuju orang itu dan terkejut. Matanya terbelalak, mulutnya ditutup tangannya.
"Sofia!"
Ethan seketika duduk dan menggoyangkan tubuh Sofia, mencoba untuk membangunkannya. Tapi Sofia sama sekali tidak bergerak. Ethan memeriksa nadinya. Tidak ada. Dia mencoba berulang-ulang tapi tetap tidak merasakan apapun. Di gaun yang Sofia kenakan terdapat darah. Di lehernya juga ada bekas gigitan. Ethan menyadari itu perbuatan vampir. Dia melihat sekitarnya. Tidak ada siapapun.
Tiba-tiba Sofia terbangun. Dia mencekik Ethan. Bola matanya menjadi merah dan memiliki taring.
"Selamatkan aku Ethan, selamat kan aku!" pekik Sofia.
Ethan terbangun dari tidurnya. Dia menyadari dia sedang bermimpi. Dia mengusap kasar wajahnya lalu merebahkan tubuhnya di kasur dan menutup matanya sejenak. Setiap malam dia selalu mimpi yang sama. Ethan membuka matanya lalu berdiri seketika. Dia mengambil lilin di meja makan lalu berjalan ke luar rumah. Rumah Ethan cukup besar karena dia adalah bangsawan dan pemilik tanah di kota kecil. Rumahnya terletak paling ujung, jauh dari rumah lainnya. Ethan memasuki satu rumah kaca di dekat rumahnya. Rumah kaca itu dikhususkan untuk tanaman obat dan alat-alat kedokterannya. Ethan adalah seorang dokter. Seminggu sekali dia akan ke desa, memeriksa masyarakat desa secara gratis.
Ethan menyalakan beberapa lilin di dalam rumah kaca itu. Di ujung rumah kaca terdapat satu ranjang berukuran kecil di atas ranjang itu ada Malvia, si vampir. Malvia masih tidak sadarkan diri. Awalnya dia enggan menyelamatkannya, bahkan dia sempat meninggalkannya begitu saja. Tapi saat dia mendengar lolongan manusia serigala, dia dengan cepat menggendong Malvia masuk ke dalam rumah kaca dan menyamarkan bau vampirnya dengan ramuan parfum yang dia buat.
Ethan menatap Malvia dalam diam. Dia terjaga semalaman demi menyelamatkan satu vampir di depannya itu. Sebentar lagi pagi dan dia masih mencoba hal lain agar racun manusia serigalanya segera keluar. Ethan bisa menebak dari cakaran di perut Malvia dan gigitan di lengannya, pasti manusia serigala. Dia juga tahu gigitan manusia serigala sangat mematikan bagi vampir. Ethan meminumkan Malvia ramuan obatnya dan mengoleskan kembali tanaman herba yang telah di tumbuk.
"Sekarang kita akan lihat, kamu akan selamat atau tidak." gumam Ethan.
...***...
Seminggu telah berlalu. Malvia masih belum sadar. Ethan menguncinya di rumah kaca dan berpesan agar tidak ada yang mendekati rumah kaca itu.
"Selamat datang kembali tuan." sapa pelayannya, Ester.
"Selamat sore, Ester. Apa semua baik-baik saja di rumah?" sahut Ethan sambil masuk ke dalam rumah.
"Baik-baik saja, tuan. Seperti biasanya." Ester mengambil jas dan topi Ethan. "Apa tuan ingin teh?"
"Tidak, tidak perlu Ester. Aku akan ke rumah kaca sebentar."
"Baik tuan."
Ethan keluar rumah lagi setelah berganti pakaiannya. Dia berjalan menuju rumah kaca. Seharian ini dia tidak ada di rumah. Hari ini jadwal rutin para lansia, wanita dan anak-anak desa untuk di periksa. Ethan membuka gembok rumah kaca dan masuk kedalam. Dia terkejut mendapati tempat tidur telah kosong. Tidak ada Malvia. Ethan mulai panik. Tapi beberapa detik berikutnya dia tersadar. Rumah kaca itu masih terkunci saat dia masuk dan tidak ada yang di rusak. Berarti...
Brukk!
Malvia membawa tubuh Ethan ke dinding dan menekan tubuhnya di dinding sementara tangannya mencekik Ethan. Ethan terkejut. Dia berusaha melepaskan diri dari Malvia. Meski Malvia masih lemah, tapi dia masih lebih kuat dari Ethan, membuat Ethan kewalahan. Mata merah Malvia mencermati wajah Ethan.
"Manusia." gumannya. Malvia memunculkan taringnya.
"Ak.. Aku... Aku bisa.. Jel.. AKHHH!!"
Malvia menancapkan taringnya ke leher Ethan. Ethan berteriak kesakitan. Dia merasakan darahnya di hisap. Dia tidak ingin mati. Tangannya mencari-cari sesuatu. Dapat!
Srukk!!
Sebuah kayu berukuran sedang menancap di pinggang Malvia. Malvia menjerit kesakitan. Dia melepaskan Ethan dan berjalan menjauh. Dia menatap Ethan dengan marah. Sementara Ethan memegang lehernya yang masih mengeluarkan darah.
"Tenanglah..." sahut Ethan tertatih. Malvia menggeram. "Aku... Yang.. Menyelamatkanmu."
Ethan mengambil kain bersih yang disusun rapi di dekat tempat tidur sambil waspada akan serangan Malvia lagi. Ethan menekan lukanya dengan kain. Dia menggelengkan kepalanya. Kepalanya mulai sakit akibat Malvia menghisap darahnya.
"Kamu pingsan di halaman rumahku. Aku membawamu masuk." kata Ethan.
"Kenapa?"
"Apa?"
"Kenapa kamu membawaku masuk?! Kau tahu apa aku, benarkan?"
Ethan menggangguk. "Benar. Saat aku memeriksamu, aku tahu apa kamu. Vampir."
"Dan kamu membiarkanku masuk dan menyelamatkanku? Kenapa? Jika kamu tahu aku adalah vampir berarti kamu tahu jika manusia adalah makananku."
"Ya, aku tahu."
Malvia mengerutkan keningnya. "Apa tujuanmu sebenarnya?! Kau ingin membunuhku, benarkan?!"
"Tenanglah, tidak perlu berteriak." Ethan mencoba menenangkan. "Jika aku ingin membunuhmu, untuk apa aku menyelamatkanmu. Cukup aku tinggalkan saja di halaman belakang dan kau akan mati mengingat racun manusia serigala yang ada di tubuhmu. Aku seorang dokter. Sudah kewajibanku merawat yang membutuhkan bantuanku. Meskipun vampir sekalipun."
Malvia menatap penuh kecurigaan pada pria berambut merah di depannya. Dia menganggap pria ini akan menganggapnya bodoh jika dia mempercayai semua itu.
"Aku tahu, sulit untuk diterima. Tapi itu benar."
"Jadi kau tidak takut padaku, manusia?" Malvia merubah wajahnya menjadi mengerikan. Taringnya muncul lebih mengintimidasi. Ethan sedikit takut awalnya tapi dia bisa mengendalikan rasa takutnya.
"Aku tidak takut padamu, nona. Bagiku, kamu adalah pasienku."
"Apa yang kamu inginkan dariku?"
"Aku tidak--"
"Katakan saja! Katakan apa maumu."
Ethan mengerutkan keningnya, menatap bingung wanita di depannya. Malvia menatap Ethan dengan kebencian yang meluap. Ya, dia tahu Ethan menyelamatkannya. Bahkan dia sempat meminum darahnya. Tapi Ethan tetap berasal dari salah satu kaum yang membantai keluarganya. Dia tidak akan mempercayai perkatakaan Ethan, tidak sedikitpun. Malvia berpikir, entah dia atau pria di depannya itu yang akan mati. Yang jelas salah satu dari mereka tidak boleh hidup.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 15 Episodes
Comments