Velia dan Ello melangkah bersama menuju presidential suite, kamar paling mewah dan mahal di Arkha Hotel.
Jangan harap ada adegan romantis di lift—tentu saja tidak ada. Kini Velia menjaga jarak dari Ello. Begitu tiba di lantai paling atas, Velia langsung keluar lebih dulu dan masuk ke dalam kamar.
Ruangan temaram itu telah dihias sedemikian rupa. Harusnya, malam ini menjadi malam pertama yang romantis untuk pasangan pengantin baru. Tapi tidak bagi Velia dan Ello. Mereka hanya berdiri mematung, menatap hamparan kelopak mawar merah dan semerbak lilin aromaterapi yang memenuhi kamar.
“Lo atau gue yang mandi duluan?” tanya Ello akhirnya.
“Lo duluan, sana,” sahut Velia ketus.
“Oke.”
Ello pun masuk ke kamar mandi. Belum sampai lima menit, suara ketukan di pintu membuat Velia menoleh.
Siapa, ya? Ah, mending aku lihat aja.
Velia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Ternyata Helena berdiri di sana dengan senyum menggoda.
“Ada apa, Lena?” tanya Velia.
Helena menyerahkan koper kecil ke tangan Velia.
“Itu dari Mommy. Dia pengen cepat-cepat punya cucu,” ujar Helena sambil mengedipkan mata jahilnya.
“Ini apa?”
“Sudah, pakai saja. Itu buat Kakak sama Kak Ello. Kalau gitu, aku pergi dulu. Bye~” pamit Helena cepat-cepat sambil berbalik menuju lift.
“Kak Velia, jangan lupa dipakai ya! Kalo nggak, Mommy bisa marah!” serunya sebelum pintu lift tertutup.
“Ada-ada aja…”
Saat Velia masuk kembali ke dalam kamar, dia langsung terkejut. Ello berdiri di sana, telanjang bulat tanpa rasa bersalah. Meski sedikit terlambat, Velia tetap menjerit dan spontan menutup matanya.
“Aaakhhh!”
“Apaan sih, lo! Kok keluar kamar mandi nggak pakai handuk?” protes Velia kesal.
Ello menyeringai sinis, memandangi istrinya itu dengan tatapan mencemooh.
“Buat apa gue tutup? Toh, gue gak nafsu liat lo,” cibirnya dingin.
Velia membuka matanya dan menatap Ello dengan geram. Kata-kata itu menyakitkan. Tapi... sesaat, matanya sempat melirik sosis di bawah sana.
“Kurang ajar,” umpatnya dalam hati.
“Oke! Kalau lo gak nafsu liat gue, gue juga sama! Gak nafsu liat lo!” bentaknya.
Dengan penuh emosi, Velia melepas semua aksesori di kepalanya dan melemparkan ke sembarang arah. Lalu, dengan gerakan tegas, dia membuka gaun pengantin yang membalut tubuhnya—menyisakan hanya bagian dalamnya saja.
Membuat Ello tertegun sejenak. Ia terpaku, matanya sulit beralih dari tubuh Velia yang berisi di bagian-bagian yang tepat.
Tanpa Velia sadari, Ello menatap belahan payudaranya yang sedikit terlihat. Ia menelan ludah dengan kasar, lalu buru-buru berbalik saat menyadari kebanggaannya mulai bereaksi.
"Oh, shit!" umpatnya sambil memunggungi Velia.
"Heh! Kenapa, lo? Gue yakin lo nggak akan tergoda, kan?" ledek Velia, menatap punggung kekar suaminya.
Tanpa menunggu jawaban, Velia berjalan santai menuju kamar mandi, tak lupa membawa koper pemberian Helena.
Ello menghela nafas lega. Ia melirik ke arah pintu kamar mandi yang tertutup dan terdengar gemericik air.
"Tenang, Ello. Dia bukan tipe lo," gumamnya pelan. Ia hanya mengenakan boxer, karena lupa membawa tas berisi pakaian. Nanti, ia akan meminta Alvaro mengantarkan baju ganti keesokan harinya.
Cekrek!
Pintu kamar mandi terbuka.
Dan disitulah Velia berdiri, mengenakan lingerie hitam transparan yang membuat Ello menelan ludahnya lagi—lebih kasar dari sebelumnya. Tatapannya membeku. Velia terlihat... sangat seksi. Sangat menggoda. Tanpa bra, dua bulatan indah itu tampak jelas, dan celana dalam tipisnya memperlihatkan lebih dari yang seharusnya.
Velia memang sengaja. Ia ingin tahu—apa benar Ello tidak suka perempuan?
Tanpa berkata apa pun, Velia melenggang anggun ke meja rias dan duduk. Seolah tak terjadi apa-apa, ia mulai melakukan perawatan wajah seperti biasa, rutinitasnya setiap malam sebelum tidur.
Pov Ello
Saat Papa memintaku menikah dengan salah satu anak keluarga Lawrence, awalnya aku menolak mentah-mentah. Tapi itu adalah syarat agar aku naik jabatan menjadi CEO di Johnson Corp—perusahaan keluarga yang bergerak di bidang furniture dan kuliner.
Papa memberiku waktu satu bulan. Tapi setelah mencari kesana kemari, aku tak menemukan satupun wanita yang cocok. Di sisi lain, Alvaro—pria yang sudah setahun jadi kekasih rahasiaku—terus merengek agar aku tidak menikah. Bahkan ia memintaku menikah dengannya saja, sesuatu yang jelas akan ditolak keras oleh keluargaku.
Sampai akhirnya, waktu itu habis.
Lalu datang tawaran: menikahi Sherlin Lawrence. Papa menyetujui dengan imbalan akan membantu melunasi hutang perusahaan keluarga mereka. Tanpa pikir panjang, aku menyetujuinya. Pernikahan dijadwalkan dua minggu lagi.
Dua minggu berlalu, aku dan keluarga menuju gereja. Tapi kami malah mendapat kejutan: mempelai wanitanya kabur.
Awalnya aku senang.
"Tuan Johnson, adik dari Nona Sherlin yang akan menggantikannya menjadi pengantin Tuan Daniello," ucap panitia WO.
"Siapa namanya?" tanyaku.
"Velia Lawrence, Tuan."
Velia?
Nama itu terasa familiar. Saat akhirnya aku melihatnya, berjalan anggun dengan seorang pria yang kemungkinan adalah pamannya, aku langsung sadar—dia sahabatnya Indi. Wajahnya menunjukkan ekspresi tak suka. Dan saat aku membuka tudung wajahnya... ya, benar. Dia Velia, sahabat Indi. Berarti dia tahu semuanya. Bagus. Aku tak perlu menjelaskan banyak hal.
Meski ketus, dia tetap terlihat cantik. Sangat cantik. Dan ciuman pertamanya... sepertinya... aku tahu itu.
Semua yang mengatur resepsi adalah Mommy Gracia dan Mommy Mila. Dua wanita itu yang paling antusias. Dan Velia... dia tampil memukau dengan kebaya pilihan Mommy.
Tapi di tengah semua ini, suara Alvaro masih bergema di kepalaku: "Jangan jatuh cinta padanya."
Saat resepsi berlangsung, Papa menyuruhku menjemput Velia di stan makanan. Saat aku memanggilnya sayang, dia terkejut. Raut wajahnya kaget, tapi... menggemaskan.
---
Malam pun tiba.
Mommy sudah menyiapkan kamar untuk malam pertama kami. Tentu saja... aku tidak berekspektasi apa pun. Mana mungkin aku bernafsu pada gadis cerewet di depanku ini?
Begitu masuk kamar, aroma lilin aromaterapi menyeruak. Kelopak mawar berserakan di lantai. Semua begitu sempurna—kalau saja ini pernikahan yang didasari cinta.
"Lo atau gue dulu yang mandi?" tanyaku pada Velia.
"Lo duluan sana," jawabnya ketus, tapi tetap manis menurutku.
Aku masuk kamar mandi. Saat berendam, ponselku bergetar. Alvaro.
"Sayang," ucapku, menjawab video call darinya. Tapi entah kenapa... sekarang terdengar menjijikkan.
Biasanya aku genit saat bersamanya. Tapi sekarang?
"Kamu pasti lagi ena-ena sama wanita itu, kan?"
"Nggak, Sayang. Aku cuma berendam. Nggak bisa keluar malam ini, sorry."
"It's oke, asal kamu nggak nyentuh dia, aku nggak masalah."
"Enggak lah, aku nggak nafsu."
Setelah call berakhir, aku buru-buru selesai mandi. Tapi... aku lupa bawa handuk. Ya sudah, langsung keluar begitu saja. Nggak pakai apa-apa. Kupikir Velia bakal marah soal lantai yang basah. Dan ya... dia teriak.
"Apaan sih, lo! Kok keluar gak pake handuk?!"
Aku tersenyum, menatap istri sahku yang sedang membelalak.
"Buat apa gue tutup? Toh gue nggak bernafsu lihat lo."
Velia menyipitkan mata, lalu... membuka semua aksesorisnya. Lalu gaunnya. Menyisakan dalaman yang membuat nafasku tercekat.
Tubuhnya...
Reaksi tubuhku... spontan. Junior mulai menegang. Aku syok.
"Tunggu... ini... serius?"
Aku buru-buru balik badan. Apa ini artinya aku... normal?
Velia masuk kamar mandi. Dan aku hanya mengenakan boxer, lalu rebahan sambil main ponsel.
Saat pintu kamar mandi terbuka...
Dia muncul dengan lingerie hitam.
Tanpa bra.
Celana dalam tipis.
Padat. Penuh. Menggoda.
Dan pantatnya... Astaga.
"Astaga... cobaan apa lagi ini..." desahku frustasi. Tanganku refleks menutupi Junior yang semakin aktif.
"Tidak! Aku janji nggak akan menyentuhnya. Junior, tolong... diamlah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Nila
suka sesama jenis. Bodoh atau tolol yg, menyalahi takdir
2024-03-29
0
Anonymous
pengen kenal jg percintaan sesama jenis...walaupun jijik
2023-02-22
0
Dedy Harianto
yakin, ntar gak bisa tidur
2023-02-20
1