Gaun putih yang indah membalut tubuh Cheryl. Sebuah mahkota terpasang di atas kepalanya. Hari ini ia bagaikan seorang putri yang akan dipersunting sang pangeran. Dia tampil sangat cantik dengan make up tipisnya.
"Kamu cantik sekali," puji Janu.
Lelaki itu menghampiri Cheryl di ruang make up dengan telah mengenakan pakaian rapi. Ada buket bunga kecil yang terselip di saku jas pengantinnya.
Cheryl memandangi lelaki tampan yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Seharusnya hari ini menjadi hari yang berbahagia untuknya. Namun, entah mengapa rasanya terasa aneh. Ia meyakinkan dirinya bahwa perasaan itu sebatas keraguan karena ia mengalami anmesia.
Cheryl sama sekali tidak bisa mengingat apapun sebelum kecelakaan terjadi. Ia bahkan tidak mengingat wajah kedua orang tuanya jika bukan Janu yang menunjukkannya. Dari foto-foto yang dia miliki menunjukkan kedekatan yang erat antara orang tua mereka.
"Apa kamu sudah siap?" tanya Janu.
"Em, pihak keluargaku benar-benar tidak ada yang datang?" tanya Cheryl memastikan.
Janu menggelengkan kepala. "Sudah aku bilang kita sama-sama sebatang kara. Tidak ada lagi yang tersisa selain kita," kata Janu.
"Sungguh jahat orang-orang yang sudah menghabisi keluarga kita. Kenapa mereka tega melakukannya?" Cheryl merasa sedih pernikahannya tak dihadiri seorangpun yang bisa ia kenal.
Janu meraih tangan Cheryl. "Jangan takut, kita akan menjadi kuat jika bersama," katanya.
Keduanya bergandengan tangan dan berjalan beriringan meninggalkan tempat persiapan.
Pesta pernikahan digelar di taman samping mansion dengan dihadiri oleh para pelayan dan anak buah Janu. Tidak ada tamu undangan yang khusus. Katanya, semua demi keselamatan dirinya. Ada banyak orang yang memiliki dendam terhadap mereka.
Acara berlangsung cukup singkat. Cheryl dipandu kepala keamanan rumah yang berperan sebagai pengganti ayahnya. Ia diantarkan ke altar pernikahan menemui Janu yang tampil begitu rapi dengan setelan tuxedonya.
Setelah janji pernikahan mereka ucapkan, keduanya saling berciuman. Begitulah jalannya pernikahan yang terjadi hari itu.
Cheryl kira, setelah pernikahan itu, ia akan melewati malam pertamanya. Ia terlihat cukup gugup membayangkan seperti apa malam pertama mereka. Namun, apa yang dia khawatirkan tidak terjadi.
"Sekarang ini menjadi kamarmu. Aku akan tidur di kamar yang lain," begitu ucap Janu saat mampir sejenak ke kamar Cheryl.
"Em, kenapa kita tidak tidur di kamar yang sama?" tanya Cheryl dengan polosnya.
Janu menyeringai. Ia berjalan mendekat ke arah Cheryl dan memeluk pinggangnya. Saat ia mendekatkan bibirnya, Cheryl memejamkan matanya.
"Apa kamu takut aku cium?" goda Janu.
Cheryl merasa gugup. Ia memang belum terbiasa dengan kontak fisik seperti itu.
"Kamu belum sepenuhnya sembuh dari amnesia. Aku takut nanti kamu akan syok dengan banyaknya kontak fisik yang dilakukan pasangan suami istri." Janu mulai mengatakan kata-kata yang mengintimidasi, membuat Cheryl membayangkan hal-hal yang menakutkan.
"Kita akan berciuman dengan dalam sampai napas kita tersengal-sengal. Kita juga akan saling menanggalkan pakaian dan ...."
"Cukup, cukup ...." Cheryl merasa merinding tidak sanggup membayannya lagi. Ia mendorong Janu agar menjauh darinya. Kondisi amnesia yang dialaminya memang masih membuatnya bingung karena ia sangat merasa asing dengan Janu yang kini menjadi suaminya sendiri.
Janu tersenyum. "Makanya aku memberimu waktu untuk beradaptasi di tempat ini. Kalau ingatanmu sudah kembali, baru kita akan hidup sebagai suami istri yang sesungguhnya."
Sebelum pergi, Janu menepuk puncak kepala Cheryl sebelum ia keluar dari kamar itu.
Sebagai seorang istri, ia merasa aneh dengan suaminya. Padahal, saat ia berada di rumah sakit, Janu terlihat seperti lelaki yang begitu penyayang dan peduli padanya. Setelah pernikahan lelaki itu langsung menunjukkan sikap dinginnya.
Cheryl mencoba mengabaikan keanehan tersebut. Ia juga merasa belum siap memiliki hubungan yang lebih dekat dengan lelaki yang tidak dikenalnya. Ia ingin segera mendapatkan kembali ingatannya agar bisa mengetahui seperti apa hubungannya dengan Janu yang sebenarnya.
Malam selanjutnya, Janu tak pernah datang ke kamarnya. Lelaki itu selalu berangkat kerja lebih awal dan pulang sangat larut. Cheryl bahkan tidak pernah bertemu dengan suaminya meskipun tinggal di atap yang sama.
"Sebenarnya dia kerja apa? Katanya ingin membuatku terbiasa di sini. Tapi menyapa sesekali saja tidak pernah. Bagaimana bisa kita jadi dekat?" gumam Cheryl.
Ingin rasanya ia mengutarakan isi hatinya. Lama-lama di sana, ia merasa bosan juga. Meskipun segalanya telah terpenuhi dan ada belasan pelayan yang siap melayani, ia seperti terpenjara di sana. Ia merupakan nyonya rumah yang seakan tidak dianggap oleh tuan di rumah itu.
Untuk menghilangkan rasa bosan, ia hanya bisa berkeliling rumah, menghapalkan setiap sudut rumah, juga bagian taman depan, samping, dan belakang. Rumah itu jauh dari pemukiman, di kanan kirinya tidak ada tetangga.
"Bibi ...," panggil Cheryl kepada seorang pelayan yang cukup tua usianya. Pelayan itu baru saja selesai menyapu halaman samping.
"Iya, Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" wanita tua bernama Sarinah itu berjalan mendekat ke arah Cheryl yang tengah duduk di ayunan dekat kolam ikan.
"Jam berapa biasanya Tuan pulang?" tanya Cheryl.
"Saya tidak terlalu paham, Nyonya. Tuan terkadang pulang, tapi lebih sering tidak pulang. Penjaga gerbang seharusnya lebih tahu tentang itu."
Cheryl sangat ingin menemui suaminya. Ia ingin sesekali keluar dari sana karena sudah lebih dari satu bulan ia hanya berasa di dalam mansion megah itu.
"Apa kamu tahu di mana alamat kantornya?" tanyanya lagi.
"Maaf, Nyonya. Saya hanya bekerja di sini, tidak mengerti urusan Tuan di luar rumah."
Cheryl mengernyitkan dahi. "Bukannya Bibi sudah sepuluh tahun lebih bekerja untuk keluarga ini?" tanyanya heran.
"Benar, Nyonya. Tapi, Tuan Janu jarang pulang ke mansion ini. Tuan baru tinggal lama di sini selama beberapa bulan terakhir. Tuan lebih banyak menghabiskan waktu di luar negeri."
"Bibi ... Boleh aku menggerutu sedikit di depanmu?" tanya Cheryl.
Bi Sarinah keheranan. "Kenapa Nyonya ingin menggerutu?"
"Kami sudah satu bulanan menikah, tapi dia tidak pernah menyapaku. Aku juga tidak tahu suamiku kerja apa dan dimana. Apa itu wajar?" tanya Cheryl.
Bi Sarinah terlihat kebingungan untuk menjawab. "Ah, itu mungkin karena Nyonya masih sakit," kilahnya.
Cheryl benar-benar semakin merasa janggal dengan hubungan mereka. Kalau Janu lebih lama tinggal di luar negeri, bagaimana bisa hubungannya tetap berjalan baik? Ia semakin merasa jika pernikahannya tidak beres.
Cheryl menduga mungkin saja Janu sebenarnya ingin membatalkan pernikahan. Karena kasihan, lelaki itu tetap menikahinya. Tidak heran jika sikap Janu sangat dingin kepadanya.
"Kalau tidak mau menikah seharusnya bilang saja! Kalau begini aku bisa mati kesepian seperti tahanan," gerutunya dengan suara kecil.
"Kenapa, Nyonya?" tanya Sarinah yang kurang jelas mendengar gumaman Cheryl.
"Ah, tidak apa-apa. Bibi kembali saja bekerja!" pinta Cheryl.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Astrid Nandistya Hayoto
Siapa yg bunuh org tua Cherly,, apa benar janu,, kan org tuanya Sahabat.
2025-01-16
0
🍁Naura❣️💋👻ᴸᴷ
kasihan Cheryl jadi tahanan rumah
sebenarnya janu itu maksud nahan Cheryl itu apa 🤔🤔🤔
2023-01-13
0
aca
sabar charyl nanti smuanya akan terbongkar
2023-01-09
0