"Orangnya adalah aku sendiri."
Duaar!
Luna dan Alam sangat terkejut dengan ungkapan Arumi yang bersedia menjadi rahim pengganti, mereka tak habis pikir wanita sepolos Arumi memiliki pemikiran sejauh ini.
"Nggak bisa!" tolak Alam langsung.
"Kenapa?" Arumi terlihat sangat kecewa karena ditolak.
"Masih tanya kenapa? Umurmu masih 19 tahun, masa depanmu masih panjang dan ... dan pokoknya Kakak nggak setuju!" tegas Alam semakin membuat Arumi putus asa.
Padahal Alam sangat berpikir keras tentang masa depan Arumi nantinya, siapa yang mau dengan wanita pernah melahirkan tanpa pernikahan nanti. Di tambah Arumi masih suci, Alam tak bisa merusak itu semua.
"Tapi ini jalan satu-satunya, Kak!" seru Arumi semakin mendesak Alam.
"Masih ada cara lain, intinya bukan ide gilamu!" serunya semakin marah.
Arumi mengerucutkan bibirnya, dia menatap Luna dan memohon agar kakaknya bisa menerima bantuannya ini. "Kak ...." Arumi terlihat memelas.
"Benar apa kata, Mas Alam. Masa depanmu masih panjang, Rum. Untuk mengambil keputusan seperti ini, sama saja kita egois," balas Luna.
"Ish, kalian nyebelin tau nggak sih! Padahal aku ini benar-benar tulus ingin membantu kalian, itung-itung balas budi karena mau menerima anak jalanan sepertiku," ungkap Arumi penuh kekesalan.
Sepuluh tahun lalu, Arumi mengalami kepahitan dunia. Di umurnya yang masih sembilan tahun, harus dijual sang ayah ke tempat hiburan malam. Karena tak ingin melakukan semua, dia akhirnya kabur dan terlunta-lunta di jalanan.
Tapi, Tuhan masih sayang padanya. Ketika Arumi berada antara hidup dan mati, sepasang suami-istri menolongnya dan merawat Arumi sampai sebesar ini.
"Rumi, Kakak ikhlas menolong kamu waktu itu. Sungguh, nggak pernah terbesit di hatiku untuk meminta balas budi," kata Luna.
"Kak —"
"Arumi Salsabila!" Akhirnya Alam membentak Arumi. Jika namanya sudah di sebut lengkap, maka itu artinya Alam benar-benar kesal dan sangat marah.
"Terserah kalian!" Arumi menghentakkan kakinya dan langsung meninggalkan mereka berdua, lagi-lagi dia harus menuruti perkataan mereka.
Dengan perasaan berkecamuk, Arumi memilih pergi dari rumah. Dia ingin menenangkan pikirannya dan mencari strategi agar mereka setuju akan usulnya, intinya Arumi ingin membantu mereka secepatnya sebelum waktu satu tahun itu berlalu.
***
Arumi berjalan pelan memasuki rumah, karena terlalu sibuk merancang rencana dia sampai lupa waktu dan berakhir pulang larut malam. "Sepertinya semua orang sudah tidur," lirih Arumi sambil menenteng sepatunya.
Dengan sangat pelan, dia menutup pintu agar tak menimbulkan suara. Namun sepelan apapun Arumi menutup pintu, tetap saja bunyinya sangat keras sampai membuat Arumi panik. "Shut! Jangan berbunyi, jika sampai mereka bangun, matilah aku!" serunya amat pelan.
Setelah memastikan pintu terkunci, Arumi segera membalikkan badan. Tapi, baru saja kakinya ingin melangkah pergi, lampu ruang tamu seketika menyala dan menampakkan seorang lelaki tengah duduk di atas sofa dengan tatapan marah.
"Dari mana kamu, Arumi Salsabila!" seru Alam penuh penekanan.
Arumi pun tersenyum kikuk sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya. "Kakak belum tidur?" tanyanya cengengesan.
"Kakak tanya, dari mana kamu!"
Meski tersentak kaget, tapi Arumi tetap tersenyum dan menghampiri Alam. "Kakak, jangan marah-marah terus dong. Nanti cepat tua loh, aku nggak mau punya Kakak ipar yang banyak kerutan," kata Arumi terus duduk di sebelah Alam.
"Badanmu bau, cepat mandi sana!" tegas Alam sambil mendorong tubuh Arumi agar menjauh. Namun, tindakan Alam membuat Arumi mengerucutkan bibirnya dan sedikit mencibir.
"Ck, aku masih wangi kali!" serunya.
"Kak ...." Sambung Arumi. Dia pegang tangan Alam, sambil menatap penuh mohon pada Alam.
"Jika kamu bahas masalah tadi, maka jawabannya tetap sama."
"Ish, ayolah Kak." Mohon Arumi.
"Nggak!"
"Ya sudah, kalau Kakak menolak sama saja menyiksa batin kak Luna! Asal tahu saja, setiap hari kak Luna menangis setelah dihina tante Ningsih!" serunya lagi membuat Alam menaikan satu alisnya.
"Setiap hari?" tanya Alam masih tak percaya.
"Hampir setiap hari, tante selalu datang ke rumah setelah Kakak berangkat kerja." Arumi mendadak lesu jika mengingat bagaimana kejam mulut mertua Luna.
Bukan hanya penghinaan fisik, tapi secara mental juga sehingga kerap kali Arumi marah dan membela, tapi Luna terlalu baik sehingga melarang dia marah-marah.
"Buat apa mama kesini?"
"Buat apalagi kalau bukan untuk menghina kak Luna! Mulut tante sangat pedas, bahkan terbilang keterlaluan. Sering sekali kak Luna dikatain mandul, pembawa sial dan lebih parahnya kemarin." Arumi menjeda ucapannya karena terlalu emosi jika mengingat semua.
"Tante bilang rahim kak Luna ada jin-nya, sehingga sulit hamil." Tak terasa air mata Arumi pun menetes, dia hapus kasar air matanya terus menatap kembali Alam.
"Ayolah, Kak. Semua demi keutuhan rumah tangga kalian, jangan sampai semua hancur hanya karena anak. Terimalah bantuanku ini, aku mohon," ucap Arumi.
Dia langsung berdiri dari duduknya dan berpindah posisi ke bawah. Setelah itu dia pegang kaki Alam, sambil terus memohon. Terlihat sekali Alam juga marah setelah mendengar cerita Arumi, tapi untuk mengambil keputusan ini dia bingung.
"Kak, ayo bicaralah." Arumi terus menggoyang-goyangkan tangan Alam.
"Kakak bingung, Rum. Di satu sisi aku sakit hati mendengar mama selalu menghina Luna, tapi disisi lain aku nggak bisa merusak masa depanmu hanya demi kebahagiaan kami," balas Alam terlihat sangat putus asa.
"Aku nggak merasa dirusak, Kak. Semua ini aku lakukan dengan sadar, apapun hasilnya nanti, mau ada atau nggak ada orang yang menerima kondisiku itu menjadi urusan nanti. Sekarang selamatkan rumah tangga kalian, please ...."
Alam benar-benar bingung, dia hanya bisa mengusap kasar wajahnya. Haruskah dia mengiyakan permintaan Arumi, tapi resikonya sangat tinggi itu yang selalu Alam pikirkan.
"Kuliahmu bagaimana? Nggak mungkin kan kamu kuliah dalam keadaan hamil, bagaimana nanti pandangan mereka?" Alam masih terlihat menolak permintaan Arumi.
"Aku akan mengambil cuti jika hamil nanti, ini hanya menjadi rahasia kita bertiga. Mereka nggak perlu tau akan hal ini, cukup Kakak pura-pura hamil saja jika bertemu orang," kata Arumi terlihat sangat mantap dengan keputusannya. Berbeda dengan Alam yang masih ragu dan bimbang.
"Tapi Luna nggak mungkin setuju —"
"Aku setuju jika kamu setuju, Mas. Jika dipikir-pikir benar apa kata Arumi, lebih baik Arumi yang melahirkan anak kita daripada orang lain masuk dalam pernikahan kita nanti," ucap Luna tiba-tiba.
Alam pun mendongak mencari sumber suara tersebut, begitu pula Arumi. Dia langsung berdiri dan menghampiri Luna. "Kakak setuju?" tanyanya sangat bahagia.
"Iya, aku setuju jika Mas Alam setuju," jawab Luna.
Arumi sangat senang, dia kembali ke tempat Alam dan terus menampakkan senyuman tulus. "Kakak dengar kan? Kak Luna setuju, jadi nggak ada alasan lagi untuk menolak," kata Arumi.
Dia seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan dan terus melompat kegirangan menanti jawaban Alam atas idenya kali ini, Arumi sangat yakin seratus persen jika semua akan berjalan lancar jika mereka percaya.
"Huft ... baiklah, aku setuju dengan idemu. Aku dan Luna akan meminjam rahimmu untuk program bayi tabung atau inseminasi buatan, tapi jika proses ini gagal maka kita berhenti, apa kamu setuju?" tanya Alam.
Meski sedikit keberatan dengan ucapan Alam, tapi Arumi mengiyakan dulu. Meski belum tau endingnya akan berhasil atau gagal, yang penting Alam setuju mengikuti semua rencananya.
"Aku setuju!"
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Diana Susanti
apakah nanti akan ada drama seperti cerita yg sudah sudah
2023-02-11
0
Tiahsutiah
semoga berhasil ya Rum,,,, agar luna punya anak, walau mengorban kan masa depan mu😢
2023-01-20
0
️W⃠️️CeMeRLa️nG🌹
kamu baik bener sii rum, semoga ketulusan kamu menuai hasil yg positif
2023-01-02
1