Raka meminta pertolongan Bayu, untuk membantu mengurus pemakaman kedua orang korban yang meninggal dunia. Mulai dari dokumen yang dibutuhkan, sampai kepada lokasi pemakaman. Bayu, adalah sahabat sekaligus asisten Raka.
"Bagaimana, Bay?" tanya Raka.
"Semua sudah diurus," jawab Raka.
"Bagus." Wajah Raka berubah muram.
"Apa ada yang salah?"
Raka menggelengkan kepalanya. Jujur saja, ia merasa bersalah pada gadis yang harus ditinggalkan kedua orang tuanya. Apalagi, dialah yang menjadi penyebab kepergian orang tua gadis itu.
"Aku hanya merasa bersalah pada gadis itu," ucap Raka lirih.
"Menurut mama, kau bisa bertanggung jawab padanya dengan jalan menikahinya."
Mama dari Raka yang baru saja masuk, langsung menyatakan pendapatnya. Raka dan bayi segera menatap pada wanita paruh baya, yang notabene adalah ibu dari Raka.
"Kenapa harus menikah?" tanya Raka.
"Kau tidak kasihan padanya? Dia saat ini tinggal sebatang kara. Tidak ada siapa pun yang bisa menjadi tumpuan hidupnya. Jika kau menikahi dia, paling tidak dia memiliki seseorang untuk berbagi."
"Mama pasti sudah menyelidiki gadis itu," tebak Raka.
Mama Raka terkekeh kecil. "Itu harus. Mama tidak ingin, suatu saat gadis itu akan menyulitkanmu. Tapi nyatanya, gadis itu tidak mempermasalahkan kejadian ini. Dia justru menganggap semua itu takdir yang sudah tertulis untuknya," jelas sang mama.
Mendengar ucapan sang mama, hati Raka semakin diliputi rasa bersalah. "Raka setuju. Setelah Raka keluar dari rumah sakit nanti, Raka akan menemui dia," ucap Raka.
***
Satu minggu sudah, Resti kehilangan orang tuanya. Tak ada satu hari pun yang Resti lewati tanpa mengunjungi makam mereka. Makam itu, sudah disiapkan oleh orang yang mencelakai kedua orang tuanya. Biaya rumah sakit yang cukup besar pun, sudah ditanggung.
Entah Resti harus bersyukur, atau mengutuk orang yang menjadi penyebab kecelakaan itu. Hari ini, Resti mampir ke makam orang tuanya lagi. Ia melangkahkan kaki, ke tempat peristirahatan mereka. Namun, matanya menangkap dua orang pria yang berdiri di sana.
"Maaf, kalian, kenal dengan orang tua saya?" tanya Resti ketika tiba di dekat mereka.
"Apa kamu, putri Pak Beno?" Salah satu pria itu bertanya pada Resti.
"Iya, saya putrinya. Apa kalian mengenal orang tuaku?" Resti kembali mengulang pertanyaannya.
"Saya …." Pria yang ingin menjawab pertanyaan Resti menghentikan ucapannya, saat mendapat sikutan dari pria di samping.
Resti hanya mengerutkan dahi melihat mereka. Ia meletakkan bunga yang dibawa ke atas gundukan tanah. Kemudian, Resti mendoakan kedua orang tuanya.
Tidak ada satu pun dari pria itu yang mengganggu Resti, hingga selesai. Mereka hanya mengamati apa yang Resti lakukan.
"Perkenalkan, saya Raka dan ini asisten saya Bayu," ucap Raka.
Ya, Raka sengaja mengunjungi makam orang tua Resti untuk meminta maaf. Namun, rupanya takdir mempertemukannya dengan putri semata wayang korbannya.
"Saya Resti." Resti turut memperkenalkan dirinya.
"Apa orang tua saya memiliki hutang pada, Anda?" tanya Resti.
"Ah, ti-tidak. Tidak ada," jawab Raka.
"Lalu?"
"Aku hanya ingin menjalankan amanat beliau," ungkapnya.
Sontak, hal itu membuat kerutan tajam di dahi Resti. Amanat apa? Bapak gak ada ngomong apa-apa sama aku, ucap Resti dalam hati.
"Bos, sebaiknya, bicara di tempat lain saja. Tidak baik kita bicara di tempat ini," ucap pria yang Resti tahu bernama Bayu.
"Kamu benar. Mari, kita bicarakan hal ini di cafe saja," ajaknya.
Resti menganggukkan kepalanya. Ia pun mengikuti langkah mereka meninggalkan area pemakaman. Gadis itu terkejut, saat dipersilakan masuk ke dalam sebuah mobil mewah.
"Saya duduk di belakang saja," ucap Resti, saat Bayu membukakan pintu depan.
Tanpa menunggu, Resti membuka pintu belakang dan duduk di sana. Sejujurnya, Resti Tenga memikirkan amanat yang orang tuanya berikan pada pria yang duduk di depan.
Ia bahkan tak menyadari, jika mobil sudah berhenti tepat di depan cafe. Raka dan Bayu yang duduk di depannya, saling bertukar pandang.
"Resti," panggil Bayu.
Resti yang mendengar namanya dipanggil pun menoleh. Seketika, matanya menatap sekeliling karena dirasa mobil itu tak bergerak lagi.
"Oh, sudah sampai, ya. Maaf," ucapnya.
"Ayo, masuk!"
Raka dan Bayu turun bersamaan. Resti mengikuti dari belakang mereka. Sebenarnya, Resti enggan masuk ke dalam cafe, yang menurutnya terlihat mahal ini. Merek pun memilih duduk di pojok cafe.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Raka pada Resti.
"Boleh saya lihat buku menunya?"
Raka memberikan buku menu pada Resti. Gadis itu segera membuka setiap halaman yang tertera. Ya ampun, mahal sekali.
Entah sudah berapa kali ia membolak balik buku menu itu. Raka sampai gemas sendiri melihatnya. Apa sih yang dia cari?
"Lemon tea aja, Mbak," ucap Resti pada akhirnya.
Astaga … hanya lemon tea aja, lama banget mikirnya, pikir Raka.
Beberapa menit ketiganya hanya diam. Resti hanya menundukkan kepala. Setelah pelayan meletakkan pesanan mereka, Resti memulai pembicaraan.
"Bisa kalian langsung mengatakan pada saya, amanat apa yang orang tua saya berikan pada, Anda?" tanya Resti to the point.
Raka berdeham sebelum menjawab pertanyaan Resti. " Begini, bapak dan ibumu meminta saya untuk menjaga kamu."
"Menjaga? Saya tidak perlu dijaga oleh, Anda. Saya sudah cukup dewasa untuk menjaga diri saya sendiri."
Dari pernyataan itu, jelas Resti menolak keinginan Raka. Namun, Raka ingat betul ancaman mamanya, yang meminta dia untuk bisa mengambil hati Resti dan membuat gadis itu setuju menikah.
"Maksud saya, bukan menjaga yang seperti itu. Tapi, memberimu cinta, memberimu keluarga, dan memberimu kebahagiaan," tutur Raka.
Seketika Resti terdiam. Ia sedang mencerna ucapan Raka. Apa maksudnya, bapak dan ibu memintaku untuk menikah dengan dia?
"Tunggu, maksudnya, bapak dan ibu meminta, Anda, untuk menikahi saya?"
Raka menganggukkan kepala membenarkan ucapan Resti.
"Kenapa harus menikah? Lagi pula, saya tidak mengenal, Anda."
"Begini, Nona. Bapak dan ibu, mungkin mengkhawatirkan, Nona. Karena itu, almarhum meminta sahabat sekaligus Boss saya ini, untuk menikahi, Anda." Kali ini, Bayu yang mencoba menjelaskan.
"Menurut saya ... ini aneh."
"Coba pikirkan lagi, mungkin ada ucapan bapak dan ibumu, yang menyerupai amanatnya pada saya," ucap Raka.
Sekeras apa pun Resti memikirkannya, ia hanya mengingat pesan kedua orang tuanya untuk tetap kuat dan tersenyum dalam menghadapi masalah. Tidak mungkin ada maksud tersirat dalam amanat bapak dan ibu. Apa ini, karangannya saja?
"Saya tahu, Anda, mungkin tidak percaya. Terlebih, ini kali pertama kita bertemu. Tapi, saya hanya berniat menjalankan amanat. Jika, Anda, mau kita bisa buat perjanjian sebelum menikah," tawar Raka.
"Bukan begitu. Saya hanya masih ingin bekerja. Saya ingin membuat orang tua saya bangga, meski mereka sudah tidak ada lagi," jelas Resti.
"Jadi?"
Resti mencoba meyakinkan hatinya, bila semua ini untuk membuat arwah kedua orang tuanya tenang. "Ya, saya bersedia."
"Saya akan persiapkan semuanya. Termasuk membawamu bertemu dengan orang tua saya," ucap Raka.
Sejak saat itu, hubungan antara Raka dan Resti pun dimulai. Tanpa gadis itu tahu, bahwa Raka adalah orang yang menabrak orang tuanya. Semua itu, masih Raka rahasiakan.
***
visual Raka dan Resti, ada di bab 1. kalian bisa cek ya. semoga, sesuai dengan ekspektasi kalian
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments