PHASE 2 . BENCANA

Degup jantung Adara mendadak kencang. Napasnya kian memburu. Terlebih saat lengkingan itu kembali terdengar. Layaknya pekikanpada pengeras suara beroktaf tinggi tanpa jeda. Suara itu kembali membungkam raut keingintahuan para jiwa yang mendengarnya. Selang beberapa detik setelahnya, debum menyahut. Diiringi tanah yang mulai retak dengan cepat. Kicau burung mulai saling bersahut-sahutan entah dari mana datangnya. Cara terbang mereka pun sudah seperti pemabuk, hingga pada akhirnya sebagian ada yang jatuh karena kehilangan

keseimbangan.

Adara mendelik. Melihat ubin yang dia pijaki mulai retak perlahan. Pandangannya mengedar di mana dia bisa melihat banyak retakan berbagai ukuran mulai terbentuk. Debum keras kembali tercipta dan membuat gadis ini memalingkan fokus ke satu arah.

Adara ingat sekali gunung yang membisu di salah satu sudut kotanya adalah gunung mati. Namun,yang dilihatnya detik ini amat berbeda. Menakutkan. Cairan merah memuncrat dari ujung kerucut gunung itu. Beberapa kali dan membentuk aliran sungai merah menyala. Luap asap mengepul dan mulai memenuhi langit kota.

Kekhawatiran Adara semakin bertambah tatkala tanah mulai goyah. Terasa bergeser dengan pelan. Dia masih bisa menjaga keseimbangan saat ini. Namun,untuk goyahan selanjutnya, Adara tak mampu lagi menahan tubuhnya. Tanah seakan bergoncang hebat—naik-turun—dan merusak semua hal yang berada di atasnya. Dinding mulai

retak dan runtuh sedikit demi sedikit, sementara cairan lava yang sejak tadi membentuk aliran sungai, kini mulai mengalir ganas menuju ke tengah kota di mana banyak pemukiman penduduk dan gedung utama pemerintahan di sana—termasuk sekolah Adara.

“Apa yang terjadi?”gumam gadis tersebut.

Teriakan histeris dan raung tangisan mulai bergejolak. Adara tak dapat mengelaknya. Namun,satu sisi pemikirannya

mulai mencemaskan Nancy.

“Di mana Nancy?” batin Adara.

Langkahnya terhuyung. Adara mulai mencoba berlari menuju kelasnya. Namun, sesuatu menghalanginya. Bukan sebuah hal kecil, tapi besar. Amat besar. Gedung kelasnya mendadak ambruk tepat sepuluh meter dari posisi Adara sebelum dia menghentikan langkahnya dan memandang nyalang ke sana dengan posisinya yang telah tersungkur

karena menghindari reruntuhan. Tangis dan teriak mulai merasuk ke lubang telinganya, menginvasi secara cepat langsung ke otaknya.

“TIDAK!!!”

Namun, dia tidak melihat Nancy di sana. Pandangannya seperti berpencar dan saling mencari keberadaan gadis berambut cokelat itu. Lagi-lagi sesuatu menghalangi Adara. Goncangan tanah memang tak lagi melanda. Namun,di salah satu arah, sungai merah menyala membanjiri kota perlahan.

Adara bangkit. Dia sadar jika dirinya terkunci di tempat ini. Sekelilingnya telah rumit dengan runtuhan gedung sekolahnya. Hanya ada satu celah di mana dia bisa kabur sebelum lava itu melahap dirinya.

Dalam tangisnya yang tertahan, gadis bersurai hitam itu mulai merangkak menaiki anak tangga yang masih berbentuk. Sampai dirasanya jika tempatnya berpijak kini adalah salah satu bagian dari rangkaian gedung bertingkat di sekolahnya yang masih tersisa. Adara menelisik ke belakang, melihat cairan merah menyala disertai panas mulai melahap reruntuhan gedung.

“Apa yang harus kulakukan? Kenapa jadi seperti ini?” gumamnyakalut.

Adara masuk ke sebuah ruangan. Dia terdiam. Ruang perpustakaan yang mana salah satu sisinya yang menghadap ke luar telah runtuh. Bola matanya bisa melihat lautan lava panas telah melahap kota. Dia beringsut mundur bersama perasaannya yang sudah bercampur-aduk. Sebuah galon air minum yang bertengger di dispenser terpaksa Adararaih dan digunakan untuk mengguyur seluruh tubuh.

Gadis itu tidak tahu apa yang dipikirkannya sekarang. Dia melakukan semuanya secara reflektif. Adara bahkan tak sadar alasan dia mengguyur tubuhnya dengan galon berisi air setidaknya satu per tiga bagiannya itu. Refleksnya kembali mencerna keadaan sekitar. Adara mencoba meraih beberapa rak buku yang menempel di dinding dan berakhir dengan duduk di bagian paling atas dari rak kayu tersebut.

Adara benar-benar kacau. Otaknya tak bisa berpikir jernih. Bulir air mata yang sejak tadi menerjuni pipinya ia biarkan mengalir begitu saja. Matanya sembab memerah, sambil melihat ke arah luar di mana lautan lava mulai meninggi. Adara meringkuk pasrah. Berdoa dalam batinnya adalah satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang.

***

“Ah, sial! Kenapa terputus, sih?” gerutu Adnan saat sambungan teleponnya terputus. Matanya menangkap sebuah bus yang baru saja datang. Dia segera naik dan duduk di salah satu kursi dalam bus tersebut.

Bola matanya sesekali memandang ke berbagai arah, mencerna segala hal yang dilakukan oleh penumpang bus. Ada yang tertidur pulas, bermain game di ponselnya, dan adapula yang asyik mengobrol. Tidakjarang, Adnan menangkap keluh-kesah dan juga gerutuan penumpang terhadap sesuatu yang baru saja membuatnya mendengkus kesal pula.

“Sinyal di sini seringkali putus secara mendadak. Sial! Aku jadi tak bisa menghubungi atasanku kalau seperti ini terus!”

“Apa aliansi barat yang memutus salurannya? Beberapa tahun belakangan ini mereka seperti sedang memusuhi kita.”

“Jika mereka memutus salurannya, apa kau pikir mereka sudah membuat saluran sendiri, huh? Jalur kabel optik dunia telah saling berhubungan. Mana mungkin mereka memutus jalur yang nantinya akan membunuh mereka sendiri!”

“Apa yang terjadi selama empat tahun di sini?” pikir Adnan aneh.

Kedua netranya melempar pandangan keluar jendela bus. Memandangi jalanan kota dan gedung bertingkat di sekitarnya. Fokusnya juga sempat tertuju pada sebuah gunung di salah satu sisi kota. Cukup jauh jaraknya dari posisi bus yang dia naiki saat ini. Adnan kembali melihat arlojinya. Sebuah perasaan aneh tiba-tiba menggelayuti pikiran. Dadanya terasa sesak.

“Mau ke mana?” tanya seorang pria yang baru saja naik bus dan duduk di sebelah Adnan. Keriput jelas menampak pada raut wajahnya. Dia tersenyum ramah.

“Kantor catatan sipil,” jawab pemuda bersurai hitam itu—membalas senyum si pria tua.

Hening sejenak. Helai surai Adnan sesekali terhempas anggun diterpa embusan angin yang menyeruak dari jendela yang sedikit terbuka. Dia menarik napas panjang sejenak. Menikmati udara yang bahkan tidak pernah dia hirup sejak empat tahun yang lalu. Sebuah peristiwa membuatnya harus pindah ke tempat yang berbeda dan menempa segala sesuatu di sana. Pendidikan, serangkaian kehidupan, dan bahkan karir. Namun, hanya ada satu yang membuatnya harus kembali ke kota ini. Gadis itu.

“Kantor catatan sipil cukup jauh dari sini. Kau harus menaiki kereta untuk sampai ke sana.” Pria tua itu kembali berucap. “Tapi tadi pagi kulihat di berita, stasiun menghentikan aktivitasnya sementara.”

Adnan menoleh kepada pria itu. “Kenapa?” tanyanya penasaran.

“Entahlah. Pria tua sepertiku sangat jarang mengerti berita di televisi, Nak. Banyak bencana telah meluluhlantakan Bumi selama beberapa tahun belakangan ini. Banjir, gunung meletus, gempa bumi. Dan bahkan ada isu yang bermunculan kalau aliansi barat mendeklarasikan perang,” ujar pria itu. “Ah, pria tua sepertiku ini lebih baik

mati sekarang saja daripada harus merasakan kematian karena perang ataupun bencana.”

“Tapi ... kudengar kota ini baik-baik saja.”Adnan bergumam sembari sesekali mengedarkan pandangan.

“Aku menghidu anyir sejak tadi pagi. Ini apa, ya, artinya?”

Pria itu menggumam sambil menyisir helai jenggot putih dengan jemarinya. Sementara Adnan, dia kembali terdiam sambil memikirkan ucapan pria tua itu. Ya, ucapan yang dilontarkan orang yang sudah lanjut usia biasanya benar dan akan menjadi kenyataan. Firasat buruk mungkin saja telah pria itu rasakan. Begitu pun Adnan yang kini merasa cemas. Kecemasannya semakin meningkat tatkala bus berhenti mendadak dan menyurai lamunannya.

***

Episodes
1 PHASE 1 . AWAL MULA
2 PHASE 2 . BENCANA
3 PHASE 3 . KEMBALI KE AWAL
4 PHASE 4 . SEBUAH HARAPAN
5 PHASE 5 . SELAMAT
6 PHASE 6 . KABUT ASAP
7 PHASE 7 . USAHA
8 PHASE 8 . BERTAHAN HIDUP
9 PHASE 9 . MISI RAHASIA
10 PHASE 10 . SPOT BARU
11 PHASE 11 . BADAI PASIR
12 PHASE 12 . SURAT KALENG
13 PHASE 13 . MELIHAT KAWAN
14 PHASE 14 . CLIBANARII
15 PHASE 15 . PERBEDAAN
16 PHASE 16 . MEMORI LAMA
17 PHASE 17 . KAPTEN BARU
18 PHASE 18 . KONFLIK PRIBADI
19 PHASE 19 . SEBUAH KEPUTUSAN
20 PHASE 20 . AGRESI MILITER
21 PHASE 21 . SPOT ANKAA
22 PHASE 22 . EMOSI YANG TERPANCING
23 PHASE 23 . GARIS KECEMASAN
24 PHASE 24 . MISI GELAP
25 PHASE 25 . PERMAINAN UDARA
26 PHASE 26 . SERPIHAN
27 PHASE 27 . JARAK TERJAUH
28 PHASE 28 . TITIK MERAH YANG DIINCAR
29 PHASE 29 . DI BALIK COSMO
30 PHASE 30 . MENUJU KE PERLINDUNGAN
31 PHASE 31 . PUSAT ALIANSI TIMUR
32 PHASE 32 . OPERASI MILITER
33 PHASE 33 . DUA MATA BIRU
34 PHASE 34 . CLIBANARII BARU
35 PHASE 35 . KEHILANGAN
36 PHASE 36 . EKSPETASI
37 PHASE 37 . KEKACAUAN
38 PHASE 38 . KESEMPATAN
39 PHASE 39 . HAL YANG TIDAK TERDUGA
40 PHASE 40 . INGATAN
41 PHASE 41 . KENYATAAN
42 PHASE 43 . PERJUMPAAN PERTAMA
43 PHASE 43 . RAPAT DADAKAN
44 PHASE 44 . RAPAT DADAKAN (2)
45 PHASE 45 . SAPAAN PERTAMA
46 46 . KEKHAWATIRAN
47 47 . KEJUJURAN
48 48 . KECEMASAN
49 49 . PENYELAMATAN
50 50 . KEKACAUAN
51 51 . BOIKOT
52 52 . RASA GUNDAH
53 53 . RASA TAKUT
54 54 . JIKA AKU JADI KAU
55 55 . SATU LANGKAH
56 56 . SEHARUSNYA
57 57 . PENGKHIANAT
58 58 . DILEMA
59 59 . BEDA KEYAKINAN
60 60 . DUA KUBU
61 61 . KETIMPANGAN
62 62 . PERGERAKAN
63 63 . KONDISI KRITIS
64 64 . KONDISI KRITIS (2)
65 65 . PERSETERUAN
Episodes

Updated 65 Episodes

1
PHASE 1 . AWAL MULA
2
PHASE 2 . BENCANA
3
PHASE 3 . KEMBALI KE AWAL
4
PHASE 4 . SEBUAH HARAPAN
5
PHASE 5 . SELAMAT
6
PHASE 6 . KABUT ASAP
7
PHASE 7 . USAHA
8
PHASE 8 . BERTAHAN HIDUP
9
PHASE 9 . MISI RAHASIA
10
PHASE 10 . SPOT BARU
11
PHASE 11 . BADAI PASIR
12
PHASE 12 . SURAT KALENG
13
PHASE 13 . MELIHAT KAWAN
14
PHASE 14 . CLIBANARII
15
PHASE 15 . PERBEDAAN
16
PHASE 16 . MEMORI LAMA
17
PHASE 17 . KAPTEN BARU
18
PHASE 18 . KONFLIK PRIBADI
19
PHASE 19 . SEBUAH KEPUTUSAN
20
PHASE 20 . AGRESI MILITER
21
PHASE 21 . SPOT ANKAA
22
PHASE 22 . EMOSI YANG TERPANCING
23
PHASE 23 . GARIS KECEMASAN
24
PHASE 24 . MISI GELAP
25
PHASE 25 . PERMAINAN UDARA
26
PHASE 26 . SERPIHAN
27
PHASE 27 . JARAK TERJAUH
28
PHASE 28 . TITIK MERAH YANG DIINCAR
29
PHASE 29 . DI BALIK COSMO
30
PHASE 30 . MENUJU KE PERLINDUNGAN
31
PHASE 31 . PUSAT ALIANSI TIMUR
32
PHASE 32 . OPERASI MILITER
33
PHASE 33 . DUA MATA BIRU
34
PHASE 34 . CLIBANARII BARU
35
PHASE 35 . KEHILANGAN
36
PHASE 36 . EKSPETASI
37
PHASE 37 . KEKACAUAN
38
PHASE 38 . KESEMPATAN
39
PHASE 39 . HAL YANG TIDAK TERDUGA
40
PHASE 40 . INGATAN
41
PHASE 41 . KENYATAAN
42
PHASE 43 . PERJUMPAAN PERTAMA
43
PHASE 43 . RAPAT DADAKAN
44
PHASE 44 . RAPAT DADAKAN (2)
45
PHASE 45 . SAPAAN PERTAMA
46
46 . KEKHAWATIRAN
47
47 . KEJUJURAN
48
48 . KECEMASAN
49
49 . PENYELAMATAN
50
50 . KEKACAUAN
51
51 . BOIKOT
52
52 . RASA GUNDAH
53
53 . RASA TAKUT
54
54 . JIKA AKU JADI KAU
55
55 . SATU LANGKAH
56
56 . SEHARUSNYA
57
57 . PENGKHIANAT
58
58 . DILEMA
59
59 . BEDA KEYAKINAN
60
60 . DUA KUBU
61
61 . KETIMPANGAN
62
62 . PERGERAKAN
63
63 . KONDISI KRITIS
64
64 . KONDISI KRITIS (2)
65
65 . PERSETERUAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!