Episode 5

"Parah kalian berdua! Aku balik ke studio malah udah pada pulang, jadinya aku yang nyetel rekaman kuis buat para pendengar!" Gia menyemprot aku dan Remi begitu tiba di studio.

"Aku sakit perut, jadinya cepet-cepet," Remi memberi alasan, matanya lekat menatap mataku.

"Aku juga udah keburu dijemput, makanya lupa banget kalo sesi kuis belum disetel," ucapku menambahkan.

"Laen kali ngga boleh gitu ya gaes ya? Sponsor nanti ngamuk loh promo mereka lupa kita tayangin!"

"Iya-iya maaf." Aku dan Remi berkata berbarengan. Kami berjalan menuju meja masing-masing. Sebelum memakai headphone, aku membalikkan badan menatap tembok di belakangku dan teringat malam di mana terdengar suara yang menjawab salam.

Gia duduk di kursi kerjanya dan menghampiriku pelan, "Xu, ada challenge nih buat kamu."

"Apaan?" tanyaku penasaran.

"Kamu siaran sendiri ya? Banyak saran yang masuk di whatsapp kita, dan pendengar bilang pengen tau kamu pas siaran sendirian."

"Macem-macem!" sentakku. "Ngga mau-lah! Dipikir aku pemberani apa?!"

"Ish ngga usah sewot! Kan saran aja itu mah, kalo ngga mau juga ngga apa-apa," balas Gia.

"Ngga mau!" tegasku.

"Ya udah, skip aja berarti." Gia kembali ke mejanya dengan mendorong kursi pelan. Sekilas terdengar bunyi aneh saat roda kursi dan lantai bergesekan. "Eh Xu."

"Apa lagi?" tanyaku mengangkat wajah.

"Kok cerita yang masuk ke kita kebanyakan horor ya?"

"Karena kita siarannya tengah malem, Gia. Udah gitu judul program kita juga Kisah Tengah Malam. Yakali ada pendengar mau cerita masalah cinta-cintaan pas tengah malam. Itu tuh udah kaya mensugesti pendengar, judul yang agak horor ya bikin mereka nyeritain kisah horor. Kamu atuh kenapa bikin judul yang kaya gitu?" tanyaku penasaran.

"Ya waktu itu yang kepikirannya cuma Kisah Tengah Malam. Ekspektasi aku tuh kaya cinderela gitu loh. Kisah romantis yang harus berakhir pas tengah malam."

"Ya kalau berakhir mah bukan romantis namanya, tapi tragis," sahutku.

"Iya sih ya? Ya udah deh lanjutin aja, pendengar suka kok. Rating naik, iklan masuk, uang jajan bertambah. Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

"Iya-iya, terserah aja. Asal ngga usah challenge-challenge lah, bikin sebel," potongku cepat.

"Stand by, oey!" ucap Remi dari tempat duduknya.

Aku kembali menghadap ke arah monitor sambil melirik ke arah Remi yang siap memberi aba-aba.

"3,2,1, on air!"

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Inoxu dari studio lantai dua 12,08FM Radio Rebel Bandung, Kisah Tengah Malam kembali mengudara dan hadir menyapa semua pendengar di mana pun berada. Pendengar yang ingin membagikan kisah, bisa menghubungi kami ke nomor whatsapp 081210969 dengan format nama spasi tempat tinggal spasi nomor telpon aktif.

Satu persembahan dari Vanessa Carlton dengan A Thousand Miles akan menjadi pembuka kali ini. Stay tuned terus dan pastikan jangan ke mana-mana sebelum mendengar berbagai kisah yang kami sajikan."

Lagu mengalun memasuki indera pendengaranku dari headphone yang sedang kupakai. Teringat akan sesuatu, aku membuka ransel dan mengeluarkan tempat minum serta satu bungkus kopi sachet sesudah mematikan mic dan melepas headphone.

"Wih, Inoxu mau ngopi!" celetuk Gia.

"Woyadong, enak ini kopinya," balasku pelan sembari berdiri dan menuju ke luar studio. Beberapa menit kemudian, aku kembali masuk dengan kopi panas.

Gia terlihat sedang mengeluarkan tablet berukuran cukup besar dari dalam tasnya.

"Wih, tablet baru nih!" seruku.

"Woyadong, buat kerja ini."

Aku menganggukkan kepala dan kembali ke mejaku untuk menghubungi narasumber yang sudah dipilih. Tidak lama, aku kembali memakai headphoneku dan bersiap setelah melihat Remi memberi aba-aba.

"Selamat bergabung saya ucapkan pada para pendengar yang baru hadir. Malam hari ini kita sudah terhubung dengan seorang narasumber yang siap untuk berbagi kisah. Halo? Silakan perkenalkan diri."

"Halo, Teh Inoxu. Perkenalkan, nama saya Entin. Biasa dipanggil Ceu Entin," ucap suara di ujung sambungan.

"Mangga, Ceu Entin," aku mempersilakan.

"Saya mah sebetulnya ngirim pesan ke Kisah Tengah Malam bukan karena mau berbagi kisah, Teh Inoxu."

"Gimana maksudnya, Ceu?" tanyaku heran. Aku spontan melirik ke arah Gia dan Remi. Gia mengangkat tablet miliknya dan aku bisa membaca teks yang berjalan. Ternyata, gadis itu menggunakannya untuk hal ini.

[Xu! Awas, jangan nanya aneh-aneh] aku mengeja dalam hati.

"Ok-ok," balasku dengan menggerakan bibir.

"Saya teh mau nyeritain narasumber yang waktu itu pernah cerita di radio ini, Teh. Yang perawat itu loh, Teh Kiran ya kalau ngga salah?"

"Karin kali Ceu," ucapku membetulkan.

"Nah iya itu. Teteh perawat itu ngekost di salah satu rumah, dekat dengan rumah saya."

"Oh jadi Eceu tetangga Teh Karin? Salam atuh ya, dari Inoxu gitu," kataku spontan.

"Teteh mah lawak deh. Mana mungkin atuh Teh. Orang yang namanya Karin itu udah meninggal setahun yang lalu."

Bhuuuh! Aku yang sedang duduk berputar-putar di kursiku seketika menyemburkan kopi yang baru saja kusesap. "Eceu jangan bercanda deh!"

"Beneran, Teh. Ceu Entin mah ngga bercanda. Makanya begitu denger ada narasumber yang namanya Karin, dari Cibiru, Eceu langsung kirim pesan ke nomor Whatsapp."

"Aduh, saya langsung pusing ini, Ceu. Maksudnya si Karin teh setan?" tanyaku.

Brak! Aku tersentak saat Gia menggebrak meja. Remi menggeleng pelan dari tempat duduknya di ujung ruang studio.

"Mungkin Teh. Yang jelas, di rumah saya, ibu-ibu lagi panas-panasnya ngegosipin hal ini. Mereka juga pendengar Kisah Tengah Malam dan kaget pas denger. Ibu kost aja sampe shock."

"Si Karin ini perawat kan? Di rumah sakit XXX?" tanyaku lagi.

"Betul Teh, dan rumah sakit itu udah ditutup sejak pandemi kemaren. Jadi udah ngga beroperasi lagi," jawab Ceu Entin. "Jadi ceritanya, rumah sakit tempat kerja Karin ini teh ditutup sejak pandemi dan banyak perawat yang di rumahkan. Kasiannya, Karin itu jadi salah satu korban Covid."

"Oh meninggal karena pandemi."

"Iya Teh," sahut Ceu Entin. "Jujur aja ya Teh, kami di sini pada ketakutan. Sempet ngira itu orang lain, tapi dari suara dan juga tempat kerja, bisa dipastiin kalo itu teh Karin yang kami kenal."

"Apa mungkin orang iseng ya, Ceu? Soalnya si Karin waktu cerita di sini itu kata dia masih kerja di rumah sakit, dan masih ngerawat pasien." Aku sebisa mungkin menahan rasa takut yang mulai menjalar.

"Ya bisa jadi, nanti deh Eceu kirimkan nomor telepon Karin yang tinggal di sini. Ibu kostnya masih nyimpen. Kalau beda ada kemungkinan beda orang. Tapi kalau sama ...," ucapan Ceu Entin terputus.

"Kalau sama, berarti yang kemaren cerita di sini itu arwahnya Karin?" sambungku.

"Astagfirullah! Si Inoxu!" Aku mendengar suara Remi.

"Ya bisa jadi Teh. Maaf ya Teh, bukan bermaksud nakutin, tapi Eceu dan ibu-ibu sini penasaran. Masa iya orang yang udah meninggal bisa make hape terus nelpon ke radio," Ceu Entin berkata lirih.

"Iya, ngga apa-apa, Ceu. Makasi ya informasinya." Aku memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan. Membicarakan orang yang mungkin sudah meninggal membuat waktu berjalan begitu cepat.

"Sama-sama, Teh Inoxu."

Aku memastikan di monitor jika sambungan telepon sudah terputus lalu kembali berbicara di depan mic. "Wow, sebuah kenyataan yang cukup bikin kaget ya pendengar? Bingung saya juga, mau ngomong apa. Cuma, apa yang dikatakan Ceu Entin barusan bikin saya bertanya-tanya."

[Jangan mulai, Xu!"] Tulis Gia di tabletnya.

"Saya bertanya-tanya apa memang narasumber bernama Karin itu udah meninggal. Kalau memang udah, kok bisa ya ngobrol di sini sama saya. Selain itu, kalau orang iseng, kok niat banget gitu isengnya. Udahlah, ngga tau saya. Antara bingung dan takut sekarang bercampur jadi satu. Satu lagu dari Navicula dengan Busur Hujan menutup perjumpaan kali ini. Saya ucapkan terima kasih sudah bergabung, dan selamat beristirahat untuk para pendengar semua. Inoxu dan seluruh tim mohon pamit. Kisah Tengah Malam 12,08FM Radio Rebel Bandung. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Aku mematikan mic dan menaruh kepalaku di atas meja. Entah kenapa siaran malam hari ini terasa lebih menyeramkan.

"Pulang yuk?" ucap Gia santai. Aku mengangguk melepas headphone dan membereskan barang pribadiku.

"Ada pesan masuk," ucap Remi.

Aku dan Gia menghampiri meja Remi dan tersentak ketika membaca pesan dari Ceu Entin yang bertuliskan nomor telepon Karin yang dikenalnya. Nomornya sama persis dengan nomor Karin yang menjadi narasumber di Kisah Tengah Malam beberapa waktu lalu.

Brak!

Suara benda jatuh di dalam ruangan mengagetkan kami bertiga. Aku yang sudah dalam posisi siap sedia langsung mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri.

"Mau ke mana, Xu!? Solider dong! Tungguin si Remi beres-beres," Gia berkata pelan dan mencekal tanganku. Aku yang sudah pasrah hanya bisa diam dan menatap tanganku yang berada dalam genggaman Gia.

Remi secepat kilat membereskan barang pribadinya saat sebuah suara tawa lirih terdengar oleh kami bertiga. Tanpa aba-aba, Gia langsung melepas tanganku dan berlari terlebih dahulu, meninggalkan aku dan Remi yang masih berada di dalam studio.

Terpopuler

Comments

irva 😍

irva 😍

seremnya mulai 🙈🙈🙈

2023-01-01

4

Yudhi Ila

Yudhi Ila

astaga mau lari duluan di cegah dg alasan solider eh malah situ ngibrit duluan wkwkw. .ini lama lama serem juga apalagi aku bacanya mlm mlm gini

2022-12-28

3

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

pokoknya tiap abis siaran, mending langsung ancang2 aja deh semua, langsung wuuussh.. kabooorrr 🏃🏃🏃🏃

2022-12-20

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!