"iyaa amin, semoga nanti dikasih lagi" jawabnya dengan pandangan lurus kedepan.
Aku pun menatapnya dan tersenyum melihat betapa inginnya sepupuku satu ini mendapatkan momongan lagi, tapi sayang keinginannya belum terkabul karna ia baru saja sebulan yang lalu mengalami keguguran dan di vonis untuk sudah hamil lagi oleh dokter kandungan.
Sungguh miris jika mendengar vonis dokter yang sangat-sangat menyinggung perasaan seorang perempuan mengenai rahim, semoga sepupuku bisa bersabar dengan segala apa yang dideritanya.
"Oiyaaa bagaimana rasanya melahirkan Cesar mbak? Selain biayanya yg besar pasti ada sedikit yang berbeda kan rasanya sama melahirkan normal. Apalagi mbak juga pernah lah merasakan lahiran normal, kali ini malah Cesar" tanyanya dengan dahi mengkerut.
"Yaa begitulah seperti yang kamu tau, dan lagi kamu tau ngga. Ruang operasinya itu dingiiiiinnn banget, aku sampe menggigil setelah disuntik anastesi" jawabku dengan ekspresi memperlihatkan raut yang meyakinkan.
"Iyaaa untungnya aja aku dapat urutan pertama operasi kan jam delapan lewat dua puluh, tapi ternyata oprasinya berlangsung hampir jam setengah sepuluh. Aku nungguin didalam ruangan operasi sendirian, duuuhh rasanya itu deg deg ser tau ngga si ha" jawabku membuatnya meringis.
"Hehehe maaf yaa ngga bermaksud buat kamu takut deh, tapi memang gitu si yang aku rasain. Apalagi setelah biusan habis, aaammpuuunn sakit nya bekas operasinya ha. Yaallah aku sampai emm apa ya, buat miring aja tuh ngilu banget padahal memang disuruh ngelatih miring kanan kiri dulu kan. Tapi aku ga sanggup, aku mending latih gerakin kaki dulu setelah agak mendingan sakitnya baru aku belajar miring-miring" jawabku diakhiri dengan suara lirih.
"Sampe segitunya mbak?" Tanyanya seolah tak percaya dengan apa yang aku katakan.
"Iyaa serius loh, emm kemarin waktu pertama kali aku mau pup paska operasi duuhh mana mas Lukman ngga ada kan. Aku sampe senderan ditembok, nemplok gitu biar bisa sampai di kamar mandi tau" jawabku dengan menepuk pelan punggung tangannya.
"Loh emangnya mas Lukman kemana mbak? Kok ngga ada?" Tanyanya dengan raut wajah penasaran.
"Mas Lukman kan kemarin pulang dulu kerumah tuh pas jam sepuluh kayanya terus balik lagi sore" jawabku memberitahukan.
"Berarti mbak ditinggal sendirian dong?" Tanyanya penasaran. Aku pun hanya menganggukan kepala sebagai jawaban atas pertanyaannya.
"Dih gimana sih dia itu, udah tau istrinya masih belum bisa leluasa bergerak malah ditinggal pulang" gumamnya dengan pelan takut mas Lukman mendengar apa yang dikatakaj olehnya.
"Gapapa si, lagian dia pulang juga karna memang harus mencuci baju-baju mbak bekas persalinan kan? Meskipun ngga ada darahnya, tapi kan tetap aja bekas air ketubannya kemana-kemana itu loh" jawabku berusaha menetral pikiran leha pada mas Lukman.
"Yaa tetep aja mbak, emangnya ngga bisa apa dia minta tolong sama mamanya itu. Kan memang harusnya begitu kata orang tua jaman dulu, kalo menantu perempuan melahirkan baju yang bekas dipakai untuk melahirkan itu tugas suami untuk mencucinya seandainya suaminya ngga sempat atau ngga bisa mencuci berarti beralih kepada saudara si suami tersebut terutama orangtua perempuannya" jawab leha yang kesal dengan tindakan mas Lukman.
"Yaa kamu kan tau sendiri gimana keluarga mas Lukman ha, mana mau mereka mencucikan baju-baju mbakmu ini. Makanya mbak milih tinggal dirumah ini dulu, karna mbak yakin jika dirumah mbak pun ngga ada yang membantu mbak untuk mengurus semua keperluan nantinya" jawabku membuatnya menganggukan kepala.
"Iyaa lah mbak bener banget emang kalo mau tinggal disini dulu, ya seengganya sampai mbak kuat lah ya buat ngapa-ngapain atau sampai nanti bekas operasinya dibuka dan udah ga kenapa-kenapa" jawabnya yang seketika membuatku menganggukan kepala.
"Iyaa mbak juga mikirnya gitu, tapi mbak ga enak aja sama mama ini kalo sampe ngerepotin lagi. Mama kan udah repot ngurusin bapak, masa mbak mau ngerepotin lagi dengan adanya mbak disini" jawabku yang masih tak enak dengan mama karna kehadiranku dirumah tersebut.
"Yaudah si gapapa kali mbak, uti juga keberatan kok ada cucunya disini. Malahan seneng kali mbak, apalagi mbak kan juga belum bisa ngapa-ngapain. Pasti uti maklumlaah" jawabnya dengan lembut.
"Iyaa si tadi mama juga bilang gitu, tetep aja aku kan harus cuci pakaian si bayi masa nanti mama yang harus cuci pakaian si bayi" jawabku dengan menundukkan kepala.
"Yaa gampang itu, suruh aja Sintia yang nyuci dia pasti mau deh. Lagian nyuci pakaian bayi ngga akan lama lah, sambil dia mandi pun kan bisa" jawabnya.
"Iyaa si, tadi mama juga bilang gitu. Tapi aku yang sangsi dia bakalan mau" jawabku membuatnya tertawa kecil.
"Pasti mau mbak, aku yakin deh. Lagian ya selama bapak sakit aja yang sering ngurusin bapak itu Sintia loh mbak, mulai dari kotorannya sampai kalo bapak ngompol pun dia mau beresin" jawabnya sama dengan apa yang mama katakan padaku sebelumnya.
"Iyaa tadi mama bilang gitu juga, malah aku ngga nyangka jika Sintia mau melakukan itu. Aku fikir anak pemalas itu ngga akan mau bantuin mama bahkan untuk sekedar memberikan minum untuk bapak" jawab ku membuat leha tertawa kecil.
"Mungkin dia sadar kali, kapan lagi waktunya berbakti dengan bapaknya jika bukan disaat sakit seperti ini. Kita ngga pernah tau umurkan, bukannya mendoakan bapak yang ngga-ngga aku si ya mbak. Cuma ya kita pikir kedepannya aja" jawab leha membuatku menganggukan kepala, menatap bapak dengan mata yang berkaca-kaca.
Benar apa yang dikatakan leha, melihat kondisi bapak seperti ini kami harus siap kapanpun bapak dipanggil oleh penciptanya. Karna sudah banyak sekali pengobatan yang dijalani oleh bapak, mulai dari alternatif, pijat urut, bahkan sampai kerumah sakit pusat syaraf pun tak ada perubahannya.
Aku pun melamun, membayangkannya membuatku tiba-tiba meneteskan air mata. Rasanya tak sanggup kehilangan bapak, tapi aku sangat tahu kami sebagai manusia pasti akan kembali kepada penciptanya. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kesembuhan bapak, amiinn.
"Mbak, eehh malah bengong. Ngga usah dipikirin mbak nanti banyak pikiran malah pengaruh sama hormon setelah melahirkan. Kata babbyblues gitu hihihi" kata leha membuatku terkaget dan mengalihkan pandangan padanya.
"Iihh apaan si, aku cuma lagi bayangin kalo apa yang kamu bilang tadi itu bener. Apa aku akan sanggup kehilangan bapak, aku sebagai anak merasa belum membahagiannya sampai detik ini" jawabku menundukkan kepala.
"Doa kan terus mbak, doa kan untuk kesembuhan bapak. Doakan untuk kesehatannya" jawabnya, tak terasa aku pun meneteskan air mata yang sedari tadi tertahan.
"Bun, aku pulang dulu ya kerumah. Besok aku kerja, mau istirahat dulu dirumah" kata mas Lukman yang tiba-tiba datang menghampiri kami berdua. Seketika kami pun menghentikan obrolan yang tengah berlangsung.
"Oohh yasudah mas, kamu ngga makan dulu?" Tanyaku pada mas Lukman.
"Ngga usah deh, lagian ini hampir sore pasti nanti dijalan banyak yang udah pada buka tenda malem" jawabnya membuatku menganggukan kepala.
"Yasudah kalo gitu" jawabku pelan, mas lukman memberikan sebuah amplop yang aku tebak isinya adalah uang.
"Itu uang buat pegangan kamu selama disini, sama buat nanti beli bahan kalo udah Puput pusat" kata mas Lukman, aku pun menghitung uang yang ada didalam amplop tersebut. Satu juta rupiah untuk pegangan dan untuk membeli bahan masakan jika sudah Puput pusat. Apakah cukup? Pikirku.
Aku pun menatap bingung mas Lukman yang menyeritkan dahi melihat ekspresi ku.
"Kamu kapan kesini lagi?" Tanyaku dengan wajah tanpa ekspresi.
"Nanti lah kalo Puput pusarnya, itu pun kalo jadwal off kerja" jawabnya membuatku menganggukan kepala.
"Jangan sampai ngga kesini loh, palingan kan Puput pusat beberapa hari lagi. Uang segini mana cukup untuk itu juga mas, yang bener aja si" jawabku menahan kesal terhadap mas Lukman.
"Yaa mau gimana lagi, uangnya kan udah habis untuk biaya operasi kamu kemarin" jawabnya dengan santai.
"Yee salah kamu sendiri, uang tabungan entah kemana. Sok-sokan istri ngga boleh ngelola keuangan, kamu aja ngga bisa ngelola keuangan sendiri. Loyal banget sama temen, sama keluarga giliran sama istri pelit nya naudzubillah" jawabku sambil mengawasi bapak dan juga mama yang masih mengajak bermain Nabil dan Nayla dengan adik bayi mereka agar tak mendengar apa yang aku katakan pada mas Lukman.
"Udah deh jangan mulai, lagian usahanya kan masih berjalan walaupun belum dapat untung banyak" jawabnya acuh tak acuh, aku pun tak membalas lagi apa yang dikatakan oleh suamiku tersebut. Karna pasti ada saja yang menjadi jawaban olehnya, semua itu sudah biasa aku dengar beberapa bulan kebelakang ini.
"Terserah kamu lah mas, percuma ngomong sama kamu" jawabku ketus. Mas Lukman pun menghampiri bapak dan juga mama untuk berpamitan, kemudian ia pun melangkah pergi setelah menepuk pelan pundakku.
Setelah kepergian mas Lukman aku pun menggelengkan kepala menatap amplop yang aku pegang.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
arniya
geregetan
2024-02-16
0