Mobil Nick sudah separuh jalan menuju ibukota. Kali ini giliran Andra yang mengemudi. Pria itu menyuruh Nick duduk di depan. Tidak membiarkannya duduk di jok belakang bersama Gina. "Nanti kalian berbuat mesum di belakang sana," Andra protes. Pria itu benar-benar bisa bicara tanpa filter.
Nick langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana niatnya bisa terbaca oleh akuntan super julid ini. "Kau ini menyebalkan!" Nick mengumpat Andra.
Sementara di belakang sana, Rea sejak tadi terus saja memukul tutup bagasi itu. Dia sudah kesemutan akut. Dengan udara mulai menipis dan memanas. "Tolong buka pintunya! Ada orang di sini!" teriaknya berkali-kali. Hingga ketika Gina melepas air pods-nya, wanita itu mulai menajamkan telinganya ketika dia mendengar suara samar dari arah belakang. Lebih tepatnya dari bagasi mobil itu.
"Kalian, apa dengar sesuatu?" tanya Gina sedikit takut. Wanita itu kembali menajamkan pendengarannya. Memang benar dia mendengar suara dari bagasi.
"Dengar apa?" Andra bertanya. Dua orang itu mungkin tidak terlalu mendengar suara lain sebab mereka tengah memutar audio. Untuk menemani Andra menyetir. "Matikan dulu musiknya," pinta Gina. Nick lantas mematikannya. "Dengarkan itu!"
Dua pria itu menajamkan pendengaran masing-masing, dan benar saja. Sayup-sayup mereka mendengar teriakan dari bagasi. Andra segera berhenti di tempat yang cukup terang dan tenang. Tapi tidak sepi. Ketiganya lantas menuju bagian belakang mobil. Andra terlihat biasa saja, maklum dia sudah berulangkali di hadapkan pada hal yang bisa membuat jantungan orang lain, kebangkrutan. Nick dan Gina jelas terlihat takut. "Siap?" Andra bertanya. Anggukan kepala kedua temannya menjadi jawaban. Mereka samar masih bisa mendengar suara lirih dari dalam bagasi itu.
"Klik," kunci bagasi dibuka, Rea jelas berbinar senang. Akhirnya dia terbebas dari tempat maha sempit ini. Berbeda dengan Rea, tiga orang itu tentu terkejut mendapati seorang gadis bersembunyi di bagasi mobil mereka.
"Siapa kau? Apa yang kau lakukan di situ? Apa kau seorang penjahat?!" Andra mencecar Rea dengan deretan pertanyaan yang langsung membuat gadis itu tidak bisa menjawab.
"Andra, jangan kasar begitu," Gina berkata lembut. Melihat Rea yang ketakutan melihat Andra. "Bisa bantu saya keluar dari sini, tolong," mohon Rea dengan suara lirih. Nick dan Gina bergegas mengeluarkan Rea. Begitu keluar dari ruang sempit itu, Rea langsung jatuh terduduk. Kesemutan di tambah sesak mulai melanda.
"Kau tidak apa-apa?" kembali Gina bertanya. Rea menggeleng. "Bawa dia ke klinik. Sepertinya dia perlu oksigen," Gina menatap ke arah Andra yang melihat Rea dengan tatapan elangnya.
"Tidak mau!" Andra langsung menolak. Buat apa mengurusi orang yang tidak jelas. Sudah ngumpet di bagasi mereka. Sekarang minta dibawa ke klinik lagi. Enak saja. "Andra tolong, dia pucat sekali," Gina mulai mengusap peluh yang keluar di dahi Rea. Tidak tahu kenapa, Gina langsung merasa iba melihat Rea. Dia yang seorang psikolog, sekali lihat saja, dia tahu jika Rea punya masalah dengan keadaan psikisnya.
"Dokter tolong dia!" Gina berteriak begitu menemukan sebuah klinik. Nick dengan hati-hati membaringkan tubuh Rea di bed pasien. Seorang dokter langsung mendekat, setelahnya dokter itu langsung memasangkan selang oksigen di hidup Rea. Seperti orang kelaparan oksigen, Rea langsung menghirup oksigen yang masuk ke hidungnya dengan rakus.
Andra mendudukan diri dengan malas di kursi tunggu klinik itu. Sama sekali tidak berminat untuk mengetahui keadaan Rea. "Jadi biarkan dia istirahat untuk satu atau dua jam kedepan sampai kadar oksigennya paling tidak di atas 80%," saran dokter itu.
"Jadi....." Andra bertanya. "Dia harus istirahat satu atau dua jam," Gina yang menjawab. "Oh come on, guys. Kita tidak kenal dia. Kenapa kita yang repot mengurusi dia," protes Andra.
"Kita tidak bisa meninggalkan dia begitu saja. Dia lemas, ada infeksi di lututnya. Kali ini berbaik hatilah sedikit, Tuan Akuntan," bujuk Gina. Andra langsung menggeram marah mendengar panggilan Gina.
Pada akhirnya Andra terpaksa menuruti keinginan Gina. Menunggu dua jam di sana. Kesal bukan kepalang Andra rasakan. Beberapa kali melirik ponsel dan jam tangannya. Dia ada meeting esok hari dengan para akuntan seluruh negeri itu. Tapi kalau begini caranya, bisa dipastikan dia akan terlambat atau malah tidak bisa hadir sama sekali.
Hampir pukul dua pagi ketika Rea diizinkan pergi dari klinik itu. Rea terpaksa mengganti pakaiannya dengan gaun milik Gina. Karena celana jeansnya terpaksa dipotong, untuk mengobati luka di lututnya yang ternyata sudah infeksi.
"Kau ini siapa? Kenapa membuat susah orang saja!" salak Andra garang. Rea langsung merapatkan tubuhnya ke tubuh Gina. Teriakan Andra mengingatkan Rea pada Clara. "Andra....namanya Rea. Dia sembunyi di bagasi karena dikejar satpam bandara. Dia masuk area terlarang," desis Gina penuh ancaman. "Alasan! Suruh dia kembali ke kotanya. Carikan dia bus yang lewat," sarkas Andra.
"Andra! Kau tidak lihat keadaannya?" Nick yang bicara kali ini. "Dia perlu pemeriksaan lebih lanjut, jadi dia akan ikut kita pulang," Gina memutuskan.
"What??!!! Gina, apa kau gila? Kalian sembarangan membawa orang asing pulang ke rumah. Kalau dia penipu atau penjahat atau bahkan pembunuh bayaran, aduuuuhhh.... sakit, brengsek!" Andra semakin ngegas ketika Nicky menoyor kepalanya.
"Hentikan otak kriminalmu itu!" Nick memperingatkan. Mendengar ucapan Andra, Rea mulai menangis. "Lihat! Pintar sekali dia berakting!"
"Andra diam!" Gina hampir berteriak jika saja dia tidak ingat tengah berada di tempat umum. "Sudah diam, jangan dengarkan dia. Dia itu cuma akuntan super julid," Andra mendelik mendengar ucapan Gina.
Rea masih terisak lirih ketika mobil itu mulai melaju, melanjutkan perjalanan mereka yang masih separuh lagi. Dalam perjalanan itu, Rea selalu memeluk tubuh Gina. Gadis itu merasa aman dan nyaman saat bersama Gina. Sementara di depan sana, Andra sesekali mengumpat marah ketika melihat ke jok belakang. "Pintar sekali cari perhatian!" maki Andra dalam hati.
*****
Di sisi lain, kehebohan langsung melanda panti asuhan tempat Rea tinggal, setelah Nana memberitahu kalau Rea hilang sejak petang tadi. Gadis itu datang ke panti ditemani Kakeknya. Hampir tengah malam, berhubung Nana baru berani bercerita ketika dia tidak tahu harus bagaaimana lagi.
"Ya Tuhan, terus ini bagaimana?" Ibu Rani, ibu panti langsung pusing tujuh keliling. Dia bingung harus bagaimana. Mau lapor polisi, pasti tidak akan direspon oleh mereka. Mengingat Rea menghilang belum ada satu kali dua puluh empat jam.
Nana hanya bisa menggigit kukunya, atau meremas tangannya. Gadis itu jelas ikutan panik dan takut. Membayangkan hal buruk menimpa Rea, sang sahabat. Malam itu, dua hal terjadi bersamaan. Panti yang heboh karena Rea hilang dan Rea yang tidur dalam pelukan Gina. Bergerak semakin menjauh dari kota Rea.
"Rea, kamu di mana?" tanya Nana dalam hati.
******
Visual Andra,
Kredit Pinterest.com
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Dida Sa'diah
ganteng nya Andra😍😍
tapi masih dalam mode ngeselin di part ini
2022-12-26
1
IG: @sskyrach
Omo Omo😍
2022-12-06
2