The Power of Calvin
Calvin
Ee aku gapapa kok Fel. Aku emang kayak gini, tapi aku baik-baik aja kok. Kamu gak perlu heran yaa!
Felice
Ohh gitu. Okee kak.
Calvin
Ya udah Fel, ini udah sore banget. Aku harus pulang. Kamu juga pulang ya! Maaf aku gak bisa anter kamu sekarang.
Felice
Eh gapapa kok kak Calvin. Lagian aku dah sering bikin kakak repot. Aku bisa pulang sendiri kok kak.
Calvin
Lain kali pasti aku anter Fel. Kamu gak pernah ngerepotin aku kok. Aku seneng bisa bantu kamu. Kan kita temen.
Calvin
Oke Felice. Hati-hati pulangnya yaa!
Felice pulang ke rumah naik angkutan umum. Biasanya ia bisa naik sepeda sampai ke rumah. Namun, saat ini sepedanya masih rusak parah akibat perlakuan Rully dan teman-temannya. Rully.... Saat Felice mengingat nama itu, ia hanya merasakan satu hal yaitu benci. Wajar jika Felice membenci Rully. Perlakuan Rully padanya selama ini memang sungguh keterlaluan.
Felice merasa sedikit senang. Akhirnya ia mendapat teman di Grafiti. Meskipun sosok temannya sekarang menurutnya agak misterius, Felice tetap bersyukur paling tidak masih ada siswa yang baik di Grafiti.
Malam harinya, kegiatan Felice masih sama. Mengerjakan tugas sekolah dan mempelajari materi untuk mata pelajaran besok.
Felice merasakan malam ini begitu dingin. Entah kenapa. Dingin yang dirasakannya berbeda dengan dingin biasanya. Bahkan ia merasa seperti ada seseorang yang sedang memperhatikannya di dalam kamar itu. Felice hanya sendirian di rumah, ia pun mulai merinding.
Felice yang sedang fokus mengerjakan tugas mendadak merasa haus. Ia pun langsung pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Saat sedang meneguk segelas air putih, Felice begitu terkejut. Ia merasa seperti ada yang menepuk bahunya. Siapa? Bukankah ia hanya sendiri di sana. Pintu rumah pun sudah ia kunci rapat, tak mungkin ada orang yang bisa masuk ke rumahnya sembarangan.
Felice pun perlahan menoleh ke belakang. Ia hampir berteriak saat melihat sosok pria di hadapannya. Pria itu tak menyeramkan justru sedang menampakkan senyum manisnya. Felice hanya merasa kaget dan bingung bagaimana cara pria itu bisa masuk ke rumahnya.
Felice mengerjapkan mata, ia mengusap matanya berusaha memperjelas pandangannya dan lebih meyakinkan akan apa yang dilihatnya.
Ia pun kembali memandang ke arah depan. Nihil. Tak satu pun sosok yang dilihatnya sekarang. Ia benar-benar sendiri di sana. Ya... memang semestinya seperti itu. Tapi sosok Calvin yang ia lihat barusan terlihat begitu nyata. Lalu ke mana dia sekarang? Apa dia hanya salah lihat? Halusinasi. Ya... ini pasti hanya halusinasi karena Felice sempat memikirkan Calvin sejak sepulang dari sekolah tadi. Itulah yang coba Felice yakinkan pada pikirannnya.
Pagi harinya Felice terbangun. Jam sudah menunjukkan pukul 6.30, itu artinya Felice sudah hampir terlambat ke sekolah. Ia segera bergegas untuk bersiap. Entah kenapa hari ini ia bisa kesiangan. Ini pertama kalinya ia harus terburu-buru seperti ini.
Benar saja dugaannya. Felice terlambat. Pintu gerbang Grafiti sudah ditutup. Bagaimana cara ia bisa masuk. Apa ia harus pulang saja dan terhitung tidak masuk dalam absensi hari ini. Harusnya ia bisa masuk, walau akan dapat hukuman dari guru, tetapi setidaknya setelah itu ia masih bisa mengikuti pelajaran berikutnya. Seperti pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Felice hampir putus asa mencari jalan masuk. Sepertinya ia harus pulang saja sekarang. Baru saja ia ingin melangkah pulang, seseorang menepuk bahunya.
Calvin
Fel, kamu telat ya?
Felice
Iya kak. Kak Calvin ngapain di sini? Apa kakak telat juga?
Calvin
Gak. Aku tadi kebetulan dari dalem liat kamu. Makanya aku keluar.
Felice
Gimana cara kakak keluar? Gerbangnya kan ditutup kak.
Calvin menunjuk ke arah belakang sekolah.
Felice
Hah? Maksudnya? Emang bisa ya kak?
Calvin
Bisa Fel. Kalo kamu mau masuk, aku bisa bantuin kamu.
Felice
Ya udah deh kak. Boleh deh.
Mereka menuju ke belakang sekolah. Di sana memang tak ada pintu yang terbuka, tetapi tembok di sana cukup rendah.
Felice
Yah kak. Ini gimana cara kita masuknya?
Calvin
Iya, temboknya gak terlalu tinggi kan? Bisa lah buat kita lewatin. Aku tadi juga lewat sini kok.
Felice
Kak Calvin tau kan kalo aku gak bisa manjat? Kalo aku bisa, gak mungkin waktu itu aku minta tolong kakak buat ambilin tas aku di pohon.
Calvin
Makanya aku bantu kamu Fel. Aku bakal bantu kamu manjat. Pasti bisa deh.
Calvin
Ayo Fel. Kamu mau masuk kan?
Felice
Iya, tapi, aku takut...
Calvin
Kamu gak akan jatuh Fel, ada aku. Ayo aku bantu!
Calvin membantu Felice memanjat tembok belakang sekolah. Awalnya Calvin agak kesusahan karena Felice sama sekali tak bisa memanjat. Namun, berkat dorongan Calvin akhirnya mereka berdua sudah ada di dalam sekolah sekarang.
Calvin
Akhirnya bisa masuk juga kan?
Felice
Kak Calvin, makasih banyak. Kakak jadi 'hero' aku lagi.
Calvin
Itu gunanya temen Fel. Ya udah, kamu cepetan masuk kelas gih. Semoga guru kelas kamu belum dateng biar kamu gak kena hukum.
Felice
Oke makasih ya kak. Aku masuk dulu. Daa kak Calvin!
Kebetulan guru kelas Felice belum masuk kelas. Felice pun selamat dari hukuman guru. Entah kenapa saat perjalanan ke kelas, guru Felice menabrak salah satu siswa sehingga semua buku bawaannya jatuh berserakan. Kejadian itu mampu mengulur waktu sehingga Felice lebih dulu sampai ke kelas sebelum gurunya.
Calvin
Aku lakuin ini buat kamu Fel. Sekarang kamu gak akan kena hukuman guru.
Saat jam istirahat, Felice melewati lapangan basket. Itu membuatnya kembali bertemu dengan Rully. Tak mungkin jika Rully tak cari masalah dengannya. Rully mengambil buku yang dibawa Felice.
Felice
Rul balikin! Aku gak pernah cari masalah sama kamu, tapi kenapa kamu terus gangguin aku?
Rully
Ya biarin dong. Suka-suka gue lah.
Felice
Rully apaan sih? Balikin!
Saat Felice melihat ke lantai atas, ia mendapati pot bunga yang hampir terjatuh mengenai kepala Rully dan tepat berdiri sosok Calvin di atas sana.
Felice mendorong tubuh Rully agar menjauh dari sana.
Pot itu pun terjatuh tanpa mengenai kepala Rully. Posisi Felice kini masih seperti memeluk Rully.
Rully
Kenapa Fel? Ngapain lo nolongin gue? Harusnya lo seneng kalo gue kejatuhan itu pot kan. Kenapa lo gak biarin gue aja?
Comments