Bab 4# Ke Kuburan

Langit sore membentang cerah, sekitaran pukul 17:00, tepatnya di sebuah pemakaman umum. Dua bocah kesayangan Embun telah berada di sana, untuk mencari batu nisan yang bernama Kurcil bin entahlah? Surya dan Cahaya pun tidak tahu nama lengkap Kurcil itu.

"Wilson, Samuel, Winius..." Cahaya membaca nama-nama asing itu yang tertera di batu nisan masing masing.

"Ah, Sur. Ketemu belum?" Cahaya mengeluh seraya duduk asal asalan di dekat kuburan yang bertag name Liam James.

"Belum, Ca." Surya pun ikut duduk. Lalu saling menyenderkan punggungnya satu sama lain dengan mata berbeda arah.

"Capek juga ya, Sur," keluh Cahaya lagi seraya menatap langit sore.

Dari tadi mereka sudah mengelilingi kuburan sepi itu, tapi tak kunjung mendapatkan apa yang mereka cari.

Adanya, kesenyuian kuburan yang menyeramkan bagi separuh mata orang, tanpa ada kehidupan lain termasuk penjaga satu pun. Tapi hebatnya, dua bocah nakal ini tidak ada rasa takutnya sama sekali. Mungkin, setan-lah yang akan takut padanya bila mana sedang kumat dalam kenakalan mereka.

"Haus nggak, Ca?"

"Banget!" lemas Cahaya menyahut.

"Ya sudah, kita istirahat saja dulu baru pulang ke rumah," usul Surya. Cahaya seketika membalikkan tubuhnya dan Surya pun terjatuh ke tanah, karena senderan punggungnya tertarik oleh Cahaya.

"Ish," dengus Surya seraya menarik tubuhnya yang tadinya terjatuh ke tanah.

"Lagian, nanyain haus nggak? malah jawab di suruh istirahat. Adanya tuh cari air minum buat kita berdua." Tutur Cahaya dengan nada sedikit kesal. Wajah mulusnya itu sudah memerah karena paparan sinar matahari yang terik.

"Di sini nggak ada air minum, adanya noh..." Surya menggoda Cahaya dengan menunjuk wadah air unik yang berada di atas kuburan itu.

"Dasar! huuu..." sorak Cahaya kesal.

Surya terkekeh kekeh dengan wajah itu sebenarnya terlihat letih. Lalu berkata, "Dahlah.. kita istirahat aja dulu."

Si kembar kembali saling memunggungi. Perlahan tanpa terencana oleh keduanya, mereka tertidur dalam posisi duduk karena angin sore yang sejuk sepoi-sepoi menghipnotis matanya.

Sampai waktu senja pun, keduanya masih tidur di kuburan yang sudah seperti anak yatim-piatu, tidak punya tempat tinggal.

Di rumah...

Embun mondar mandir di teras rumah sederhana kontrakannya dengan perasaan gelisah. Dia sedang menunggu anak anak nakalnya yang katanya akan mencari Ayahnya.

Sebenarnya, Embun pun tidak tega hati sudah membohongi si kembar, tapi dia tidak punya pilihan selain merahasiakan segala sesuatunya yang menyangkut masalalunya ke anak anaknya itu.

"Kemana mereka? Ya ampun, tiada hari tanpa masalah yang mereka perbuat. Dan ini salah ku juga kalau mereka kenapa-kenapa," gumamnya khawatir dengan kuku jempolnya kadang dia gigit, ciri khasnya bilamana sedang dalam kekalutan.

"Aku cari sajalah..."

Setelah menutup pintu rumahnya, Embun bergegas pergi untuk mencari si Kembar, dengan menggunakan sepeda yang memiliki keranjang bagian depannya.

"Pak, Pak RT." Embun menghentikan laju sepedanya, karena ingin bertanya yang saat ini masih di area perkomplekan.

"Eh, Embun," sahut Pak RT. Ada binar nakal di matanya.

Bunda si kembar mengumpat dalam hati, menyesal karena lupa kalau pak RT ini punya jiwa tua tua keladi bin genit. Alamak, mati kalau ada Ibu RT yang melihatnya sedang berbicara ke suaminya. Cemburuan uih si Ibu RT itu. Takut ada fitnah doang. Amit amit cabang bayi deh.

"Pak RT lihat si kembar, tidak? Belum pulang soalnya, Pak. Padahal, langit sudah mulai gelap." Embun bertanya cepat, takut ada istri Pak RT. Menghindari masalah itu lebih baik, bukan?

"Surya dan Cahaya ya, Mmh__" Pak RT itu menjeda seraya celingukan ke jalanan komplek yang sepi.

Ia pun takut pada istrinya yang selain cemburuan, sang istri pun naudzubillah, galak. "Kagak lihat, adanya yang saya lihat adalah kamu," goda si RT dengan mata itu berkedip genit ke Embun.

"Saya masih menghargai Anda sebagai ketua di sini ya, Pak. Jadi jangan nyari masalah!" Tekan Embun dengan wajah sudah asem, menahan kekuatan beladirinya yang selama ini dia sembunyikan dari orang orang termasuk ke Surya dan Cahaya.

Embun pun pergi menggoes sepedanya dengan hati dongkol. Tidak mau memperpanjang lagi, karena masalahnya saja tidak pernah habis habis ulah si Kembar.

"Huu, kalau tau dulu siapa aku di masa lalu. Aku pastikan, jangankan berkedip mata genit, sekedar berbicara satu kata pun, mulut itu akan keluh ketakutan."

Embun mengoceh sendiri sembari matanya menggerlya ke kiri dan ke kanan untuk mencari anak anaknya yang nakal pakai banget.

Selain mantan Dokter, Embun dulu pernah bergabung dengan organisasi bawah tanah. Tapi setelah kematian Erlan-adiknya di waktu itu, dia memutuskan untuk menjadi wanita kalem demi keselamatan anak anaknya pun.

"Kemana kalian, Nak?" Gumamnya makin gelisah, karena matahari sudah benar benar tenggelam.

Embun pun mengingat-ingat semua kata kata Si Kembar sebelum pergi ingin mencari nama geng Kurcil sialan itu.

'Setidaknya, beri tahu namanya ke kami. Biar Surya dan Cahaya mencari nama Ayah di setiap batu nisan yang ada di pemakaman sampai keseluruh dunia pun, Surya akan cari demi meyakinkan orang orang, kalau kami itu bukan anak iblis yang katanya nakal, seperti umpatan tetangga-tetangga kita dulu.'

Embun mengingat kata kata Surya yang itu.

"Apakah mereka di kuburan? Kalau iya, apakah tidak takut dengan kuntilanak?"

Embun memutuskan untuk mencari ke-dua anaknya di kuburan. Mungkin saja mereka ada di sana, pikirnya begitu.

Sampai di area kuburan. Embun ragu untuk masuk. Bukan karena takut, melainkan bertanya tanya sendiri, "Apa iya Surya dan Cahaya tidak merasa seram?" Gumamnya merasa bimbang juga. Iya kali ada anak kecil yang kagak takut kegelapan di tengah tengah kuburan banyak di dalam sana?

Embun saja merasa seram kok. Sumpah, Embun lebih memilih berkelahi sepuluh orang preman sekaligus dari pada di datangi hantu.

"Gelap sekali..." lirih Embun. "Ah, si kembar tidak mungkin berada di dalam sana. Secara ini sudah malam."

Embun memutuskan untuk naik lagi ke sepedanya. Saat siap mengoes pulang, dia tiba-tiba terhenti. Berpikir kembali dan berkata, " Tapi kan mereka itu bukan anak anak cengeng, mana takut mereka hanya karena kegelapan. Setan aja mungkin puyeng kalau bersinggungan dengan mereka." Embun bermonolog sendiri.

Dia baru ingat sisi lain dari Cahaya dan Surya kalau mereka itu nakalnya bikin pusing. Jadi, Embun memutuskan untuk masuk ke area seram itu hanya dengan bermodalkan senter dari handphonenya.

"Kembar!" Pekik Embun di tengah kesunyian malam. Tidak ada sahutan. Embun merinding sendiri saat suara suara burung hantu lah yang menyahut panggilannya.

"Iiih... Kuduk ku berdiri semua." lirih Embun seraya mengelus tengkuk lehernya. Ia juga mendadak kebelet pipis.

***

Terpopuler

Comments

Ida Lailamajenun

Ida Lailamajenun

sbnrnya menurut ku sih Surya ma Cahaya gak nakal ya hanya ni bocah twins pemberani ya wajar la mrk gak bisa ditindas jadi membela diri nya dan gak bisa diremehkan.apalagi jiwa mafia mengalir di darah mrk

2024-02-18

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

SELAIN PERCINTAAN PELANGI DN DIBI GK INDAH,, PERCINTAAN BADAI & EMBUN DIPENUHI DENDAM..

2023-03-06

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

MANTAN MAFIA BAWAH TANAH BISA TAKUT JUGA DIKUBURAN

2023-03-06

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!