Seperti kata para pujangga dadakan di dunia maya, bahagia itu sederhana. Sesederhana kamu mengucapkan kata bahagia.
Sebuah mobil mewah berwarna hitam memasuki halaman sebuah rumah yang tak cukup luas namun nampak begitu asri.
''Kamu tidak usah bekerja dulu sampai kaki kamu sembuh, dan saya juga tidak akan memecat kamu karena terlalu lama cuti bekerja. Dan satu lagi, gaji kamu juga tetap akan saya bayarkan.'' ucap Rendi sebelum turun dari mobil.
''Terserah bapak saja.'' jawa Daisha jengah dengan sikap arogan bosnya itu.
''Tunggu, biar saya bantu.''
Rendi berjalan mengitari mobilnya untuk membukakan pintu dan membantu Daisha turun dari mobil.
''Makasih, pak. Saya bisa sendiri.''
''Saya tidak suka mendengar sebuah penolakan.'' ucap Rendi.
Daisha pasrah dan turun dari mobil dengan dipapah oleh Rendi. Ibu Rahayu yang baru saja pulang dari mengantar ayam panggang pesanan tetangganya itu terkejut melihat putrinya yang berjalan tertatih menggunakan tongkat dan ibu Rahayu lebih terkejut lagi melihat dua laki-laki beda usia dengan setelan parlente berada di depan rumahnya.
''Daisha!'' teriak ibu Rahayu.
''Ibu, ibu baru pulang?''
''Kamu kenapa, nak? Kenapa kaki kamu terluka begitu? Ayo cepat masuk ke rumah.''
''Daisha gak kenapa-kenapa kok, bu. Hanya luka kecil saja.'' ucap Daisha agar tidak membuat ibunya khawatir.
''Kamu pikir ibu kamu ini bod*h? Gini-gini ibu juga dulunya seorang perawat, tau.''
''Bu.'' ucap Daisha mengingatkan situasi dan kondisi di mana mereka berada.
''Dia itu bosnya Daisha bu, dan itu putranya. Nanti Daisha ceritakan yang sebenarnya.''
''Eh, maaf.''
''Mari, silahkan masuk dulu pak ke gubuk kami. Silahkan duduk dulu.'' ucap ibu Rahayu mempersilakan Rendi dan putranya.
''Terima kasih, bu.''
''Silahkan duduk, pak. Maaf rumahnya berantakan.''
''Tidak apa.''
Ibu Rahayu keluar membawa tiga cangkir teh hangat dan beberapa potong kue tradisional sisa pesanan para tetangga.
''Silahkan, diminum pak.'' ucap ibu Rahayu.
''Bu, beliau ini Pak Rendi atasan Daisha dan ini Arka, putra pak Rendi.'' ucap Daisha kembali memperkenalkan pada ibunya.
''Maaf, pak. Saya ibunya Daisha.''
''Saya datang kemari ingin menyampaikan permohonan maaf pada ibu dan keluarga, karena anak ibu selaku karyawan di kantor kami mengalami kecelakaan saat bekerja.'' ucap Rendi tegas.
''Terima kasih karena bapak telah repot-repot mengantar anak saya pulang.''
''Hm.''
''Ayo, silahkan dicicipi minuman dan makanannya.''
''Arka, ini ibu mama. Salim dulu, yuk sayang.''
''Mama? Sejak kapan kamu punya anak?'' tanya Ibu Rahayu terkejut bukan main.
Rendi pun merasa tak enak hati mendengar keterkejutan ibu Rahayu.
''Nanti Daisha ceritain, bu.'' bisik Daisha.
''Oh, iya. Halo tampan, kamu boleh panggil ibu, em.. apa ya?'' ucap ibu Rahayu dengan berpikir.
''Eyang!'' ucap Arka.
''Oh iya boleh, kamu boleh panggil ibu dengan panggilan eyang.''
''Arka, kamu cobain ini deh. Ini eyang Rahayu yang buat lho. Ayo, buka mulutnya, aaak..'' Daisha mencoba menyuapkan kue klepon pada Arka.
Arka pun menurut dan mengunyah klepon tersebut dengan begitu lahap. Lagi-lagi Rendi dibuat heran, pasalnya anaknya itu begitu pemilih soal makanan.
''Enak?''
''Enak, ma.'' ucap Arka dengan bahagia.
''Arka pasti baru pertama kali ya makan kue klepon?'' tanya ibu Rahayu.
''Iya, eyang.''
''Besok eyang buatkan lagi kalau Arka suka.'' ucap ibu Rahayu tak kalah bahagia.
''Bu.''
''Eh, maaf. Maksud saya jika pak Rendi mengizinkan.'' kata bu Rahayu.
''Terima kasih ibu begitu perhatian dengan anak saya.''
''Arka pasti belum makan, mau mencicipi ayam panggang buatan eyang tidak?''
''Mau, eyang.''
''Maafkan ibu saya, pak.'' ucap Daisha.
''Ayo, kita makan siang yang sudah terlewat sore ini. Kebetulan masih ada banyak ayam panggang di dapur.''
''Tidak usah bu, takut merepotkan.'' jawab Rendi.
''Enggak, pak Rendi. Anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena Pak Rendi sudah mengobati dan mengantar anak saya pulang.''
''Bapak cobain dulu deh masakan ibu, dijamin bikin ketagihan.''
''Baiklah.''
Mereka duduk di sebuah meja makan berbentuk persegi yang cukup untuk empat orang. Layaknya sebuah keluarga kecil, mereka menikmati sajian makan siang dengan begitu hangat. Arka begitu lahap memakan ayam panggang dari suapan tangan Daisha. Rendi sedari tadi mengamati dengan perasaan yang sulit tergambarkan. Antara bahagia dan terselip sebuah rasa takut.
''Pak Rendi, ayo di makan dulu. Jangan dilihatin saja, nggak akan kenyang nanti.'' ucap ibu Rahayu membuyarkan lamunannya.
''Baik, bu.''
''Kalau makan ayam, enaknya pakai tangan langsung pak. Lebih nikmat.'' sambung Daisha.
''Saya tidak terbiasa.'' jawab Rendi.
''Baiklah, terserah bapak saja. Ayo, Arka makan lagi biar kamu cepat besar.''
''Iya, ma.''
Setelah menghabiskan makan siangnya, Rendi pun segera berpamitan.
''Terima kasih untuk jamuan makan siangnya, bu.'' ucap Rendi tulus.
''Pak Rendi tidak perlu sungkan.''
''Kalau begitu kami permisi dulu.''
''Arka mau sama mama.'' ucap Arka memeluk tangan Daisha.
''Arka, Arka pulang dulu ya nak sama papa. Kalau kaki mama sudah sembuh, kita bisa main lagi.'' jawab Daisha.
''Enggak!'' teriak Arka.
''Arka!'' panggil Rendi.
''Biar saya saja pak yang berbicara pada Arka.'' sambung Daisha.
''Arka dengar mama ya sayang, besok Arka boleh main ke sini lagi. Tapi sekarang Arka harus pulang dulu, kasian papa nanti pulang sendirian.''
''Mama ikut Arka dan papa pulang.''
''Eh?''
''Nggak boleh, sayang. Lain kali ya, mama pasti akan main sama Arka lagi. Mama janji, nanti kita main pesawat kertas lagi, ya? Sekarang, Arka harus nurut papa dulu. Arka kan anak baik dan pintar.'' ucap Daisha dengan lembut.
''Baiklah.'' jawab Arka menurut.
''Pinter anak mama, sini peluk dulu.'' Arka pun memeluk Daisha dengan begitu sayang dan seolah enggan untuk melepaskan.
''Arka pulang dulu ya, ma. Besok Arka main ke sini lagi.'' ucap Arka.
''Iya, sayang. Hati-hati, ya nak.''
''Besok kalau Arka ke sini lagi eyang akan masakin ikan goreng untuk cucu eyang yang tampan ini.'' sambung ibu Rahayu.
''Arka mau eyang!'' teriak Arka antusias.
''Kami permisi, bu. Maaf merepotkan.''
Mobil yang dikendarai Rendi pun perlahan meninggalkan rumah Daisha. Setelah kepergian Rendi dan Arka, Daisha pun mulai menceritakan kronologis kejadian dari awal hingga akhir tanpa pengurangan dan penambahan sedikitpun.
''Ibu nggak nyangka, zaman sekarang ternyata bisa dengan mudah mendapatkan cucu.'' canda ibu Rahayu.
''Ibu ngomong apa, sih.''
''Kamu pakai ajian apa sih, Sha? Bisa membuat bucin anak tampan seperti itu?''
''Ibu nih sembarangan aja kalau ngomong.''
''Tapi ibu juga kasihan sama Arka, masih kecil tapi harus hidup dalam ketidakadilan dan kurangnya kasih sayang.''
''Iya, bu.''
''Tapi ajian kamu kurang sakti mandraguna deh, Sha. Buktinya papanya Arka masih jutek gitu sama kamu.'' goda ibu Rahayu.
''Bu!''
''Bercanda, gitu aja ngambek. Udah ah, ibu mau beres-beres dulu. Sana mandi, biar makin banyak duda tampan dan kaya yang melamar kamu.''
''Ibu doainnya yang bener dong!'' protes Daisha.
Daisha berjalan terhuyung menuju kamarnya. Setelah membersihkan diri, ia kembali membuka laman web yang menyiarkan perihal lowongan pekerjaan. Ia juga menyelusuri dunia maya dan membaca berbagai artikel yang ditampilkan di sana. Hingga, sebuah ketukan pintu menghentikan arah bacanya.
''Naya? Ayo, masuk, dulu. Kamu sama siapa? Baru pulang kerja?'' tanya Daisha melihat sekeliling rumahnya.
''Sama tukang ojek, tapi udah aku suruh pulang sih.''
''Nggak lucu! Yuk, masuk.''
''Gimana keadaan kamu, Sha? Di kantor heboh banget pada bahas kamu dan Pak Rendi.'' ucap Naya.
''Biarlah, terserah orang pada mau ngomong apa. Yang penting aku nggak bikin rugi mereka.'' ucap Daisha acuh.
''Betul.''
''Kamu jenguk aku kan ke sini? Kok nggak bawa buah tangan?''
''Ya elah, segitunya.'' protes Naya.
Ibu Rahayu datang membawa secangkir teh dan beberapa camilan untuk Naya.
''Kamu kenapa sih, tumben lemes gitu? Kurang sajen?'' tanya Daisha.
''Aku diselingkuhin sama bang Andi.'' ucap Naya dengan tangis palsunya.
''Kan udah sering aku bilang, bang Andi itu kadal buntung, kamu sih nggak percaya.''
''Jahat banget sih kamu, Sha. Empati dikit kek, temen lagi putus cinta malah diledekin.''
''Salah sendiri.''
''Adek butuh sandaran, bang.'' ucap Naya dramatis.
''Jika tak ada bahu untuk bersandar, carilah tahu pengganjal lapar.'' canda Daisha.
''Ibu!'' teriak Naya dengan ratapan kesedihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Anni Zakiyani
kalimat pertama dr bbrp bab kan ga masuk dlm cerita, bisa ditulis dalam tulisan miring mungkin...
2022-12-16
0