”Haah, mana mungkin aku menunggunya sangat lama di sana. Sudah gelap dan tidak ada seorangpun. Nggak mungkin aku betah di sana.”
Sonya duduk di dekat jendela bus yang sedang melaju di jalanan rata. Karena sudah malam, suasananya cukup sepi dan banyak kursi kosong tersedia. Rasanya tidak seperti saat pagi. Sonya harus berpegangan pada tiang besi bus karena tempat duduknya sudah penuh. Terkadang dirinya sering nyaris terjatuh ke samping kerena bus mengerem mendadak.
”Tapi, ngomong-ngomong, Fahruz bisa nggak ya menemukan alamatnya? Saat itu Aratha terlihat ketakutan sekali. Aku nyaris menyerah saat mengajaknya bicara.” pikir Sonya sembari menatap keluar jendela. Dia tidak menyangka, seorang Aratha yang pemarah memiliki ketakutan berlebih pada kegelapan.
Seorang pria paruh baya duduk di sebelahnya tanpa permisi padahal kursi kosong tersedia cukup banyak. Pria yang memakai setelan serba hitam, terus menatap ke bawah dengan senyum anehnya yang terkesan menyeramkan bagi Sonya yang melihatnya. Pria itu juga menggerakkan jari-jemarinya sendiri seperti gatal ingin menyentuh sesuatu.
Untuk selama beberapa saat, Sonya mencoba mengabaikan keberadaan pria itu dan terus menatap keluar jendela meskipun dia merasa sedikit ketakutan padanya. Pikiran buruk tentu terus terbayang di kepalanya. Saat ini, dia mencoba mencari cara untuk pergi dari kursinya yang sudah tidak nyaman di tempati.
Benar saja, tak sampai satu menit dia mengalihkan perhatiannya, jari jemari pria itu menyentuh pahanya dengan lembut. Kini dia semakin ketakutan bahkan sampai tak bisa berkata-kata. Bibirnya gemetar dan matanya terbuka lebar karena tak menduganya. Sonya berusaha menyingkirkan tangan pria itu namun, dia terus saja memegangnya seperti ini.
Takut, sangat takut. Tidak bisa menatapnya.
Tuk,... Tuk,...
Seseorang menggedor dinding besi bus yang ditempati Sonya. Perhatian Sonya pun langsung teralihkan pada sesuatu yang ada di luar jendela bus dan dia merasa cukup terkejut, melihat Fahruz yang mengejar busnya dengan motor besarnya. Begitu tahu, Sonya langsung berlari ke depan, mengabaikan pria tua yang baru saja melecehkannya dan meminta supir bus untuk menepi sebentar.
”Hentikan busnya!”
Sonya terlihat terburu-buru seperti orang yang dikejar penjahat. Bahkan dia langsung pergi keluar begitu pintunya sudah terbuka padahal bus masih melaju dengan sangat pelan. Supir bus mencoba memperingatkannya untuk berhati-hati. Namun, Sonya tidak menggubrisnya.
Beberapa saat setelahnya, bus melaju kembali meninggalkannya di sana. Sonya berdiri di atas trotoar, menatap Fahruz yang sudah menepikan motornya dan sedang membuka helmnya.
”Aku kan sudah bilang, kamu tetap di sana! Jangan kemana-mana.” ucap Fahruz sembari menatapnya serius.
Mendengar suaranya membuat Sonya merasa lega sekaligus aman. Kedua mata Sonya perlahan terlihat berkaca-kaca bahkan dia sampai meneteskan air mata yang tidak bisa ditahan olehnya. Tak bisa dibayangkan ketakutan apa yang baru saja dialaminya. Fahruz mulai menatapnya heran karena dia tidak tahu apa yang membuat Sonya sampai menangis seperti ini.
Ketika Fahruz akan melangkah mendekatinya, Sonya sudah lebih dulu berlari ke arahnya dan langsung memeluk lehernya. Fahruz sedikit membungkuk karena Sonya sudah meletakkan dagunya di atas pundaknya. Saat itu terjadi, Sonya langsung menangis histeris mengingat kejadian di bus.
”Sonya, kamu kenapa nangis? Ada yang berbuat jahat padamu?” tanya Fahruz yang terlihat cemas bahkan dia tidak berani memeluk balik Sonya.
”Jangan tinggalkan aku! Tolong jangan tinggalkan aku lagi!” teriak Sonya dengan penuh ketakutan dan kecemasan. Air matanya bahkan sampai membasahi pundak Fahruz.
”Iya, aku nggak akan ninggalin kamu lagi. Sekarang kamu jangan menangis. Aku ada di sini. Kamu sudah aman” ucap Fahruz pelan.
Pada akhirnya Fahruz mengantarkan Sonya kembali ke rumah. Hal buruknya adalah, Ayah Sonya masih belum pulang dari pekerjaannya. Sepertinya dia sangat sibuk sampai-sampai lupa dengan Putrinya sendiri. Sedangkan Ibunya, sudah meninggal lima tahun lalu kerena sakit.
Fahruz membiarkan Sonya duduk di sofanya sementara dia menyalakan lampu ruangan untuknya. Fahruz masih tidak tahu apa yang baru saja dialami oleh Sonya karena dia belum mendengar ceritanya.
Dia mengambil handuk untuk Sonya dan berkata, "Baiknya kamu mandi. Aku yang akan memasak." setelah mengatakannya, Fahruz berjalan pergi ke dapur meninggalkan Sonya. Namun, Sonya langsung menahan tangannya sehingga membuat langkahnya berhenti.
”Kamu butuh apa lagi?” Fahruz memperhatikan wajah Sonya yang masih terlihat ketakutan.
”Jangan jauh-jauh.” ucap Sonya pelan sembari menundukkan kepalanya.
Fahruz mengerti, dia duduk di sebelah Sonya dengan tangannya yang masih di tahan olehnya. Fahruz memperhatikan wajah Sonya selama beberapa saat dari jarak yang cukup dekat. Dia pun bertanya, "Sonya, coba ceritakan baik-baik padaku apa yang sudah terjadi.”
...~o0o~...
Keesokan paginya, Aratha terbangun dalam keadaan terkejut. Tepat di atas tempat tidurnya, dia langsung menatap keluar jendela ketika sinar matahari hampir seluruhnya masuk dan menusuk indera penglihatannya. Sebuah foto keluarga yang memiliki dua anak kembar terlihat berdebu karena tak dibersihkan cukup lama. Lalu, tiba-tiba saja dia teringat dengan kejadian kemarin sore. Kejadian yang sangat memalukan karena saat itu dia terlihat remeh sekali.
”Ah! Memalukan! Mengapa aku harus mengalami kejadian seperti itu?! Pokoknya dia harus tanggung jawab!”
Di sekolah, Aratha langsung mencari kelas Sonya yang seharusnya tidak jauh dari kelasnya. Dia mencari ke beberapa koridor hingga akhirnya dia menemukannya.
Aratha memperhatikan kelas yang terlihat ramai. Dan dia tidak berhasil menemukan Sonya di berbagai sudut dan celah manapun. Dia begitu jeli bahkan sampai memeriksanya di balik pintu dan di kolong meja. Ketika seorang cewek berjalan keluar kelas, Aratha menyempatkan diri untuk bertanya, "Sonya ada di sini?"
Cewek itu menatap Aratha dengan bingung. Dia menjawab, "Sonya belum datang sejak pagi. Biasanya dia selalu berangkat dengan Fahruz. Tapi, tadi aku baru saja melihat Fahruz berangkat sendiri."
Aratha menurunkan pandangannya lalu menjawab, "Begitu, ya. Terima kasih." jawabnya sembari berjalan meninggalkan kelas itu.
Saat berjalan ke koridor, Aratha begitu memikirkannya dan merasa aneh dengannya sendiri. Untuk apa dia melakukan hal yang merepotkan seperti ini? Sia-sia saja! Sonya masihlah orang lain baginya. Jadi, dia tidak perlu berpikir banyak tentangnya.
Cekrek!
Suara kamera terdengar tepat di depannya. Aratha langsung mengangkat kepalanya lalu dia melihat Sonya yang sedang menyalakan kameranya. Dengan senyumnya yang terlihat main-main, dia berkata, ”Haha! Lihatlah wajahmu itu! Jelek sekali!” Sonya tertawa, menatap hasil foto Aratha.
Seketika wajah Aratha memerah karena malu. Dia langsung bergerak menghampiri Sonya dan mencoba mengambil kamera itu darinya. Namun, Sonya bergerak begitu cepat dan lincah sehingga Aratha tidak bisa mengambilnya dengan mudah.
”Hapus nggak?!” ketus Aratha terlihat dingin dan sangat marah.
”Baiknya jangan dihapus! Biarlah jadi kenangan.” ucap Sonya dengan mengejek.
Aratha terlihat kesal. Dia bergerak kembali ke arah Sonya dan mencoba mengambil kameranya. Lagi-lagi Sonya malah menyembunyikannya di belakang punggung sehingga membuat Aratha kesulitan saat mengambilnya.
”Kayaknya kita bakalan dekat. Aku baru saja mencatat nomor ponselmu. Pak Zaki sangat murah hati karena dia mau membaginya.” Sonya mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan nomor ponsel Aratha yang tercatat dalam catatannya.
”Kamu ini beneran stalker ya! Cepat! Hapus itu semua!”
Sonya berdalih, ”Lihat! Kinan sedang menuju kemari! Kali ini dia membawa sapu!” ucapnya sembari menunjuk ke arah belakang Aratha.
Benar saja, Aratha yang merinding, langsung menoleh ke belakang untuk memastikan. Namun, tak ada siapa pun di sana. Lalu, ketika Aratha menghadap kembali ke depan dan sadar kalau dirinya sudah ditipu, Sonya sudah kabur meninggalkannya.
”Sonya! Kemari!” teriak Aratha sembari berlari menyusulnya.
...~o0o~...
”Fahruz! Awas!”
Sebuah lemparan bola mengenai tepat di wajah Fahruz sampai membuatnya nyaris terjatuh ke samping jika saja dia tidak menjaga keseimbangan. Dia lupa kalau saat ini dia dan temannya sedang bermain bola di lapangan luar. Karena terus melamun, alhasil dia terkena bola hingga hidungnya berdarah dan kepalanya pusing sesaat.
”Aduh, Fahruz! Dari pagi kamu terus-terusan melamun! Kamu mikirin apa saja?” tanya seseorang yang menghampirinya.
Fahruz mengusap hidung yang mengeluarkan darah. Dia kemudian berbalik dan menjawab, "Nggak! Bukan apa-apa. Aku ke belakang sebentar." Fahruz berjalan pergi meninggalkan lapangan.
Saat Fahruz sedang mencuci wajahnya di wastafel dan di depan cermin, dia terlihat kesal. Dia pikir dengan mencuci kepalanya akan membuat rasa kesalnya hilang dan api di pikirannya padam. Namun, ternyata kekesalan itu tidak bisa dihilangkan sebelum dia menemukan seseorang yang sudah melecehkan Sonya saat di dalam bus.
"Kalau saja aku ada di sana, aku pasti sudah menghajar habis-habisan orang yang sudah melakukannya." ucap Fahruz kesal sembari memecahkan cermin di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments