Enam bulan berlalu, Dara merawat Naren dengan penuh kasih sayang. Dara merasa ada perubahan pada diri Naren. Naren sering bersikap seperti orang normal pada umumnya.
" Mas makan dulu!" Ucap Dara meletakkan nampan yang ia bawa di atas meja.
" Suapi lagi." Ucap Naren.
" Manja sekali." Ujar Dara tersenyum.
Dara mengambil makanan dengan sendoknya.
" A'." Dara menyodorkan sendoknya ke mulut Naren.
Naren pun menerima suapan dari Dara. Naren terus menatap wajah Dara yang menurutnya cantik alami.
Tak sengaja Dara menatap Naren membuat keduanya saling tatap.
Deg.... Deg.... Deg...
Jantung Dara berdebar kencang.
" Ada apa dengan hatiku? Kenapa berdebar seperti ini? " Tanya Dara dalam hatinya.
" Dara, kamu selain cantik juga baik hati, kalau aku sembuh nanti aku pasti akan menikahimu." Ujar Naren mengelus pipi Dara.
Dara memejamkan matanya menahan sesuatu yang menyeruak di dalam hatinya.
" Jangan memberikanku harapan seperti ini Mas! Jika kau sembuh pasti kau akan meninggalkan aku dan kembali pada keluargamu." Ujar Dara dalam hati.
Tak terasa air mata menetes di pipi Dara.
" Dara kenapa kau menangis? Apa aku menyakitimu?" Dara segera mengusap air matanya.
" Tidak Mas, sekarang habiskan makananmu! Aku ke belakang sebentar." Ucap Dara meninggalkan Naren.
Naren menatap kepergian Dara sambil melongo.
" Aku jahat! Aku membuat Dara menangis, aku jahat!" Naren memukul mukul tangannya sendiri.
Di dalam kamar mandi, Dara menyenderkan tubuhnya pada tembok.
" Entah mengapa aku juga menginginkan hal yang sama, tapi siapa dia? Bagaimana jika dia sudah berkeluarga? Kalau perasaanku terus seperti ini, bisakah aku menepati janjiku untuk selalu bersamanya? Mampukah aku menahan perasaan ini lebih lama lagi? Ya Tuhan... Tunjukkan jalanmu! Aku harus bagaimana?" Monolog Dara.
Tok tok
" Dara maafkan aku jika aku menyakitimu, aku tidak mau kau menangis, keluarlah!" Ucap Naren.
Setelah membasuh mukanya, Dara membuka pintunya.
Ceklek....
" Aku akan menghukum diriku karena membuatmu menangis." Ujar Naren.
" Astaga Mas, kenapa dengan tanganmu?" Dara menarik tangan Naren yang terlihat memerah.
" Aku memukulinya, karena aku jahat padamu, aku membuatmu menangis." Sahut Naren.
" Tidak Mas, aku tidak menangis, tadi hanya kemasukan debu saja." Ujar Dara.
" Benarkah?" Tanya Naren menatap Dara.
" Iya." Sahut Dara.
" Kalau begitu tersenyumlah! Aku mau melihat senyuman manis itu." Ucap Naren.
Dara tersenyum manis menatap Naren. Senyuman yang membuat hati Naren merasa teduh.
" Jangan lakukan hal bodoh lagi! Atau kalau tidak aku tidak akan memaafkanmu." Ucap Dara.
" Aku janji." Sahut Naren.
Saat keduanya kembali ke ruang tamu, tiba tiba Naren menghentikan langkahnya. Ia menyembunyikan tubuhnya di belakang badan Dara.
" Dara dia orang jahat." Bisik Naren menunjuk seorang pria dan wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu.
" Tenanglah! Ada aku." Ucap Dara.
Dara menghampiri mereka.
" Maaf anda siapa ya?" Tanya Dara.
Deg....
Jantung Alberto berdetak sangat kencang saat menatap Dara.
" Saya Melinda, Tante dari Naren dan ini anak saya, Albert." Sahut nyonya Melinda.
Dara menoleh ke arah Naren yang di balas gelengan kepala olehnya. Naren semakin menempelkan tubuhnya pada punggung Dara.
" Silahkan duduk Nyonya, Tuan." Ucap Dara.
" Albert duduk dulu." Nyonya Melinda menarik tangan Albert.
Naren duduk di samping Dara sambil terus menggenggam tangannya.
" Darimana anda tahu kalau Mas Naren ada di sini? Apa Naren yang Anda cari adalah Naren yang ini?" Tanya Dara menatap nyonya Melinda.
" Enam bulan kami mencarinya, bahkan kami sampai membuat berita orang hilang, dan kami mendapatkan kabar jika Naren berada di sini, ya... Dia Naren kami, Naren Kusuma." Sahut nyonya Melinda.
" Kakak akhirnya aku menemukanmu." Ucap Albert yang sedari tadi terus menatap Dara kini beralih menatap Naren.
" Maksud kedatangan kami ingin membawa pulang Kak Naren kembali ke rumah, kami harus merawatnya karena dia mengalami gangguan jiwa." Sambung Albert.
Naren menarik tangan Dara menuju kamarnya. Ia mengunci kamar dengan rapat.
" Benar benar tidak waras." Umpat Albert.
" Kenapa kau menatap gadis tadi seperti itu? Apa kau tertarik pada gadis kampung itu?" Tanya nyonya Melinda.
" Ya, aku lebih suka gadis kampung yang polos dari pada gadis kota yang hanya mata duitan." Sahut Albert.
" Mama tidak akan...
" Aku tidak akan memberikan uang kepada Mama kalau Mama tidak menyetujuinya." Sahut Albert memotong ucapan mamanya.
Nyonya Melinda langsung bungkam dengan ancaman Albert.
Di dalam kamar, Naren kembali ketakutan. Seluruh tubuhnya menggigil, keringat dinginnya mengucur dengan derasnya.
" Mas tenangkan dirimu! Katakan apa kau kenal dengan dua orang itu?" Dara menangkup wajah Naren. Satu tangannya ia gunakan untuk mengusap keringat Naren.
" Dara, jangan biarkan mereka membawaku! Mereka orang jahat! Mereka pasti akan membawaku ke penjara itu, mereka akan memaksaku meminum obat yang membuat aku stres dan lupa segalanya, mereka juga akan memaksaku menandatangani surat yang aku sendiri tidak tahu surat apa itu." Ucap Naren gemetar.
" Kamu sudah ingat semuanya?" Tanya Dara.
" Tidak... Tapi ingat kalau mereka orang jahat." Sahut Naren.
" Penjara? Minum obat yang membuat stres? Dan menandatangani surat?" Gumam Dara.
Sampai di sini Dara paham jika keadaan Naren saat ini adalah perbuatan mereka.
" Aku yakin mereka sengaja membuat Mas Naren seperti ini karena alasan tertentu, aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan kepada Mas Naren." Gumam Dara.
" Dara ku mohon." Pinta Naren.
" Tenang saja Mas! Aku akan selalu bersamamu, kalau mereka membawamu pulang maka mereka juga harus membawaku bersamamu." Ucap Dara.
" Kamu janji akan ikut bersamaku?" Tanya Naren.
" Iya, aku janji. Tapi kau harus menuruti semua perintahku, itu demi kebaikanmu." Ucap Dara yang di balas anggukan kepala oleh Naren.
" Bersikaplah seperti saat pertama kamu datang kemari, jangan tunjukkan perubahan apapun kepada mereka, apa kau mengerti?" Dara menatap Naren.
" Aku mengerti." Sahut Naren.
" Bagus." Sahut Dara.
" Sekarang kamu di sini saja, aku akan menghadapi mereka." Sambung Dara.
Dara kembali menemui Albert dan nyonya Melinda.
" Dimana Naren? Apa yang dia katakan padamu?" Tanya nyonya Melinda.
" Dia tidak mengatakan apapun nyonya, dia hanya ketakutan saja melihat kalian berdua, dan dia tidak mau ikut dengan anda." Sahut Dara.
" Tapi kami harus membawanya pulang, kami harus terus memantau keadaannya dan memberikan pengobatan supaya dia cepat sembuh." Ujar nyonya Melinda.
" Begini nona, Kak Naren itu sedikit tidak waras kami takut kalau dia terus berada di sekitar anda dia akan membahayakan keselamatan anda, jadi dengan terpaksa kami harus membawanya kembali ke rumah, biarkan dia tinggal bersama keluarganya." Ucap Albert.
" Yah kau benar Tuan Albert, Mas Naren sering bersikap seperti orang yang tidak waras, terkadang sikapnya lebih mirip dengan anak kecil, tapi selama saya merawatnya di sini, dia tidak pernah berbuat hal yang bisa menyakiti saya." Ujar Dara.
" Karena aku yakin kalau Mas Naren saat ini dalam proses penyembuhan." Lanjut Dara dalam hatinya.
" Dia sudah merasa nyaman mendapat teman di sini, dia tidak mau pergi jauh dari saya, kalau boleh saya menawarkan diri ikut bersama kalian untuk merawatnya di sana, bagaimana Nyonya, Tuan?" Tanya Dara.
Albert dan mamanya saling melempar pandangan. Untuk sesaat mereka memikirkan usulan dari Dara.
" Bagaimana Tuan? Apa anda mengijinkan?"
Mengijinkan nggak nih?
Penasaran kan?
Tekan like koment vote 🌹nya dulu biar author semangat melanjutkan ceritanya...
Author ucapkan Terima kasih untuk readers yang selalu mensuport author semoga sehat selalu....
Miss U All...
TBC..,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Kasrumi
harus di ijinkan ya thor 🙏🙏🙏
2022-10-10
1
Iqlima Al Jazira
pasti donk, apalagi Albert udah kepincut dengan dara
2022-10-09
1