Disebuah malam, dalam kegalauan beberapa prajurit berkumpul didepan sebuah peti kayu besar. Seseorang dengan badan tegap memakai pakaian petinggi kerjaan yang gagah, lengkap dengan pedang dan jubah hitam di belakang punggungnya, berjalan dari arah yang gelap, langkahnya cepat berwibawa. Dua orang berbadan besar mengiringinya.
“ Jendral, anda diperintahkan untuk mengeksekusi para pemberontak yang mencoba mengagalkan pemungutan pajak rakyat “ Seorang pasukan memberi jendral Luzen sebuah pematik api dan obor yang belum dinyalakan.
“ Apa mereka sudah di adili dan terbukti bersalah?” tanya jendral Luzen dengan suara beratnya.
“ Saya tidak tau hal itu jendral, tapi mereka telah diserahkan oleh pengadilan kerajaan untuk di eksekusi”
Tiba-tiba tangisan anak kecil terdengar dari dalam peti kayu. Jendral spontan menoleh kearah peti.
“ Apa ada anak kecil di dalam sini?!, kenapa kalian melibatkan anak kecil?!. Aku akan menghadap Yang Mulia” Jendral hendak ingin menanyakan hal ini pada Raja, ketika ia membalik badan, tiba-tiba seekor kuda putih berpelana emas berdiri kokoh di depannya.
Diatasnya duduk dengan angkuh seorang dengan mahkota di atas kepalanya, Raja Rowen Bosten, berada di atas kudanya.
“ Apa yang ingin kau tanyakan padaku jendral?” Serentak prajurit yang ada disana merunduk memberi hormat.
“ Kenapa ada anak kecil di dalam sana Yang Mulia? Apa tidak berlebihan menghukum dengan cara seperti ini?!, tolong bebaskan yang tidak terlibat Yang Mulia?” Jendral dengan sedikit membungkuk meminta kepada sang Raja.
“ Mereka adalah pemberontak!, aku tidak ingin ada pemberontak di wilayahku. Aku sudah mengumumkan hukuman untuk para pemberontak dengan menghukum juga keluarga mereka, tapi mereka tetap membantahku, salah mereka telah menentang Rajanya ”.
“ Maaf Yang Mulia, tapi aku tidak bisa membakar mereka “ tegas Jendral.
“ Berati kau ingin seperti mereka juga jendral? Kau ingin menjadi pemberontak?”
Jendral Luzen diam penuh amarah.
Raja Rowen mengisyaratkan prajuritnya untuk memberinya obor lalu seorang prajurit lain menyalakan pematik ke obor tersebut.
“ Baiklah jendral, aku yang akan melakukannya. Kau terlalu lemah untuk ini, dan mulai sekarang kau adalah pemberontak karena telah menentang perintahku. Tunggu saja apa yang akan kuperbuat padamu”
Lalu Raja melempar obor kearah peti kayu yang telah di beri minyak sebelumnya. Serta merta peti kayu tadi terbakar dengan api yang besar.
“ Tunggu Yang Mulia!!..” Jendral berusaha menahan sang Raja, tapi sebelum ia sempat menggapai tangan Raja Rowen, obor telah lebih dulu meluncur ke arah peti.
Jendral tidak dapat berbuat apa-apa..hanya berdiri diam di depan peti kayu yang terbakar, tangannya mengepal kencang di samping tubuhnya. menahan marah yang mendalam, kecewa dengan apa yang terjadi di depan matanya. dalam cahaya matanya terpantul api yang menjulur merah, begitupun dalam hatinya.
Raja Rowen berlalu dengan kudanya dan beberapa prajurit yang menyertainya. Tapi Jendral masih berdiri di depan peti yang terbakar.
Dari arah belakang seseorang berlari tergopoh-gopoh ke arah jendral.
“ Jendral..jendral…istrimu..istrimu disana..” Spontan Jendral Luzen menoleh kearah suara, dia mengertukan keningnya.
“ Apa ada? Kenapa istriku? ” tanya jendral dengan serius.
“ Istrimu..ada di dalam peti bersama ayahnya..”
Jendral dengan cepat mencopot jubahnya di belakang punggung dengan susah payah..ia panik, takut dan dengan keadaan yang seperti tidak terkendali, jendral mencoba memadamkan api yang terlalu besar dengan jubahnya, ia berteriak ‘Air..air..cepat air!!’ tapi tidak ada yang membawakannya air.
Pasukan yang ada di sekitar situ mencoba menenangkan dan mengingatkan bahwa tidak mungkin dan percuma ia mencegah api yang sedang menyala sebesar itu dengan menggunakan jubahnya atau air, kerena sedikit lagi peti itu akan hangus dan hancur, begitu juga sesuatu yang ada di dalamnya .
Ia lunglai, berlutut dan wajahnya menghadap ke tanah, jemarinya dengan keras meraup tanah. Dari belakang seseorang berlutut dan memegang pundaknya.
“ Aku turut menyesal Luzen “ Seorang sahabat bernama Gardden mencoba mengerti keadaan jendralnya.
Jendral Luzen tidak berdiri dari berlututnya sampai merah api samar-samar hilang, tersisa timbunan debu hitam menyisakan asap putih agak tebal dan bau hangus daging menyengat menusuk hidung.
Jendral langsung berlari mengais-ngais tumpukan debu hitam, ia mencari debu istrinya yang mungkin meninggalkan sebuah tanda. Matanya membesar, ternyata ia menemukan sebuah liontin bermata biru berlapis perak yang sudah kotor bercampur debu hitam. Ia mengambilnya..tangannya gemetar..itu adalah pemberiannya bulan lalu untuk istrinya sebagai hadiah karena sedang mengandung anak pertamanya. Kemudian…
Sebuah teriakan keras menggelegar di sekitar kerajaan…
...**********...
Jendral Luzen beberapa kali mencoba menemui Raja Rowen yang bengis, tapi sejak kejadian itu Raja tidak pernah ada di kerajaan.
Jendral menjadi semakin tidak terkendali, ia sempat mengamuk di aula kerajaan ketika berusaha mencari Raja untuk yang kesekian kalinya dan tidak juga bertemu.
Karena tidak bisa melampiaskan kekecewaannya kepada Raja Rowen, ia mengeluarkan pedangnya dan menebas semua barang yang ada di sekitar aula kerajaan.
Hampir dua puluh orang prajurit kerajaan mencoba menenangkan Jendral tapi salah satunya malah terkena sabetan pedang jendral dan terluka, akhirnya beberapa kawan seperjuangan Jendral Luzen mencoba menenangkan, akhirnya Jendral bisa di kendalikan dan di bawa ke ruang lain.
Sejak saat itu jendral menjadi berubah, ia tidak bicara dengan siapapun untuk beberapa waktu. Ia seperti kehilangan sebagian kekuatan dari tubuhnya.
Istri Jendral Luzen yang berasal dari desa memang tidak ingin tinggal di dalam wilayah istana kerajaan, dia lebih memilih tinggal di pedesaan bersama ayahnya yang seorang peternak.
Setiap ada waktu libur dari kerajaan, Jendral mengunjungi istrinya. Tidak banyak pihak kerajaan yang tahu tentang istri jendral, kecuali hanya beberapa teman terdekatnya.
Ayah dari istri Jendral memang sangat menentang kebijakan kerajaan, maka ketika ayahnya di tangkap sebagai pembertontak, istri Jendral juga ikut dalam penangkapan tersebut.
...**********...
Tok..tok..tok…
Sebuah ketukan pintu tidak mengagetkan jendral yang ada di sebuah ruangan yang biasa ia gunakan untuk berkumpul dengan para prajuritnya. Walau tak ada jawaban yang mempersilahkan masuk, seseorang membuka pintu dan membawakan nampan.
“ Jendral, makanlah sesuatu..” seorang pria meletakan piring berisi makan dan segelas air, lalu pergi keluar ruangan.
Jendral tidak menanggapi orang tadi, ia hanya memperhatikan liontin yang berada di tangannya.
Tak lama berselang, tiga orang prajurit elit didikan Jendral Luzen berkunjung menemaninya. Mereka berusaha menghibur Jendral, tapi wajah jendral Luzen tidak berubah sedikitpun, padahal dia memiliki wajah yang tampan, dengan garis tegas dan lekuk yang sempurna, alisnya tebal dan tengah matanya yang hitam.
“ Aku akan pergi dari sini, atau aku akan membakar pengecut yang sedang duduk di kursi kerajaan itu “
Sahabat-sahabatnya mengerti akan kemarahan Jendral, tapi mereka tidak ingin jendral terus menerus larut dalam kesedihannya, dan mereka terus menemani serta menghibur jendral.
Beberapa hari kemudian,
Di luar, masih di area kerajaan. Jendral Luzen berada di sebuah kandang kuda, ia mengosokan spons ke leher kudanya..saat ini ia lebih memilih merawat kudanya dari pada melatih para prajurit untuk bertempur. Ia seolah telah kehilangan semangat tempur.
Beberapa prajurit yang pangkatnya agak tinggi, yang juga teman seperjuangan jendral Luzen, dengan pedang di pinggang mereka menghampirinya. Salah satu dari mereka duduk di sebuah kayu.
“ Luzen, kau tau, para penasehat dan pejabat kerajaan sebentar lagi akan di berhentikan, mereka juga menentang kebijakan kerajaan, dan mereka membelamu”
“ Membelaku dari apa? ” tanya Jendral dingin.
“ Kau terlalu sedih dengan keadaanmu, jadi tidak peduli dengan kondisi kerajaan. Raja ingin mengeksekusimu di tiang gantung, tapi karena perjuanganmu yang besar untuk kerajaan, para penasehat kerajaan menolak putusan eksekusimu, mereka memberi saran pada Raja agar kau diberi kesempatan dan di maafkan, atau setidaknya di asingkan dan tidak di hukum mati.
Lagipula jika kerajaan lain mengetahui bahwa Jendral Luzen dan anak buahnya telah wafat, mereka berani membuat makar di kerajaan ini. Raja terpaksa menyetujui saran mereka, jadi eksekusimu ditangguhkan, menunggu keputusan lagi. tapi Raja tetap marah dan mencabut jabatan penasehat juga pejabat istana yang menentangnya.”
“ Aku juga tidak ingin lama-lama tinggal disini, harusnya mereka tidak perlu membelaku. Mungkin kematian lebih baik buatku “ sahut Jendral Luzen.
“ Luzen, sudahlah…bangkitlah sedikit. Kami mengerti kesedihanmu..tapi ayolah..jangan terlalu lama kau terpuruk..” sahabatnya mencoba membangkitkan semangat jendral yang telah padam, Jendral Luzen hanya diam.
“ Ohya, kau diundang untuk jamuan makan dengan para penasehat. Yah, mungkin saja mereka ingin menunjukan rasa bela sungkawa kepadamu, mungkin juga untuk hari terakhir mereka di kerajaan ”
“ Kalian diundang? ” tanya jendral sambil menyiram air ke tubuh kuda hitamnya.
“ Ya, beberapa dari kami diundang “
“ Kalian datanglah, aku sedang tidak selera diundang kemanapun “
“ Ayolah Luzen…tolong hormati undangan mereka..”
Setelah dibujuk beberapa sahabatnya akhirnya Jendral bersedia memenuhi undangan para pejabat dan penasehat yang sebentar lagi dicopot jabatannya oleh Raja Rowen, yang padahal mereka sudah sekian lama mengabdi pada kerajaan.
...**********...
Di sebuah ruangan yang agak besar, dengan meja makan panjang dan lampu besar agak kusam yang menggantung, juga tembok yang terlihat tua.
Disana telah duduk beberapa orang yang usianya sudah agak tua. Di depan mereka terhidang banyak makanan dan minuman.
Pintu ruangan terbuka, Jendral Luzen dan kawan-kawannya memasuki ruangan itu. Para orang tua yang sedang duduk hampir semua berdiri, dan ketika jendral mendekati mereka, ia di beri pelukan duka cita dari para penasehat, lalu mereka semua duduk.
Para orang tua tadi berusaha menghibur, menguatkan hatinya dan menyebut-nyebut jasanya di kerajaan selama ini, dan suasana mulai agak cair, jendral sudah terlihat membuka diri berbincang dengan teman dan para penasehat.
Merekapun menyantap makanan yang terhidang, bercengkrama, walaupun jendral tidak lagi seluwes yang dulu. Namun niatan mereka seperti berhasil, membuat Jendral sedikit melupakan kepedihannya.
Tapi…penglihatan Jendral Luzen dan beberapa sahabatnya semakin lama semakin buram..samar..redup…dan.. gelap….
Dua hari sebelumnya…
Di kastil dalam ruang kerajaan, Raja Rowen berada di depan jendela, ia melihat kerah luar, mengamati pemandangan di luar . Suara ketukan pintu dari seseorang. Ia adalah Odero, orang kepercayaan sang Raja. Raja mengizinkannya masuk.
“ Bagaimana tugasmu Dero? Apa kau sudah persiapkan racun mematikan untuk mereka?” Raja Rowen bertanya tanpa melihat kearah Odero, tatapannya masih mengarah keluar jendela.
“ Sudah Yang Mulia. Lalu bagaimana mereka akan di makamkan Yang Mulia? ”
“ Bakar saja mereka di dekat hutan pinus, disana tidak terlalu banyak penduduk dan pepohonan “
“ Tapi Yang Mulia, bukankah asap pembakaran akan menimbulkan tanda tanya rakyat dan para pejabat?, bagaimana kalau jasad mereka dibuang saja ketempat yang tak terjamah manusia? . Yang Mulia, mohon maaf, tapi mengapa Jendral harus dibunuh? Bukankah kerajaan kita besar juga karena kiprah beliau dan para prajurit?”
Raja Rowen menoleh dengan wajah agak marah.
“ Apa kau pikir hanya dia yang berjasa untuk kerajaan?. Jendral itu punya bibit pemberontak semenjak aku diangkat menjadi Raja, lagipula kerajaan Zeron bisa besar karena tegas dan bengisnya, mereka bisa saja menghukum keluarga sendiri yang dianggap pengkhianat, kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang sama?. Aku cuma perintahkan kepadamu apa yang aku perintahkan, aku tidak menyuruhmu menjadi penasehatku!”
“ Baiklah Yang Mulia. Lalu bagaimana kalau jasad mereka dibuang saja ketempat yang tak terjamah manusia? “
“ Mengapa tidak kau urus masalah ini dengan otakmu?!, aku hanya ingin jendral itu mati dan aku tidak mau jasadnya ada di wilayah kerajaanku!”.
“ Baik Yang Mulia..” jawab Odero.
“ Satu lagi, jangan katakan pada siapapun kalau aku sudah berada disini sampai Jendral dan kawan-kawannya itu mati, aku tidak ingin Jendral pemberontak itu tau kalau Rajanya sudah kembali, bisa-bisa dia buat masalah lagi“
“Baik, aku pamit Yang Mulia “ Setelah membungkuk sedikit, Odero pamit dan keluar dari ruangan.
...**********...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Yoorinnn J.V
Allo Thor aku mampir ^^
2022-12-27
1
Syavininaz
benar benar licik rowen
2022-12-09
0
🌸ReeN🌸
lanjut thor
2022-10-10
1