Dara hanya bisa diam tergugu saat Bagas yang baru sekali ditemuinya itu tiba-tiba saja menyatakan cinta dengan santai dan cueknya.
“Maaf, Pak. Apa maksud Bapak? Tolong jangan permainkan saya, jika semua ini karena kejadian tadi malam yang secara tidak sengaja saya menabrak dan membentak Bapak, saya benar-benar minta maaf atas tindakan saya apabila memang itu telah menyinggung perasaan Bapak,” ucap Dara akhirnya memberanikan diri berbicara setelah beberapa saat terdiam, meski dengan raut ketakutan.
Sungguh Dara saat ini merasa sedang dipermainkan oleh bosnya itu, bos yang tiba-tiba mengaku suka padanya dan tanpa tedeng aling-aling langsung menyatakan cintanya tanpa angin, tanpa hujan. Sementara pertemuan mereka saja baru pernah terjadi semalam, itu pun tanpa sengaja dan hanya sepintas lalu, bagaimana bisa perasaan cinta itu datang begitu saja, omong kosong kalau sampai alasan Bagas mengatakan itu semua adalah karena dia merasakan cinta pada pandangan pertama, karena bagi Dara, bullshit yang namanya ‘love at fitst sight’ itu, karena sejatinya cinta tumbuh karena seiring waktu yang membentuk simpul keterikatan batin, bukan serta merta datang begitu saja di awal perjumpaan. Bahkan Dara yakin, semalam saat mereka bertemu, Bagas pasti tak tahu siapa namanya, seperti halnya dirinya yang tak tahu kalau orang yang bertubrukan dengannya itu adalah bos besarnya.
“Aku menyukaimu, aku ingin menjadikanmu istriku.”
What? Kegilaan apa lagi yang coba di sampaikan oleh bos anehnya itu, setelah menyatakan cintanya secara tiba-tiba lalu kini mengatakan ingin menikahinya pada perjumpaan mereka yang kedua kalinya ini?
“Maaf, Pak, jika kenaikan jabatan saya ini ada sangkut pautnya dengan keinginan Bapak untuk mempersunting, atau mempermainkan saya seperti ini, saya bersedia dikembalikan ke posisi saya semula di bagian produksi.” Tentu saja dengan kata lain ucapan Dara itu berarti sebuah penolakan secara halus yang disampaikan dirinya pada Bagas, bos gilanya itu.
“Tidak ada hubungannya antara kenaikan jabatan dengan lamaranku ini, karena sebagai apa pun posisimu di kantor ini, kau akan tetap menjadi milikku.” Bagas menyeringai penuh misteri, dirinya seakan sedang menunjukkan seberapa dominannya dia dan betapa keinginannya itu tak mungkin bisa terbantahkan.
“Sekali lagi maaf, Pak, saya memang berterima kasih karena Bapak mempromosikan saya, entah atas dasar apa pun itu, karena pada kenyataannya saya juga sangat membutuhkan pekerjaan ini, dengan senang hati saya terima dan saya akan berusaha sekuat tenaga saya agar bisa mengerjakan tugas baru saya ini, namun untuk masalah lamaran yang bapak sampaikan tadi, mohon maaf, saya tidak bisa menerimanya.”
Penolakan secara tegas dan terang-terangan itu pun akhirnya terpaksa Dara keluarkan dengan berat hati setelah beberapa menit dia tahan dan pertimbangkan untuk tak menyampaikannya dengan pertimbangan menghormati Bagas sebagai bos besar di perusahaan itu.
Mungkin akan banyak orang yang mengatainya bodoh karena telah menolak cinta dan lamaran dari sosok bagas yang tampan, gagah, mapan, dan digilai banyak wanita, namun meski pun Dara lahir dari keluarga serba kekurangan dan hidupnya selalu susah akibat tuntutan keluarganya yang menggantungkan semua kebutuhan seisi rumah di pundaknya, dia tak akan silau karena harta, baginya jika pun dirinya akan menikah kelak, itu harus dengan pria yang benar-benar dia sukai dan sama-sama saling cinta, bukan dengan pria yang baru bertemu sekali dan mengaku-ngaku kalau dirinya sudah merasakan cinta lalu langsung mengajaknya menikah, dasar sakit jiwa!
Sementara Bagas tersenyum miring di kursi kesayangannya menatap punggung Dara yang semakin menjauh keluar dari pintu ruang kerjanya.
“Cih, kucing jalanan kecil yang liar, merasa dirinya macan yang kuat. Tak ada yang bisa menentang keinginan seorang Bagas Prawira, dalam hitungan hari kau akan menjadi peliharaanku, Kucing Liar!” gumam Bagas dengan mata yang terus saja terpaku pada pintu ruangan yang masih terbuka bekas tadi dilewati Dara, bahkan bau cologne bayi masih tersisa samar-samar tertangkap indra penciuman Bagas di ruangan itu.
Tiga hari berlalu sejak lamarannya di tolak dengan tegas oleh Dara, si bos arogan itu hampir tak pernah terlihat batang hidungnya di kantor, Dara juga merasa lega karena akhirnya dia tak perlu bersusah payah menghindari bos absurdnya itu.
Namun saat istirahat makan siang, tiba-tiba ponselnya berbunyi, tak biasanya Tuti sang ibu meneleponnya di waktu jam kerja seperti ini.
“Ya, Mak, ada apa?” tanya Dara to the point.
Wajahnya seketika memucat dan matanya seketika berkaca-kaca setelah mengakhiri pembicaraannya di telepon.
“Ada apa?” Jaka yang kebetulan sedang bersamanya saat itu merasa sangat khawatir dengan keadaan Dara.
“Bapak sakit, Kang. Sekarang kondisinya kritis. Aku diminta untuk pulang.” Suara Dara terdengar gemetaran.
“Ayo tunggu apa lagi, cepat pulang. Biar nanti Bu Ester aku yang urus, kamu pulang sekarang juga,” titah Jaka.
Tanpa pikir panjang lagi, Dara langsung mengikuti saran Jaka untuk segera pulang ke kampung halamannya, seburuk apa pun Aceng, sang ayah memperlakukannya selama ini, Dara sangat menyayangi kedua orang tuanya dan juga kakak laki-lakinya, baginya dia tak pernah keberatan meski harus banting tulang mencari nafkah menggantikan tugas Aceng asalkan semua keluarganya bisa makan dan tak kelaparan.
Setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, sampailah dia di kampung halamannya, jantungnya berdetak semakin kencang tatkala dirinya turun dari ojek dan rumahnya sudah di pasangi tenda, bahkan banyak orang berkumpul di rumah sederhananya itu.
Pikiran buruk tentang kondisi ayahnya yang di kabarkan sang ibu sedang sakit parah pun seketika muncul di benaknya membuat air matanya jatuh bercucuran.
Setengah berlari meski kakinya terasa lemas dia berusaha melebarkan langkahnya agar lebih cepat sampai ke rumah dan mendapat kepastian tentang apa yang terjadi di sana.
“Akhirnya, mempelai wanita datang juga, cepat bersiap, penghulu sudah menunggumu dari tadi!” Tuti sang ibu yang sudah berpakaian rapi dengan kebaya baru yang terlihat sangat mahal, di tambah lagi bapak dan kakak laki-lakinya yang dengan gagahnya mengenakan jas yang tak kalah mahalnya membuat Dara seperti orang linglung, apa dirinya kini sedang bermimpi?
Dari mana keluarganya mendapatkan pakaian mewah dan mahal itu, lalu makanan prasmanan beraneka rupa yang tersaji di meja panjang ruang tengah rumahnya, ada apa ini sebenarnya, belum lagi tentang bapaknya, tentang berita sakitnya Aceng itu apa semua hanya berita bohong yang sengaja disampaikan ibunya hanya agar dirinya pulang ke kampung dengan segera.
Ada satu hal lagi yang membuat Dara sedari tadi tak nyaman, ibunya tadi memanggil dirinya dengan sebutan ‘mempelai wanita’ apa maksud semua ini?
Kepala Dara seakan mau pecah saat memikirkan semua itu, semua hal yang membuatnya tak mengerti dan seakan menjadi satu-satunya orang bodoh di sana karena tak mengetahui apa pun yang sedang terjadi sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus semangat
2023-04-29
1
Azizah az
licik bener si bagas
2022-10-02
1