Bagi Damar, Bu Dita adalah cinta pertamanya. Ia juga berharap menjadi cinta terakhirnya juga. Meski memiliki wajah rupawan dan punya banyak fans, tapi Damar memang belum pernah jatuh cinta pada lawan jenis sebelumnya. Ia tergolong orang yang susah untuk jatuh cinta. Makanya siapapun yang nembak, memberi hadiah dengan tujuan bisa dekat dengan Damar ditolaknya terang-terangan. baginya, sekali Bu Dita maka sampai ke pelaminan ya tetap sama Bu Dita.
Di awal pertama masuk SMA, begitu melihat Bu Dita secara tidak sengaja, Damar yang langsung jatuh cinta tak menyangka jika perempuan tersebut adalah gurunya. Wajah baby face nya membuat Damar terpesona. Tapi meski sudah tahu kenyataan bahwa itu adalah gurunya, tak mengurangi rasa suka Damar. Bahkan saat tahu kalau Bu Dita sudah punya calon suami, dengan sabar ia menanti. Damar selalu percaya bahwa gurunya tersebut adalah jodohnya.
Makanya kini Damar begitu bahagia saat ibunya tak keberatan jika ia kembali menyatakan cinta pada Bu Dita.
Sementara itu, tak jauh dari Damar berada, sepasang mata memperhatikan gerak-geriknya. Ialah Nanda, adik perempuan pertama Damar. Sejak mendengar kakaknya menyukai perempuan yang tak lain adalah gurunya, ia langsung keberatan. Jujur, Nanda begitu kaget, ia tak menyangka, dari begitu banyak perempuan yang mendekati kakaknya, kenapa harus Bu Dita? Secara usia saja mereka sudah berbeda.
Memang benar gurunya tersebut cantik..Sangat cantik malahan. Tapi kan tetap saja statusnya guru. Pendidik sama saja dengan orang tua.
Nanda saat ini sama-sama duduk di kelas tiga SMA, meski usianya selisih dua tahun dengan Damar. Sejujurnya selama ini Nanda selalu penasaran tentang perempuan yang disukai abangnya tersebut mengingat begitu banyak teman, kakak kelas bahkan adik kelas yang menitipkan tanda cinta untuk abangnya tersebut dan selalu ditolak.
Nanda sendiri selalu berharap agar perempuan yang menjadi kekasih kakaknya nanti adalah Rana. Sebab hanya ia yang dirasa paling pantas. Selain cantik, cerdas dan baik, Rana dan ibunya banyak berjasa untuk keluarga mereka. Tak jarang mereka membantu, baik dari segi materi maupun tenaga dan pikiran. Ibunya Rana juga tak mempermasalahkan keluarga mereka yang hanya orang miskin.
Sebagai senior Nanda, Rana juga selalu membantu Nanda dalam pendidikan. Bahkan Rana selalu memotivasi bahkan mendorong agar Nanda percaya diri mendaftar di fakultas kedokteran setelah lulus nanti. Rana juga sudah berjanji akan membantu Nanda. Ia sangat tahu apa yang Nanda inginkan sebab Rana adalah tempat Nanda berbagi keluh kesah. Semua beban hidup Nanda dicurahkan pada Rana karena Rana lah yang selalu menyediakan telinga untuknya di saat ibunya sibuk mencari nafkah. Sementara Damar, jangan ditanya, kakaknya itu tak punya sedikitpun waktu untuknya.
Jika abangnya tak jadi dengan Rana, lalu bagaimana dengan nasib pendidikann? Ia tak ingin gagal menjadi mahasiswa berjas putih. Ia ingin jadi dokter. Juga apakah nantinya Rana masih mau menjadi teman curhat? Lagipula Nanda tak bisa membayangkan bagaimana jika abangnya benar-benar menikah dengan Bu Dita. Usia mereka kan berbeda sebelas tahun, sangat timpang sekali. Nanti teman-teman di sekolah akan membicarakan Damar yang juga berefek padanya.
Tak ingin semua mimpi buruk itu terwujud, Nanda berusaha berpikir keras agar abangnya tak jadi menyatakan cinta pada Bu Dita. Diam-diam ia sudah merancang sebuah rencana. Tentunya agar abangnya memilih Rana.
***
Tekad Damar memang besar, harusnya pagi ini ia masuk sekolah, tapi diputuskannya untuk bolos. Padahal sudah diwanti-wanti oleh ibunya
Setelah mengantongi alamat Bu Dita, Damar melaju menuju dengan sepeda motor bututnya dengan harapan yang begitu besar agar pernyataan cintanya yang kedua diterima. Tak lupa ia membawa beberapa kuntum mawar yang dipetiknya sembarangan di depan rumah orang untuk oleh-oleh. Damar tahu Bu Dita menyukai bunga mawar. Tak hanya itu, ia yang dikenal sebagai pria cuek dan sembarangan juga hafal makanan, minuman, buku dan hobi Bu Dita.
Setelah mutar-mutar dan sempat tersesat, akhirnya Damar sampai di depan rumah Bu Dita. Rumah sederhana namun sangat asri sekali. Di taman kecilnya ada kolam ikan kecil dan beberapa batang bunga mawar, sayangnya belum ada yang berbunga.
Setelah mengetuk, tak lama keluar Bu Dita mengenakan gamis biru dengan kerudung langsungnl berwarna senada.
"Kamu?" Bu Dita nampak kaget dengan kehadiran muridnya tersebut. "Ngapain kamu ke sini? Bukannya harusnya kamu di sekolah, ya?"
"Saya mau ketemu ibu," jawab Damar.
"Tidak sekarang Damar, sekarang silakan kembali ke sekolah atau saya akan telepon Bu Vera supaya kamu dapat hukuman!"
"Duhhhh ibu, mau dilaporkan sama Bu Vera saya juga nggak apa-apa, tapi sebelumnya biar saya ngomong sama ibu dulu ya "
"Nggak!" karena trauma dengan apa yang dilakukan Damar kemarin, makanya Bu Dita mencoba menutup semua akses untuk bicara hanya empat mata. Ia tak akan memberikan kesempatan pada Damar, meski itu hanya sebuah harapan kecil.
Bergegas Bu Dita ingin menutup pintu rumahnya, sayangnya Damar tak kalah cepat, berusaha menahan dengan menjadikan tangannya sebagai sanggahan pintu. Akibatnya ia merasa kesakitan. Bu Dita yang semula bersikeras menutup akhirnya luluh juga karena ia khawatir muridnya kenapa-napa.
"Damar ... Kamu bukan anak kecil lagi. Tolong bersikap dewasalah. Mengertilah posisi saya. Tolong jangan membuat masalah lagi. Saya tidak mau semuanya semakin runyam. Ini bukan sesuatu hal yang bisa dimain-mainkan!" tegas Bu Dita.
"Bu, saya nggak main-main. Apa yang saya katakan kemarin benar dan sekarang saya kemari untuk menegaskan kembali niatan saya, ibu mau kan jadi kekasih saya?"
"Astagfirullah Damar!"
"Bu, untuk membuktikan keseriusan saya, bahkan sekarang saya berniat menemui orang tua ibu."
"Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi, "
"Oh, maaf Bu,"
"Sekarang pergilah Damar. Jangan sampai ada masalah baru lagi karena kehadiran kamu!"
"Tapi Bu,"
"Pergi Damar!"
"Bu, maaf, tapi saya tak akan pergi sebelum ibu memberi saya kesempatan." Damar benar-benar keras kepala, ia terus menekan Bu Dita hingga gurunya tersebut tersudut.
"Saya tidak ingin pacaran lagi Damar. Kamu tahu, usia saya sekarang sudah tidak muda lagi. Saya sudah tiga puluh tahun, yang saya inginkan adalah pernikahan seperti harapan terakhir ayah saya. Itulah kenapa akhirnya Aditya memutuskan saya sebab saya mendesaknya untuk menikah sementara ia masih juga merasa belum siap." kini malah Bu Dita yang curhat pada Damar.
"Hmmm, baiklah. Kalau begitu saya siap menikahi ibu." jawab Damar, menjadi kekasih akhirnya adalah pernikahan. Sekarang ataupun nanti baginya sama saja. Makanya Damar dengan enteng mengajak Bu Dita menikah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments