Episode 3 Moon face

It's a new life, it's a new day. Inilah gaya hidupku yang baru, hidup tanpa kenikmatan makanan. Apapun makanannya, hambar tanpa garam adalah yang harus kunikmati selama pengobatan ini.

Ibuku pun meminta kepada ART kami di rumah, untuk memisahkan semua makanan. Untukku yang tanpa garam dan tanpa lemak. Aku pun dengan terpaksa harus menikmati makanan yang disajikan atau harus kelaparan.

Setelah beberapa pekan, bosan dan jenuh dengan makanan tanpa rasa, di saat aku kontrol ke RS, aku pun bertanya kepada dr. Mukidjan.

"Dok, boleh makan makanan pedas, nggak?"

"Pedas? Boleh, tapi secukupnya saja yaa," jawabnya yang membuat hatiku bersorak, paling tidak aku dapat merasakan pedas dalam makananku.

Di saat hari libur, aku pun mulai memasak makananku sendiri. Aku sudah terbiasa di dapur sejak kecil dan mulai memasak makanan untuk keluarga sejak aku kelas 4 SD, atau ketika usiaku sekitar 10 tahun.

Aku pun mulai memasak nasi goreng, dengan putih telur dan dada ayam tanpa lemak sebagai kondimennya dan cabai rawit untuk tambahan rasa pada masakan.

Beberapa kali aku memasak dengan menggunakan banyak cabai, hingga akhirnya lambungku pun berontak. Aku mengalami sakit perut hebat hingga aku berguling-guling di atas karpet.

"Lin, kamu kenapa?" tanya ibuku panik.

Lalu tanpa sadar, aku berguling-guling hingga menarik karpetnya yang membuatku terbungkus oleh karpetnya. Bentukku saat itu mungkin seperti dadar gulung yang terbungkus karpet berwarna coklat.

"Lah, ini kok jadi kepompong! Lin, kamu kenapa?" tanya ibuku lagi.

Kedua orang tuaku pun segera membawaku ke dr. Tedi. Sesampainya disana, aku segera di USG untuk melihat penyebabnya. Lalu, dr. Tedi menemukan sesuatu.

"Hmmm, ini sepertinya biji cabai. Lin, kamu makan pakai cabai berapa banyak? Ini banyak sekali lho?" ucapnya yang membuatku malu dan ingin segera lari ke Timbuktu.

"Hmmm, banyak Dok, soalnya aku bosen makan makanan hambar, trus katanya boleh makan pedes, jadi aku masak pakai cabainya banyak," jawabku sambil meringis menahan sakit perutku dan membela diri yang tentu saja hal itu membuat ibuku memberikan wajah kesalnya padaku.

"Yaa, maaf, Bu," gumamku dalam hati.

Dr. Tedi kemudian menyuntikkan obat pereda sakit untukku yang membuat rasa sakitnya jauh berkurang.

Setelah itu, ia menuliskan resep, untuk mengurangi rasa sakit pada perutku.

"Ini obatnya diminum hanya kalau sakit saja, yaa. Lin, jangan kebanyakan makan cabai, kamu bikin panik orang tua kamu, tuh," ucap dr. Tedi yang membuatku meringis menahan malu.

Sesudahnya kami pun kembali ke rumah, tentu saja sesampainya di rumah aku harus mendengarkan khutbah dari ibuku, yang aku sudah duga akan isinya.

"Linaaaa, kamu bikin panik oran tua aja, sih??!! Kolik sampai guling-gulingan di lantai, ternyata hanya gara-gara kebanyakan makan cabai?! Ibu tuh sudah mikir kamu kenapa-kenapa, apa ada sakit baru lagi? Nggak tahunya cuma karena cabai!!"

Aku pun hanya dapat kembali meringis menahan malu.

"Yaa maaf, Bu. Aku bosen makan yang hambar, pingin ada rasanya sedikit aja, saos sama kecap kan nggak boleh, yaa aku masukin cabai rawit aja," jawabku membela diri.

"Pokoknya nggak ada urusan cabai yang bikin panik lagi!! Malam ini kamu makan tanpa cabai, makan yang sudah disiapin sama mbak Yuli!" ucap ibuku, yang masih sedikit emosi.

Ayahku yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara.

"Lin, sekarang kamu harus mulai bertanggungjawab akan kesehatanmu sendiri. Kamu yang tahu kapan harus periksa ke dokter, kapan harus periksa ke laboratorium, apa yang boleh dimakan dan apa yang tidak. Kamu yang menjalani itu semua, bapak dan ibu hanya bisa nganterin, nemenin kamu berobat dan membiayai semua pengobatan kamu. Tetapi kamulah yang merasakan sakitnya, merasakan nggak enaknya, sedangkan orang lain hanya bisa kasihan. Jadi kamu harus tertib dan disiplin, karena nantinya kamu juga yang akan merasakan kesembuhan setelahnya, merasakan kenikmatan untuk kembali beraktivitas dengan bebas. Tetapi untuk saat ini, kamu harus sabar dengan segala pantangan yang ada."

Mendengarkan kata-kata ayahku, aku pun terdiam. Ayahku benar, orang lain hanya bisa merasa kasihan padaku, sedangkan aku yang merasakan semua ketidaknyamanan akan sakitku ini. Mulai saat itu, aku pun lebih memperhatikan asupan makananku. Aku tidak boleh manja walaupun sakit, aku yang bertanggungjawab akan kesehatanku dan kesembuhan akan sakitku.

Hari-hari berikutnya aku tetap masuk sekolah seperti biasa. Hanya saja, belakangan wajahku mulai mengalami perubahan. Setiap bangun tidur, wajahku tidak saja sembab, tetapi seperti bengkak. Bahkan jika aku tidur miring ke kiri atau kanan, setelah bangun wajahku akan semakin bengkak, sesuai dengan posisi tidurku. Jika miring ke kiri, berarti wajahku akan mengalami pembengkakan di sebelah kiri dan sebaliknya.

Walaupun begitu, aku tetap bersekolah dengan moon face-ku. Tetapi beberapa kali aku pun harus tidak masuk sekolah, karena wajah moon faceku yang membengkak begitu juga dengan kakiku yang belum juga mengecil bahkan semakin membesar.

"Lin, napa muka Lo? kebanyakan tidur ?" tanya Tami teman sebangkuku.

"Kenapa emangnya? bulet banget yaa, chubby menggemaskan kah?" jawabku dengan pertanyaan canda.

"Hadee, Lo emang sakit ya, Lin ?" tanya Tami lagi, kali ini wajahnya cukup serius.

"Iya, gue sakit. Makanya mukanya begini, trus itu yang bikin gue nggak boleh ikut pelajaran olah raga," jekasku.

"Emang Lo sakit apa sih, Lin?"

"Kata dokter namanya bocor ginjal," jawabku singkat.

"Hmmm ginjal Lo bocor? padahal Elonya juga bocor ya, kompaklah sama sakit Lo," canda Tami.

"Iye kompaklah, eh tapi aneh nggak sih muka gue?"

"Nggak lah, Lo cuma keliatan gemukan sama putihan aja, nggak ada yang aneh kok," jawab Tami yang membuatku lega.

"Trus, kenapa ginjal jadi bikin muka Lo bengkak?" tanya Tami lagi.

"Nah, gue juga nggak tahu. Gue cuma tahu nama penyakitnya doang, trus udah," jawabku yang membuat Tami memandangiku.

"Kok Lo nggak nanya ke dokter?" tanyanya lagi.

"Udah ditanyain sama ibu, tapi gue nggak mudeng sama bahasanya, jadi yaa sudahlah, yang penting gue masih bisa sekolah," jawabku seadanya.

"Lo emang aneh, pinter tapi aneh !" ucapnya yang membuatku tertawa.

Belakangan, aku baru tahu akan istilah Moon face, itu adalah istilah bagi penderita nefrotik sindrom karena wajah kami yang mirip bulan, yaitu bulat seperti bulan.

Aku terkadang menghibur diriku sendiri dengan membuat rayuan gombal, yaitu wajahmu bagaikan bulan. Aku pun tertawa geli setiap mendengar kalimat itu.

Selain itu, jika Michael Jackson punya moon walk, paling tidak aku punya moon face, sedangkan etnis Cina punya moon cake.

Maju terus pantang Moon-door!!

Terpopuler

Comments

Tufa Hans

Tufa Hans

Yang sabar ya, Lin?

2022-09-28

1

lihat semua
Episodes
1 Episode 1 Nefrotik Syndrome
2 Episode 2 Aku, Halina Ramadhani
3 Episode 3 Moon face
4 Episode 4 Sembuh
5 Episode 5 Rumor
6 Episode 6 Makan Siang
7 Episode 7 Love Shot
8 Episode 8 Kunjungan
9 Episode 9 Khitbah
10 Episode 10 Pemeriksaan Pertama
11 Episode 11 Persiapan Operasi
12 Episode 12 Operasi dan Pasca Operasi
13 Episode 13 ICU
14 Episode 14 Kapalnya Oleng, Kapten!
15 Episode 15 My Complicated Life
16 Episode 16 Perpisahan Pertama
17 Episode 17 Tunggul Prasetyo
18 Episode 18 Kesempatan Dalam Kesempitan
19 Episode 19 Akad
20 Episode 20 Tanda Tangan Keriting
21 Episode 21 The King and The Queen of The Day
22 Episode 22 Pulang ke Rumah
23 Episode 23 Bagaikan Langit dan Bumi
24 Episode 24 Di Rumah Mertua
25 Episode 25 Medan, I'm Coming!
26 Episode 26 Touchdown in Medan
27 Episode 27 In The Middle of No Where
28 Episode 28 Perkenalan
29 Episode 29 Insiden Jemuran
30 Episode 30 2 Garis Merah
31 Episode 31 First Pregnancy
32 Episode 32 Lost in Translation
33 Episode 33 Kembali Ke Jakarta
34 Episode 34 H2C
35 Episode 35 Impian Hanya Sekedar Impian
36 Episode 36 Di luar Ekspektasi
37 Episode 36 Di luar Ekspektasi
38 Episode 37 Kembali ke Kebun
39 Episode 38 Kembali ke Jakarta
40 Episode 39 Welcome to Batam
41 Episode 40 Second Daughter
42 Episode 41 Life of A Doctor
43 Episode 42 LDR
44 Episode 43 Honeymoon yang Tertunda
45 Episode 44 1st Day in Hongkong
46 Episode 45 Disneyland dan Macau
47 Episode 46 The Venetian
48 Episode 47 Back to Jakarta
49 Episode 48 Back to Reality
50 Episode 49 Ada Apa denganku?
51 Episode 50 Ingatan yang Hilang
52 Episode 51 Berlibur
53 Episode 52 Operasi Ke-lima?
54 Episode 53 Healing but Hurting
55 Episode 54 Pemeriksaan Autoimun
56 Episode 55 Back to Everyday Life
57 Episode 56 Pindah
58 Episode 57 New Drama
59 Episode 58 Mediasi Sidang Pertama
60 Episode 59 Menjadi Author
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Episode 1 Nefrotik Syndrome
2
Episode 2 Aku, Halina Ramadhani
3
Episode 3 Moon face
4
Episode 4 Sembuh
5
Episode 5 Rumor
6
Episode 6 Makan Siang
7
Episode 7 Love Shot
8
Episode 8 Kunjungan
9
Episode 9 Khitbah
10
Episode 10 Pemeriksaan Pertama
11
Episode 11 Persiapan Operasi
12
Episode 12 Operasi dan Pasca Operasi
13
Episode 13 ICU
14
Episode 14 Kapalnya Oleng, Kapten!
15
Episode 15 My Complicated Life
16
Episode 16 Perpisahan Pertama
17
Episode 17 Tunggul Prasetyo
18
Episode 18 Kesempatan Dalam Kesempitan
19
Episode 19 Akad
20
Episode 20 Tanda Tangan Keriting
21
Episode 21 The King and The Queen of The Day
22
Episode 22 Pulang ke Rumah
23
Episode 23 Bagaikan Langit dan Bumi
24
Episode 24 Di Rumah Mertua
25
Episode 25 Medan, I'm Coming!
26
Episode 26 Touchdown in Medan
27
Episode 27 In The Middle of No Where
28
Episode 28 Perkenalan
29
Episode 29 Insiden Jemuran
30
Episode 30 2 Garis Merah
31
Episode 31 First Pregnancy
32
Episode 32 Lost in Translation
33
Episode 33 Kembali Ke Jakarta
34
Episode 34 H2C
35
Episode 35 Impian Hanya Sekedar Impian
36
Episode 36 Di luar Ekspektasi
37
Episode 36 Di luar Ekspektasi
38
Episode 37 Kembali ke Kebun
39
Episode 38 Kembali ke Jakarta
40
Episode 39 Welcome to Batam
41
Episode 40 Second Daughter
42
Episode 41 Life of A Doctor
43
Episode 42 LDR
44
Episode 43 Honeymoon yang Tertunda
45
Episode 44 1st Day in Hongkong
46
Episode 45 Disneyland dan Macau
47
Episode 46 The Venetian
48
Episode 47 Back to Jakarta
49
Episode 48 Back to Reality
50
Episode 49 Ada Apa denganku?
51
Episode 50 Ingatan yang Hilang
52
Episode 51 Berlibur
53
Episode 52 Operasi Ke-lima?
54
Episode 53 Healing but Hurting
55
Episode 54 Pemeriksaan Autoimun
56
Episode 55 Back to Everyday Life
57
Episode 56 Pindah
58
Episode 57 New Drama
59
Episode 58 Mediasi Sidang Pertama
60
Episode 59 Menjadi Author

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!