Dalam dunia mimpi, ia berdiri menatap seorang gadis cantik dengan pakaian yang sangat modis, dress hitam sebatas lutut berlengan panjang, juga rambut model cepol tinggi, sangatlah anggun. Berdiri memunggunginya di depan danau.
"Kau siapa?" tanya Arum dalam mimpi. Gadis di depannya tak menjawab, ia hanya memutar tubuhnya. Berjalan dua langkah lebih dekat sembari memegangi pot berisi tanaman kaktus. Setelahnya menyerahkan itu pada Arum yang terus mengamatinya dengan tatapan tidak mengerti. Gadis bermata jelita itu tersenyum manis.
"Ini adalah kesayanganku. Dia masih bisa mengeluarkan bunga lagi kalau kau mampu merawatnya dengan baik. Bentuknya memang berduri namun aslinya dia rapuh."
Perlahan Arum menerima pot tersebut. "Untuk apa Kau?"
Ucapannya menggantung ketika tiba-tiba saja gadis cantik itu sudah tak lagi terlihat. Arum menoleh ke kiri dan kanan mencarinya yang tiba-tiba menghilang. "Nona?"
Masih mencoba mencari sosoknya, namun kemudian teralihkan ketika ia melihat sosok lain yakni seorang pria dari kejauhan tengah berdiri di tepi danau tersebut. Membuat keningnya berkerut. Laki-laki itu siapa?
"Aruuuuummm!!" Sayup-sayup suara yang memekikkan telinga itu terdengar. Gadis itu terkesiap menoleh ke segala arah ketika tiba-tiba ia mendengar suara Ibu tirinya?
Byuuuurrr!!!
"Kyaaaa!!!" Arum gelagapan, ia bergegas bangun dari posisi tidurnya. Tubuhnya sedikit menggigil kedinginan akibat siraman air tadi.
"Akhirnya bangun juga, dasar anak bodoh!!"
"A–apa yang kalian lakukan di sini?" Masih sedikit terkejut, Arum mengibas-ibas pakaiannya yang sedikit basah.
"Kau tanya apa yang kami lakukan disini? Tentunya menjemputmu! Ckckck kami sempat berpikir kau kenapa-kenapa di jalan rupanya malah? Astaga... kau pasti senang ketika bisa tidur dengan nyaman ya. Padahal kami kelaparan menunggumu sedari tadi!" Maura mencibir sinis.
"Aku hanya lelah, apa salahnya? Lagipula kapan lagi aku bisa tidur dengan nyaman! Aaaa..." jari telunjuk kurus milik Mama Linda mendorong kepalanya dengan kencang.
"Siapa yang menyuruhmu tidur di sini, dasar tidak tahu di untung!!"
Arum menghela nafas, memilih untuk tidak menjawab. Rupanya pikiran dia untuk bisa tidur nyaman di sini sampai pagi itu salah. Sekarang mereka malah sudah ada dihadapannya.
"Sonny, seret dia ke mobil," Mama Linda memberi perintah pada anak laki-lakinya yang tengah menyandar malas di depan pintu.
"Hah!! Merepotkan sekali, aku di panggil hanya untuk melakukan ini." Pria itu mencengkeram kerah pakaian di bagian belakang milik Arum sebelum menariknya naik agar gadis itu mau berdiri.
"Sakiiit, Kak! Apa kau tidak bisa pelan-pelan? Lagi pula aku bisa sendiri."
"Iiiisssh... diam kau bocah sialan! Semua ini gara-gara Kau berulah, aku jadi melewatkan pesta dengan teman-temanku! Cih, aku bahkan tidak bisa berkenalan dengan para gadis cantik. Sungguh menjengkelkan, aku sangat ingin menyeretmu lebih kasar lagi dari pada ini."
"Aaaaa.... ku bilang sakit!!! lepaskan! Jangan seperti ini...!"
"Makanya cepat jalanya dasar lamban!" Sonny masih terus menyeretnya keluar sementara Mama Linda menyusul setelah memerintahkan Maura untuk mengunci lagi pintu tokonya.
–––
Di rumah...
Tubuh Arum di dorong hingga tersungkur ke lantai. "Kau lihat kekacauan di sini...!"
Gadis itu menatap rumah yang berantakan tak karuan. Ia pun menghela nafas, sudah pemandangan biasa melihat rumah yang saat ia tinggal dalam kondisi rapi dan tertata namun saat pulang kondisinya lebih parah dari puing-puing bangunan yang terkena dampak gempa.
"Bagaimana Aku mau istirahat dengan tenang, sementara rumah seperti kapal pecah!!"
"Jika ingin rumah tetap rapi, kenapa tidak Mama suruh dua anak terkasih Mama untuk berbenah?"
Klaaaang!!!
"aaawhhh...."
Sebuah asbak yang terbuat dari bahan stainless steel melayang dan mengenai kepala gadis itu. Arum menunduk menahan sakit, matanya pula mengembun manakala abu puntung rokok itu mengotori rambutnya.
"Gadis sialan. Apa kau sedang berpikir bahwa kami harus membersihkan rumah ini juga?" Sonny memekik.
"Kalau begitu, setidaknya kalian bertingkah selayaknya manusia normal untuk menjaga kerapiannya! Atau bila perlu menyewa pembantu saja?!"
"Apa katamu, pembantu? Lalu fungsimu apa di sini? Lagipula, kau pikir menyewa pembantu itu murah harganya?" Maura menjawab.
"Memangnya semua uang Ayahku kemana? Bukankah, aset Ayah masih banyak? Kalian bahkan sengaja mempekerjakan ku di rumah juga di toserba agar tidak membayar upah orang lain. Seharusnya dari hasil toserba belum lagi tiga diantaranya yang sudah di jual itu lebih dari cukup jika kalian tidak foya-foya sendiri." Arum masih terus mengumpulkan keberaniannya, membalikkan setiap ucapan mereka bertiga. Walaupun kedua tangannya gemetar dan dingin.
"Wah... lihat itu, Ma? berani sekali Dia berbicara seperti itu pada kita." Sonny mengompori.
"Mama kenapa diam saja, seharusnya lidahnya itu sudah kita penggal agar tidak bisa lagi asal bicara," imbuh Maura setelahnya.
"Maura, Sonny. Sudah cukup berdebat dengan anak sialan ini. Mama sudah tidak tahan lagi mendengarnya terus berbicara omong kosong!"
Arum menelan saliva-nya, walaupun ibu tirinya berbicara dengan nada lirih. Namun justru membuatnya was-was. Lebih-lebih saat wanita itu berjongkok di hadapannya.
Sembari memegangi salah satu sepatu hak tinggi tersebut. Lalu menempelkan ujungnya pada dagu Arum, mengangkatnya pelan.
"Coba, katakan lagi. Namun sembari melihat wajahku," ucapannya dingin. Arum diam saja, biji matanya bergerak-gerak khawatir. "Kenapa hanya diam? Kau tadi membahas aset ayahmu kan?"
Arum semakin tegang saat Mama semakin mendorong ujung sepatunya itu di bagian lehernya hingga dia bisa merasakan tenggorokannya sedikit tercekak.
"Kau tahu, ada satu aset Ayahmu yang masih ku jaga kemurniannya sampai saat ini. Yaitu Kau!"
Kembali Arum menelan saliva-nya. Tubuhnya semakin gemetar. Lebih-lebih saat Mama Linda menarik paksa pakaian Arum di bagian depan, mengintip area dada gadis di hadapannya.
"Hargamu pasti akan mahal. Hahahaha..." Ia tertawa mengerikan, membuat Arum bergidik ngeri. Seketika Arum menggeleng pelan, air matanya mengalir ke pipi.
"Ko mohon, Ma... jangan apa-apakan aku."
Salah satu alisnya terangkat cantik. "Kau ini kenapa? Bukankah Kau mau aku menggunakan pembantu di rumah ini? Tentunya akan ku turuti, menyewa pembantu agar kau tidak perlu berlelah-lelah lagi asal kau bisa membayar semuanya."
"Tidak, Ma. Arum tidak butuh pembantu. Ku mohon, ampuni aku. Tolong jangan jual Arum."
Sonny dan Maura tertawa. Mereka paham maksud Ibunya itu. Mama Linda beranjak sembari membenahi pakaiannya.
"Maura, bisa kau bantu Mama untuk mendandani Dia. Karena malam ini juga, Mama akan membuatnya mendapatkan ganjaran atas apa yang sudah ia katakan tadi pada kita."
Arum bergegas memeluk kaki ibu tirinya. Memohon sembari menangis. Agar ibu tirinya tidak melakukan hal itu padanya.
"Lepaskan kaki ku."
"Tidak Ma, Arum mohon. Arum akan melakukan apapun, asal jangan Mama jual Arum. Ku mohon, Ma... aku mohon."
"Benarkah kau akan melakukan apapun?" tanyanya, Arum buru-buru mengangguk walaupun ia menyesali. Karena setelahnya wanita paruh baya itu berserta kedua anaknya pasti akan semakin sewenang-wenang padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Sitiromlah aja Aja
ratapan anak tiri..
2024-02-05
0
Ai yuli
aduuuh mesti kuat2in hati baca kisah ini,rada2 mengerikan ih,😔
2023-05-26
0
에비𝑼𝒏𝒏𝒊𝒆
lebih baik kamu kabur Arumi daripada tinggal lebih lama lagi bersama ibu dan saudara saudara tirimu
2023-01-27
0