Suster Anna heboh.
Tuan muda tiba-tiba saja mempercepat kepulangannya. Urusan bisnisnya diluar kota sudah selesai.
Panik, Suster Anna bolak balik melihat jam di sudut kiri ponselnya. Jarinya tidak berhenti mengetik, mengirimkan pesan beruntun kepada Sang Nona Muda.
"Non, dimana? "
"Tuan Muda sudah perjalanan pulang ke rumah."
"Langsung pulang ya, Non."
"Haduuuh, Non! Jawab, Non!"
"Sus bisa kena marah Tuan Muda."
Dari sekian banyak pesan, tidak ada yang dibalas. Jangankan dibalas, terkirim pun tidak. Pesan-pesan itu semuanya centang satu, membuat Suster Anna semakin panik.
"Hhhh, Nooon! Umur Sus bisa pendek kalau Non Crystal makin bandel begini," keluhnya, memencet nomer supir yang biasa menjemput.
"PAK!" seru Suster Anna keras. "Cepat pulang! Tuan Muda pesan kalau Nona harus sampai rumah saat Tuan Muda datang."
"Haduuuh, Sus! Kaya tidak tahu saja. Non Crystal makin gede, makin nakal. Aku tunggu-tunggu tidak muncul juga," keluh Pak Supri, mengusap keringat di dahinya.
"Aku tidak mau tau, Pak! Tanya satpam. Cari ke dalam sekolah. Tanya teman. Terserah mau apa, yang penting bawa Nona pulang," perintah Suster Anna kalap, mematikan ponsel secara sepihak.
Otaknya bekerja keras, mencari cara untuk menghubungi momongannya itu. Semua akun media sosial dan aplikasi milik Crystal dibuka demi melacak jejak gadis itu.
Jantungnya berdegup kencang saat mendengar laporan dari petugas keamanan kalau Tristan sudah melewati gerbang utama. Dia mondar mandir dengan gugup, sembari otaknya berpikir alasan apa yang harus diutarakan saat ditanya soal Crystal nanti.
Suara rem berdecit semakin membuat hati Suster Anna dicekam ketakutan. Tergopoh-gopoh Suster Anna meraih nampan berisi poci berisi teh herbal dan cangkir, lalu membawanya kearah pintu utama.
BRAK!!
Pintu terbuka, sesosok laki-laki bertubuh tinggi berdiri di ambang pintu. Cahaya matahari siang menjelang sore menyorot di belakangnya. Wajah tampannya tampak semakin berkilau.
"Selamat datang, Tuan Muda. Silahkan istirahat, Tuan. Teh herbalnya sudah siap, Tuan," sambut Suster Anna, berusaha menyembunyikan kepanikannya.
"Terima kasih, Sus," angguk Tristan, tersenyum tipis. Matanya memandang berkeliling, rasanya sudah lama sekali dia pergi. Tak ada yang berubah dengan rumahnya, hanya taman yang sedikit berbeda. Pohon-pohon makin rimbun, dan bunga-bunga mulai mekar.
"Ya Tuhan! Semoga Supri berhasil membawa Nona sebelum Tuan Muda menanyakan adiknya," ucap Suster Anna berulang-ulang dalam hati.
Suster Anna menghembuskan napas lega saat kaki panjang Tristan mulai melangkah menuju keruang tengah tanpa bertanya apa pun.
Suster Anna pun mengekor, masih dengan jantung berdebar keras. Selama Crystal belum sampai rumah, maka hidupnya belum aman.
Suster Anna menunduk dalam-dalam saat menuang teh ke dalam cangkir. "Silahkan, Tuan," ucapnya semakin berdebar-debar. Biasanya setelah ini, Tristan akan meminta laporan kejadian selama dia ada diluar kota.
Orang tua Tristan jarang di rumah, mereka menyerahkan semua tanggung jawab rumah tangga kepada Tristan. Termasuk Crystal.
"Semua aman terkendali, Tuan," tutup Suster Anne setelah menyampaikan laporannya.
Tirta duduk santai, mendengarkan sambil meminum tehnya.
"Lalu, mana Crystal?" tanyanya sambil melirik ke jam tangan mahal yang melingkat di pergelangan tangan. "Jam segini seharusnya dia sudah pulang."
Suster Anna mencelos. Pertanyaan yang dari tadi ditakutkan olehnya muncul.
"Oh, Nona! Bisa-bisa Sus sama Pak Supri bisa dipecat sama Tuan Muda," tangisnya dalam hati. Belum terdengar tanda-tanda Crystal tiba di rumah.
"Ada kerja kelompok, Tuan Muda." bohong Suster Anna.
Tristan menatap dalam-dalam Suster yang sudah merawat Crystal dan dirinya sejak kecil. Dia tahu betul kalau Suster Anna baru saja berbohong untuk melindungi Crystal.
Ingin marah, tapi dia tak tega. Mata tajamnya mengamati dengan seksama wajah Suster Anna. Ada guratan-guratan halus yang mulai muncul di wajahnya. Suster Anna sudah tidak semuda seperti saat dia kecil.
"Bukan salah Suster Anna, kalau Crystal mulai bandel sekarang," ucap Tristan dalam hati, berusaha memaklumi.
Biar bagaimanapun, Suster Anna sudah seperti ibu bagi Tristan dan Crystal. Dia yang menyayangi, merawat dan menemani mereka sejak kecil.
Tidak tega melihat Suster Anna, Tristan beranjak dari duduknya.
"Kalau Crystal sudah pulang, bilang. ditunggu sama aku. Ya, Sus?"
"Baik, Tuan Muda," angguk Suster Anna, lega.
Di lantai dua, tempat dimana kamarnya dan kamar Crystal berada, Tristan menghentikan langkah di depan pintu kamar adiknya. Telinganya menangkap suara orang bercakap-cakap.
Refleks, Tristan membuka pintu kamar Crystal. Matanya langsung tertuju pada sosok gadis muda yang sedang berdiri di depan cermin.
Gadis itu berambut merah, memakai pakaian serba ketat dan super mini.
"Siapa kamu?" sergah Tristan, menatap tajam penyusup yang masuk ke kamar adik tercintanya.
Mendadak ruangan terasa hening. Semua mata mengarah kepada Tristan.
Crystal, Si rambut merah dan Suster Anna.
Suster Anna menghampiri gadis tadi. "Siapa yang mengijinkan kamu masuk sini, hah?" tanyanya galak.
Tristan memang baik, tapi dia tidak suka orang melanggar aturan. Selama ini, Tuan Mudanya melarang keras Crystal membawa siapa pun masuk ke kamarnya. Terlebih, orang yang masuk ke kamar Crystal berpenampilan sangat tidak sopan.
"Namaku Angelica," ucap gadis berambut merah tadi. Dia berlengga lenggok, berjalan mendekat kepada Tristan. Cara berjalannya terlalu genit untuk seusia dia.
Suster Anna ternganga, lalu menoleh kepada Crystal.
"Hhh, Non! Dapat kenalan dari mana sih?" ucap Suster Anna jengkel sendiri. Dia memelototi gadis berambut merah tadi.
"PERGI!" bentak Tristan saat tangan Angelica hendak menyentuhnya.
Angelica tersentak, langsung menangis tersedu-sedu seperti orang baru disiksa.
"KAK TRISTAN!"
Tristan menoleh kearah Crystal. Adiknya itu masih memakai seragam dan sepatu, duduk diatas tempat tidur.
"Sejak kapan aku mengijinkan kamu bermain di kamar. Lalu, seragam dan sepatu belum dilepas!" tegur Tristan dingin.
Crystal cemberut. Kedua tangan dilipat didepan dada. Dia tak menyangka kalau Tristan pulang lebih awal. Tahu begini, dia tidak mengajak Angelica ke rumah.
"Temanmu ini terlihat seperti bukan cewek baik-baik," nasehat Tristan.
"Dia baik kok." Crystal bersikeras.
"Lihat saja penampilannya. Pakaian minim, rambut diwarnai mencolok." Tristan bersedekap memandang Crystal, mengabaikan Angelica yang masih menangis.
"Kamu juga sebaiknya, jangan sembarangan memilih teman. Satu lagi, aku tidak suka kamu melanggar aturan," tambah Tristan lagi. Nada suaranya lembut, berusaha memberi pengertian adiknya yang masih SMA.
"NO! Angelica itu temanku! Dia bukan orang sembarangan. Dia temanku!" seru Crystal, memeluk Angelica erat-erat.
"Crystaline!" panggil Tristan penuh penekanan.
"Kak Tristan jahat!"
Crystal menghentakkan kaki ke lantai, lalu membelalakkan mata pada Tristan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Nanda Lelo
Mak woiiii,,, galak bennerrrrr deh ni tuan muda
2022-10-25
1
Runa💖💓
Baru satu efisode eh Cristal nya sudah Sma aja
Lanjut 😘 😘 😘 😘
2022-09-07
1
Mamahe 3E
sebenernya tristan suka sm crystal tp gengsi kyknya mau ngungkapinnya
2022-08-10
1