Hanifa terbangun dari tidurnya ketika ia mendengar suara adzan subuh berkumandang. Cepat dia bangkit dan hendak membersihkan dirinya di kamar mandi.
Saat melewati ruang tamu, dia melihat suaminya tidur meringkuk di atas tikar dengan selimut menutupi seluruh anggota tubuh. Hanifa menatap penuh arti kearah kepala rumah tangganya itu. Kepala rumah tangga yang tak lagi berdiri kokoh pada tempatnya.
''Karena tidak ingin tidur bersama aku dan putra mu sendiri, bahkan kamu rela tidur di tikar tipis ini. Kamu rela menahan dingin lantai yang tembus ke tikar. Apa memang sudah tidak ada lagi cinta mu untuk diriku, Mas.'' batin Hanifa pilu.
''Rumah tangga macam apa ini.'' lagi Hanifa bermonolog. Setelah itu dja melanjutkan langkahnya.
Hanifa di landa kebingungan yang amat, antara bertahan atau mundur saja dari rumah tangga yang tak lagi sehat. Bertahan akan membuat dia terus tersiksa sama sikap dingin sang suami yang tak lagi mencintai nya serta tersiksa sama pengkhianatan sang suami, sedangkan kalau mundur akan membuat sang buah hati terluka dan kehilangan sosok Ayah yang begitu putra nya sayangi.
Selesai ber-Wudhu Hanifa sholat dengan begitu kusyuk. Setelah mengucapkan salam Hanifa duduk terpengkur di atas sajadah, dia berdoa dengan sungguh-sungguh meminta pertolongan kepada sang maha menolong dan yang maha tahu yang terbaik untuk umatnya. Hanifa berdoa dengan air mata berlinang.
Sang putra yang sudah dari tadi bangun menatap sang Ibunya dengan pilu. "Bunda kenapa? Kenapa Bunda nangis? Aku 'kan tidak nakal. Apa Bunda nangis karena aku tidak sholat.'' batin anak berusia lima tahun tersebut.
Lalu anak yang sudah kembali sehat itu bangun dari tempat tidur, dia akan ke kamar mandi untuk ber-Wudhu.
Hanifa yang melihat putranya sudah bangun, dengan cepat dia menyelesaikan doa, lalu ia menyapa sang putra.
''Arif kok udah bangun, ayok tiduran lagi. Arif kan masih demam.'' kata Hanifa lembut, dia duduk pinggir kasur di sebelah Arif dengan mukena masih melekat.
''Arif udah sehat Bunda, ini kening Arif udah enggak panas lagi.'' ucap Arif seraya menarik tangan sang Bunda agar merasa kening nya.
''Alhamdullah kalau Arif udah sehat. Terus Arif mau ngapain subuh-subuh gini udah bangun aja?'' Hanifa membelai pipi gemes sang putra.
''Arif mau sholat Bunda. Tadi Arif lihat Bunda nangis, Bunda nangis pasti karena Arif yang tidak sholat 'kan. Waktu itu Bunda 'kan pernah bilang kalau Arif enggak boleh lupa sama kewajiban Arif sebagai anak yang baik, nanti Allah marah. Arif kebelakang dulu ya Bunda, Arif mau berwudhu.'' ucap Arif dengan lancar setelah itu dia berlalu ke kamar mandi, meninggalkan sang Bunda yang terharu mendengarkan penuturan nya. Dia memang anak yang pintar dan penurut, selama ini Hanifa mendidik putranya dengan sangat baik.
''Masya Allah Nak. Kamu pintar sekali. Terimakasih ya Allah.'' gumam Hanifa seraya menatap punggung Arif yang hilang di balik gorden kamar.
Arif berjalan kebelakang, begitu tubuh mungilnya melewati ruang tamu. Senyuman nya tiba-tiba mengembang. Dia berteriak kesenangan.
''Hore. Hore. Ayah sudah pulang. Hore...'' Arif meloncat kegirangan di depan tubuhku sang Ayah yang masih meringkuk. Lalu setelah itu Arif bersuara lagi.
''Ayah, bangun. Ayo kita sholat bersama-sama Ayah. Bangun Ayah. Ayah kenapa tidur di sini. Ayo bangun Ayah, nanti waktu subuhnya habis. Ayo cepetan bangun Ayah.'' Arif menggoyang-goyangkan tubuh sang Ayah berulang kali.
Setya yang merasa begitu terganggu tidurnya karena ulah sang putra tiba-tiba membuka selimut lalu dia bangun dengan menguap dan mengucek mata. Setya duduk di depan Arif.
''Apa sih ganggu saja! Dasar anak nakal, tidak tahu sopan santun. Enggak lihat apa Ayah lagi tidur!'' Setya membentak Arif dengan nada suara yang tinggi. Sorot matanya terlihat begitu kesal sama sang putra.
Arif yang kaget karena di bentak, seketika air mata mengenangi pelupuk matanya. Arif berdiri dengan tubuh gemetar. Ini kali pertamanya sang Ayah bersikap seperti itu.
Hanifa berjalan cepat begitu dia mendengar keributan yang terjadi.
''Mas! Kamu apa-apaan sih!'' bentak Hanifa yang tek terima Arif di perlakukan seperti itu. Hanifa memeluk tubuh mungil sang putra.
''Kamu itu yang apa-apaan! Jadi Ibu kok enggak becus banget mendidik anak. Masih kecil udah berani kurang ajar sama orang tua.'' bentak Setya lagi tanpa rasa kasihan.
''Mas, Arif hanya ingin membangun 'kan Mas untuk sholat. Kamu keterlaluan, kamu melukai hatinya.''
''Ahh sudah lah, kamu membuat aku semakin muak saja!'' Setya berdiri, lalu dia membuka pintu, menghampiri motornya, begitu motor menyala lalu dia pergi meninggalkan Hanifa dan Arif yang masih berdiri di tempat semula dengan perasaan hancur.
''Bunda, Ayah kenapa berubah galak. Aku takut. Ayah enggak sayang lagi sama aku dan Bunda'' ucap Arif di sela-sela tangisnya.
''Tidak, tidak apa-apa Sayang. Mungkin Ayah lagi capek. Arif masih punya Bunda yang akan selalu sayang sama Arif. Dan kita masih punya Allah yang akan selalu mengasihi kita. Katanya tadi Arif mau sholat 'kan? Gih sana berwudhu, nanti kesiangan lagi.'' Hanifa membesar kan hati putra. Jari lentiknya menghapus jejak air mata yang ada di pipi Arif. Setelah itu Hanifa membimbing Arif ke kamar mandi.
''Luar biasa Mas. Kamu memberikan luka dihatiku dengan sangat luar biasa malam ini. Bergitu bertubi-tubi, hingga aku sudah kehilangan rasa pada mu. Tak ada lagi cinta itu, rasa itu sudah mati!'' batin Hanifa yang tengah berdiri menunggui sang putra yang sedang berwudhu.
***
Setya mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, dia akan pergi kerumah istri muda nya. Wanita yang baru sebulan ini ia nikahi secara siri.
Dia masuk ke kawasan elit, di kawasan itu rumah-rumah mewah berdiri berjejeran.
Setibanya di depan pintu utama rumah istri muda, dia mengetuk pelan. Lalu seorang pembantu berusia sekitar lima puluh tahun membuka pintu.
''Den.'' kata Bik Imah menyapa. Kepala nya sedikit menunduk.
''Nyonya Mana?'' tanya Setya seraya berjalan kedalam.
''Nyonya masih tidur dikamarnya Den.'' jawab Bik Imah.
''Baiklah. Bibik silahkan bekerja. Masak untuk sarapan kita nanti.'' titah Setya. Setelah itu dia masuk ke kamar istri muda.
Setya melihat Arumi masih tidur di atas tempat tidur dengan piyama yang tak berlengan. Senyum simpul terbit di wajahnya. Lalu dia ikut berbaring di samping sang istri. Dia memeluk Arumi erat dari belakang.
''Hanya kamu yang membuat Mas merasa nyaman sekarang Sayang.'' batin Setya kembali memejamkan mata.
Satya yang dulu adalah pria yang baik, lembut, dan taat beribadah. Berubah dalam sekejap hanya kerena seorang wanita. Dia seakan lupa segalanya, segala masa lalu dan anak istri yang sebenarnya. Bahkan dia tidak pernah lagi sholat selama berhubungan dengan Arumi.
Awalnya dia hanya seorang supir di rumah itu, dia bekerja mengantarkan Arumi kemana saja Arumi mau. Seiring berjalannya waktu, tanpa mereka sadari karena sering pergi berdua menghabiskan waktu bersama membuat bunga-bunga cinta tumbuh di antara keduanya.
Arumi yang memang begitu kagum sama ketampanan dan kegigihan Setya dalam bekerja membuat dia terpana dan lupa segalanya. Dia rela menjadi yang kedua padahal dia tahu Setya masih berstatus sebagai suami orang.
Apalagi sang putri yang bernama Caca. Putrinya yang berusia enam tahun itu juga begitu dekat sama Setya. Arumi merasa sudah menemukan tambatan hatinya, pengganti suaminya yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Arumi adalah pengusaha kaya yang mempunyai cabang rumah makan di mana-mana. Itu semua adalah warisan peninggalan suami nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Samsia Chia Bahir
Suami tak tau diri, karmamu akan disegarahkn 😄😄😄😄😄😄😄
2023-05-15
0
Dedew
dari awal liat cerita ini masih on going langsung aku fav,karna aku Uda langsung tertarik sama judulnya
2022-11-27
0
rhiena aprilia
satya goblok😈😈😈
2022-10-01
0