Salma mencoba menulikan kedua telinganya. Semakin mendengar percakapan keduanya, terasa semakin perih dan menusuk hatinya. Mas Armand yang ia kenal dulu tidak begini, pria yang sekarang menjadi suaminya itu dulu, adalah seorang pemuda yang sabar dan santun dalam berkata. Suaminya berubah sejak ia melahirkan Cakra dan Candra di usia mereka yang menginjak tiga bulan.
Ingatannya melayang pada masa awal pernikahan mereka. Salma bak seorang ratu di tangan pria yang tepat. Armand memintanya berhenti bekerja sebagai penyiar radio juga pembawa acara televisi lokal di kota asal mereka, dengan alasan agar ia fokus pada calon bayi mereka. Suaminya itu juga mengatakan, biarlah urusan nafkah rumah tangga dia yang menanggung sebagai seorang kepala keluarga.
Wanita mana yang tidak tersanjung diperlakukan seperti itu. Ia langsung menyetujui permintaan suaminya untuk diam dalam rumah, selain itu waktu persalinannya juga semakin dekat. Bahkan Armand sudah menyiapkan seorang babysitter untuk membantunya mengurus putra kembar mereka.
Sayangnya masa indah itu berlalu sangat cepat. Babysitter yang bekerja dengan mereka diberhentikan Armand,saat usia Cakra dan Candra tiga bulan dengan alasan mereka harus irit dalam keuangan. Saat ia meminta ijin untuk mengambil kerja part timer sebagai penyiar radio, keinginan Salma itu ditolak mentah-mentah.
flash back Salma
"Yang, Mba Nur bulan ini terakhir ya," ujar Armand suatu malam saat ia sedang menyusui Cakra dan Candra bergantian.
"Maksudnya? Mba Nur diberhentikan?"
"Iya, terpaksa karena kebutuhan Cakra dan Candra semakin besar kita harus nabung untuk biaya pendidikan mereka kelak. Lagipula, masa pandemi sekarang ini omzet penjualan teamku menurun, Yang." Armand menatap mata Salma sedih. Dengan satu tangannya Salma mengusap pipi suaminya sembari memberikan senyuman.
"Aku ngerti, Mas. Ga apa-apa nanti aku beri pengertian sama Mba Nur."
"Terima kasih Sayang, aku janji bantu kamu urus mereka berdua." Armand mengecup kedua pipi si kembar.
Sikap manis Armand berangsur-angsur berkurang seiring tersitanya waktu Salma untuknya. Salma lebih fokus mengurus kedua buah hatinya yang semakin besar seorang diri.
"Mas, teman aku bilang kalau radio Hepi butuh penyiar acara talkshow. Seminggu dua kali itupun hanya dua jam. Boleh ga aku ambil?" ungkap Salma suatu malam saat menjelang tidur.
"Untuk apa?"
"Lumayan, Mas buat isi-isi dapur." Bukan tanpa alasan Salma minta ijin bekerja lagi meskipun hanya part timer, karena nafkah yang diberikan suaminya semakin berkurang dari biasanya.
"Lalu Cakra sama Candra gimana?" Nada suara Armand sudah mulai meninggi.
"Bisa aku bawa, di studio banyak yang bantu jagain kok atau minta tolong Ibu jaga sebentar, bisa juga." Tempat tinggal Ibu Armand hanya selisih lima rumah dari kediaman mereka. Tinggal seorang diri tanpa kegiatan, membuat Salma yakin mertuanya bisa membantunya menjaga Cakra dan Candra selama ia bekerja seminggu dua kali masing-masing hanya dua jam.
"Kamu jangan malu-maluin, aku masih sanggup menafkahi kamu dan anak-anak asal kamu ga minta yang berlebihan. Lagian Ibu aku itu mertuamu bukan pengasuh, ga pantas kamu minta jagain Cakra sama Candra." Emosi Armand mulai tersulut.
"Bukan gitu maksudku, Mas. Aku hanya minta tolong, kalau ga bisa ga apa-apa kok, aku bisa aja bawa mereka ke---"
"Aaah! keras kepala sekali sih kamu!" Armand meninggalkan Salma sendiri dalam kamar dan tidur di kamar sebelah.
Salma memeluk kedua putranya yang saat itu berusia empat bulan dengan erat. Sesak rasanya saat suaminya mengatakan sanggup menafkahi mereka asal ia tidak minta yang berlebihan. Kebutuhan dasarnya sebagai seorang wanita yang mendapat tamu bulanan, terkadang Salma harus berhutang dulu di warung tetangga apalagi untuk perawatan wajah dan tubuh.
Malam itu awal dari depresinya sebagai seorang ibu dan istri pasangan muda. Beban pikiran dan hati yang tidak bahagia, membuat ASI-nya tidak dapat mengalir lancar lagi. Sehingga kebutuhan nutrisi si kembar harus ditambah dengan susu formula dan itu berarti pengeluaran semakin besar.
"Jangan nangis, Sayaaang," bujuk Salma pada Cakra yang menjerit kehausan karena tidak mendapatkan ASI yang cukup. Sementara Cakra dalam gendongannya, Candra pun menjerit semakin kencang menarik perhatiannya.
"Cup ... cup ... cup, jangan nangiiiss." Tangan Salma menekan dadanya agar ASI-nya dapat mengalir lebih deras, tapi yang mengalir deras bukanlah ASI melainkan air dari kedua matanya.
Dua hari lalu susu formula paling murah yang ia beli sudah habis, dan malam ini kedua anaknya kelaparan dan kehausan membuat hatinya sebagai seorang ibu teriris. Kepala keluarga yang sebelumnya berjanji akan bersama-sama merawat buah hati, malah sudah tertidur pulas di kamar sebelah.
"Berisik banget sih mereka tadi malam. Lain kali kasih susu sampai kenyang sebelum tidur jadi ga ganggu orang kalau malam. Aku tuh capek kerja di rumah ga bisa tidur," gerutu Armand sembari menyeruput kopinya.
"Susunya habis," ucap Salma lirih. Ia tahu perkataannya ini dapat memancing pertengkaran di pagi hari, tapi tetap harus disampaikan demi anak-anaknya.
"Lalu buat apa da damu itu?! jangan boros, kasih ASI aja," sembur Armand, "Ada yang gratis kok harus beli," imbuh Armand menggerutu.
"Sudah mulai berkurang, Mas. Mereka sudah tambah besar kalau hanya ASI ga cukup."
"Kebanyakan alasan kamu itu, bilang aja ga mau tubuhmu berubah. Kalau sudah jelek ya tetap jelek." Usai berkata seperti itu Armand langsung berangkat kerja tanpa meninggalkan sepeser uang untuknya. Terpaksa ia harus menambah utang di warung sebelah untuk makannya hari ini.
flash back selesai
Suara tawa berderai di ruang makan menyadarkannya bahwa ada pria dan wanita yang bukan pasangan sah dalam satu ruangan. Salma memastikan kedua anaknya sudah tertidur pulas sebelum ia keluar dari kamar.
"Sal, makan dulu." Tania menarik tangannya untuk duduk di sebelahnya, "Kamu itu jangan kecapaian harus makan banyak, coba lihat tambah kurus loh." Tania bahkan mengambilkan ia nasi dan lauk. Sahabat sejak kuliahnya ini memang jauh lebih dewasa dan keibuan dibanding dirinya.
"Jangan dilayanin, Tan. Jadi tambah malas dia, kerjanya cuman makan tidur aja apa capeknya. Bedalah sama kamu punya usaha katering jelas capek, tapi ada hasilnya. Luar biasa kamu, Tan." Nasi dalam mulutnya seakan tersendat di tenggorokan mendengar hinaan suaminya sekaligus pujian untuk Tania.
"Biasa aja, Mas. Jelas Salma jauh lebih hebat bisa urus dua anak balita sendirian."
"Alaaah, biasa aja itu Tan. Anak kecil kasih mainan, nonton TV terus tidur. Mamanya tiduran aja sambil main ponsel, suami pulang bilangnya anak-anak rewel."
Salma hanya sanggup menelan tiga sendok makan. Dadanya terasa semakin sesak mendengar perkataan suaminya yang terkesan merendahkannya.
"Kok udahan, Sal?" tanya Tania saat ia membawa piring yang masih terisi setengah ke dapur.
"Perutku ga enak,mungkin masuk angin," ujar Salma memberikan alasan.
"Kamu itu belajar menghargai orang lain, Sal. Sudah repot-repot Tania datang bawain makanan, ya dihabiskan. Makanya lain kali belajar masak kamu tuh, biar ga nyusahin orang terus!" Rupanya belum cukup Armand memberikan kata-kata tajamnya. Ia sudah berada di dapur saja masih terdengar suara suaminya yang ketus.
...❤️🤍...
Jangan lupa like, komen dan tap favorite ya bestie 😘
Hati-hati kawasan darah tinggi jaga emosinya ya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
aku mau nyetok timun dan labu dulu tor 🏃🏼♀️🏃🏼♀️
2023-11-01
0
Zahra Rika
suami modelan bgini buang ke laut biar d mkan hiu
2023-11-01
3
IndraAsya
👣👣👣
2023-10-28
0