Rumah Nenek

Jreng ! Jreng !

Sela maafkanlah aku

Telah sakiti hatimu

Maafkan diriku

Tak bisa jaga cintaku

Seli maafkanlah aku

Telah mengkhianatimu

Maafkan diriku

Tak bisa setia padamu

Kuatkanlah dirimu sayang

Sabarkanlah hatimu sayang

Sela tolong dengar dengarkan aku

Seli juga tolong dengarkan aku

Sesungguhnya aku punya kekasih selain kamu

Maaf maaf kumembagi cintaku

Maaf maaf bila semua kumadu

Maaf bila nanti kau jadi mantanku

.

Tias menggenggam erat tali tasnya. Ia memandang ragu sekumpulan pemuda yang sedang bernyanyi di pos ronda itu. Tias ingin bertanya tapi takut kalau seandainya mereka sekumpulan pemuda nakal yang sering menggoda perempuan.

Tetapi kalau tidak bertanya Tias tidak tahu di mana rumah neneknya berada. Tias menggigit bibir bawahnya ragu lalu berjalan mendekati para pemuda itu. Semoga mereka bukan orang jahat karena Tias tidak tahu cara membela diri.

" Permisi."

Para pemuda yang sedang asik bernyanyi itu langsung berhenti. Mereka menoleh melihat Tias yang berdiri menatap mereka.

" Iya mbak ada apa ?"

Tias yang mendengar pertanyaan positif dari salah satu para pemuda itu langsung menghela napas lega. Sepertinya mereka cukup baik juga. " Saya mau numpang tanya kak. Rumahnya nenek Ruwi dimana ya ?"

" Mbak ini siapanya nenek Ruwi memangnya ?" tanya pemuda yang lain.

" Saya cucunya."

Langsung saja para pemuda itu bersorak entah karena apa. Mereka terlihat membenarkan pakaian dan rambut mereka sebelum beranjak berdiri.

" Ooh, mbak ini cucunya nenek Ruwi yang dari kota itu kan ?"

Tias mengangguk meski terlihat bingung melihat tingkah para pemuda itu yang terlihat sangat antusias.

" Mari mbak biar kami antar."

" Terima kasih." Tias tersenyum sopan dan memandang para pemuda itu. Ternyata mereka masih memakai baju koko dan sarung. Tias melihat jam di pergelangan tangannya, jam tujuh lebih lima menit. Berarti mereka baru selesai sholat magrib.

" Sama sama mbak, tapi kalau boleh tahu kami ingin tahu namanya. Em.., semacam kenalan gitu. Tapi kalau mbaknya nggak keberatan sih."

Tias tersenyum menanggapi pemuda berpeci hitam di sebelahnya. " Nama saya Tias salam kenal ya."

" Nama saya Hilman mbak." ucap pemuda berpeci itu.

Pemuda lainnya langsung menarik Hilman mundur ke belakang dan berebut jalan di samping Tias.

" Mbak nama saya Rahmat."

" Saya Dion mbak."

" Kalau saya Ilham mbak."

" Saya Rendi mbak."

" Nama saya Diki mbak."

" Nah, kalau saya Reno mbak."

Tias tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. " Salam kenal semuanya, tapi kalau bisa tolong jangan panggil saya mbak ya."

" Oke, gampang itu Tias." balas Dion.

" Nah, ini rumah nenek Ruwi." ucap Hilman.

" Terima kasih ya udah ngantar sampai sini."

Tujuh pemuda itu tersenyum sambil menatap Tias malu malu. Mereka terlihat salah tingkah mendengar ucapan terima kasih dari Tias.

Tias berjalan mengetuk pintu rumah neneknya. " Assalammualaikum ! Nek, nenek !"

" Tunggu sebentar !"

Tias berhenti mengetuk pintu dan menunggu neneknya membuka pintu. Merasa banyak bayangan di bawah kakinya. Tias menoleh ke belakang dan melihat tujuh pemuda yang baru saja berkenalan dengannya belum juga pergi. Mereka malah tersenyum seakan sedang menunggunya. Tias kira mereka sudah pergi setelah mengantarnya tadi.

" Wa alaikum salam. Sia..., masya Allah Tias !" Ruwi menangis dan langsung memeluk Tias di depannya. Ia tak menyangka cucunya datang menemuinya setelah lima belas tahun lamanya.

" Kamu datang sama siapa nak ? Papa sama mama kamu mana ? Terus adik kamu si Via kok nggak ada ?" tanya Ruwi dengan pandangan mencari keberadaan anak, cucu, dan menantunya.

" Nek, Tias datang sendirian kesini. Tias tadi juga diantar sama mereka." Tias menunjuk tujuh pemuda yang masih betah berdiri di belakangnya.

Ruwi melihat arah tunjukkan Tias kemudian tersenyum ramah. " Terima kasih ya udah ngantar cucu nenek."

" Sama sama nek, lagian nenek kayak sama siapa aja bilang terima kasih." ucap Reno.

Ruwi tertawa mendengar itu. " Ya udah kalau gitu kalian ayo masuk ke dalam sambil nunggu waktu sholat Isha. Nenek tadi buat banyak kue."

" Wah, kue ! Ayo nek kita nggak bakalan sungkan kok kalau tentang makanan." ucap Rahmat.

" Si Rahmat kalau tentang makanan bawaannya malu maluin aja." ucap Rendi yang mendapatkan tatapan setuju dari temannya yang lain. Padahal mereka mau menjaga image di depan Tias. Tapi Rahmat malah menghancurkan harapan mereka hanya karena makanan.

" Bukan teman aku itu."

" Aku pun apalagi."

" Aku merasa melupakan sesuatu tapi apapun itu temanku hanya lima."

" Kalian kok gitu sih ?!" Rahmat menatap kesal teman temannya.

" Udah jangan pada berantem. Ayo kita masuk ke dalam aja." Ruwi mencoba menengahi perdebatan itu sebelum menjadi semakin ramai. Apalagi cucunya baru saja datang dari perjalan jauh.

" Kalian nenek tunggu di dalam ya." lanjut Ruwi sebelum menggandeng tangan Tias masuk ke dalam rumah. Kasihan cucunya itu yang terus berdiri di depan pintu.

Tias memandang rumah neneknya yang cukup besar. Meski tidak bertingkat seperti rumah orang tuanya tetapi rumah neneknya ini bisa dibilang besar untuk ukuran orang yang tinggal di kampung.

Rasanya sudah sangat lama Tias tidak mengunjungi rumah ini. Rumah yang menjadi kenangan masa kecilnya bersama pamannya dan juga neneknya. Teman teman masa kecil yang sering mengerjainya dengan keong sawah saat mereka mencari belut. Sekarang apa mereka masih di sini atau sudah pindah ke kota untuk bekerja. Tias ingin melihat teman temannya lagi walaupun ia sudah tidak mengingat bagaimana wajah mereka sekarang.

" Tias malam ini kamu tidur sama nenek dulu ya ? Soalnya kamar lain belum diberesin. Nggak mungkin nenek beresin kamar malam malam kayak gini. Apalagi kita sedang ada tamu."

" Nggak apa apa kok nek. Tias malah seneng bisa tidur bareng nenek lagi."

Ruwi memeluk Tias sekali lagi dengan mata berkaca kaca menahan tangis. " Entah apa yang sedang kamu alami sekarang sampai datang jauh jauh ke sini. Nenek akan selalu ada buat kamu Tias. Nenek seneng kamu datang ke tempat nenek."

Tias membalas pelukan neneknya. Rasanya hangat dan nyaman. Tias tidak salah memilih untuk bernaung ke tempat neneknya berada. Kenapa tidak dari dulu saja Tias memutuskan untuk pergi dari rumah dan tinggal bersama neneknya.

" Sekarang kamu bersihin badan dulu terus kita makan. Nenek yakin kamu belum makan dari tadi." Ruwi melepaskan pelukannya dan mengusap pipi Tias yang terlihat pucat.

" Kok nenek tahu ?" tanya Tias.

" Tahulah orang perut kamu bunyi terus dari tadi. Mana mungkin nenek nggak tahu, kenceng lagi bunyinya." jawab Ruwi yang tertawa pelan.

Tias mengulum bibirnya merasa malu. Jangan jangan sepanjang jalan tadi orang orang juga mendengar suara bunyi perutnya yang lapar ?.

Aduh, malunya Tias sekarang !.

Terpopuler

Comments

Bani

Bani

nenek pahlawan ku☺️

2023-08-22

1

alvika cahyawati

alvika cahyawati

kok ada y orangtua y tega jahat sm anak nya,sendiri.

2023-05-06

2

💗💗oppa Sehun 💗💗💗

💗💗oppa Sehun 💗💗💗

nyimak

2023-02-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!